4 | Realization and Apologize

403 59 12
                                    

"Selamat tinggal, [Name]-chan." Hijirikawa yang dirasuki membiarkan jari-jarinya tertusuk pecahan kaca.

Yang dilakukannya bisa dikatakan self-harming, bila Hijirikawa yang melakukannya. Akan tetapi, pemilik raga yang sesungguhnya tidak tahu soal itu. Garis-garis kemerahan mulai mengalir di sekitar jemarinya. Menimbulkan robekan yang membuka akses darah yang perlahan menetes di lantai. Aku yang melihatnya saja merasakan nyeri secara mental.

"Hentikan!"

Pintu kamar Hijirikawa terbuka dengan paksa dari luar. Baik aku dan makhluk astral itu sama-sama menoleh, mendapati Kurosaki yang tersengal di depan pintu. Detik berikutnya, Kurosaki langsung berlari dan mencengkram kerah baju Hijirikawa.

"Masato, apa yang kaulakukan?!" Kurosaki mengguncang bahu Hijirikawa beberapa kali.

Aku menggigit bibir bawahku. "Dia... bukan Hijirikawa yang kita kenal. Dia dirasuki...."

"Aku... tidak tahan lagi," ucap Hijirikawa pelan. "Aku ingin mati saja." Tubuh Hijirikawa seolah merapuh begitu saja setelah Kurosaki mengguncang bahunya.

Tepatnya, jiwa makhluk astral itu malah keluar dengan sendirinya. Kini, eksistensinya seutuhnya terlepas dari raga Hijirikawa. Wanita itu memiliki sepasang mata kemerahan dan struktur kulit meretak. Tidak lupa, rambut hitam panjang hingga mata kaki serta jubah putihnya ternodai oleh noda berupa bercak-bercak darah.

"Sial! Kenapa aku bisa keluar?" Wanita astral itu terkejut, melihat dirinya telah terpisah dari Hijirikawa.

"Kau sumber permasalahan dari semua ini. Kalau mau tanding, ayo di luar!" seruku merasa lebih percaya diri.

Kurosaki menolehku sambil mengernyitkan dahi; melihatku berbicara dengan sosok tidak terlihat oleh penglihatannya di sisi meja belajar. Masa bodoh, aku akan memancing wanita itu keluar dari sini secepat mungkin.

Aku menoleh ke arah Kurosaki. "Hentikan pendarahan di tangan Hijirikawa-san. Oh ya, segera hubungi klinik terdekat! Sisanya akan kuselesaikan!" seruku lalu berlari ke luar.

"Selesaikan a---"

Pintu kamar Hijirikawa telah tertutup rapat sebelum aku mengetahui lanjutan ucapan Kurosaki. Namun, tidak masalah. Perkara itu bisa nanti saja dibahas.

"Mau ke mana kau, gadis sial?" umpat hantu itu tidak terima.

Aku menapaki anak tangga. Hantu itu mengejarku dari belakang. Dia semakin cepat dan berhasil menyusulku. Kini, dia ada di hadapanku sebelum aku selesai menuruni anak tangga. Aku mendorong tubuhnya. Hantu itu terguncang secara berguling-guling. Merasa ada kesempatan, aku harus segera mengembalikan jalan yang tepat.

Tanpa kusadari, dari luar terdengar gemuruh guntur yang menaungi angkasa. Kakiku terasa lemas setelah mendengar itu. Kupaksakan naik menuju kamar untuk mengambil kalungku serta senjataku agar hantu itu bisa kembali ke asalnya, tetapi hantu itu bangkit di luar dugaan.

Kesulitan pertama; dia menjambak rambutku. Ya, otomatis juga kujambak balik! Enak saja dia membiarkanku sendirian mengalami kebotakan dini.

"Kau yang harus mati sekarang! Mati! Mati! Mati!" serunya terdengar sangat nyaring tepat di telingaku.

Aku berharap tidak akan mengalami gangguan pendengaran setelah hantu ini kembali ke asalnya.

Kesulitan kedua; tangan kirinya (lagi-lagi) mencekik leherku. Dia mungkin punya cekik fetish atau apapun itu, tapi jelas-jelas ini menyebalkan.

"Tidak setelah kau yang pulang ke asal---" ucapku telah sesekali terbatuk.

Kudengar suara pintu utama telah terbuka dari luar. Muncul seorang pemuda yang tidak kukenali. Berambut gondrong biru terang diikat ponytail, memiliki warna manik serupa, dan kelihatan kalem ketika melihatku.

sʜᴀᴍᴀɴ's ʟɪғᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang