Author Note:
Part ini sepenuhnya kembali dengan POV seperti biasa, yaitu POV 1 reader sebagai pelaku utama.• • •
Apakah setengah jam berlalu selama ini?
Tubuhku terasa berat. Berat sekali. Aku tidak tahu, aku yang sedang tertipu atau menipu diriku sendiri. Bahwa melakukan sekali tidak selalu berakhir 'tidak apa-apa'. Melainkan dapat menjadi jembatan petaka berkepanjangan.
Melakukan ini tanpa penjagaan, melakukan ini penuh resiko.
"[Name], [Name]?"
Ah, dia. Inspekturku, Mikaze Ai.
Kenapa dia memanggilku? Bukankah dia sudah pulang dari pameran itu karena mengujiku? Kenapa dia ada di sini?
Detik berikutnya, pipiku terasa nyeri. Aish, dia rupanya sengaja menepuk pipiku. Tidak keras memang, tapi tetap saja merasa perih.
"Mikaze-san?" panggilku bersuara pelan. Kuharap dia bisa mendengarku. Tenggorokanku juga terasa gatal.
"Kau bisa bangun?" tanya Mikaze.
Aku kembali bertanya tanpa mengindahkan pertanyaan darinya, "Roberto... ada di mana?"
Mikaze menggeleng. "Dia melarikan diri."
Jantungku seolah berhenti mengalirkan darah ke seluruh tubuh saat mendengar hal itu. Paru-paruku seolah lupa cara bertukar oksigen dan karbondioksida. Menyebabkan jejak sesak di sekujur tubuh. Berlanjut dengan perasaan pilu bercampur nyeri. Dan, buliran air mataku menetes dari sepasang bola mata. Membiarkan jejak basah itu melinangi kedua pipiku. Menetes dari dagu.
Bodoh. Kenapa aku bodoh sekali?
Hari ini, aku gagal melakukan tugas pertamaku.
• • •
Aku mengurung diri di dalam kamarku.
Saat kami pulang bersama menggunakan transportasi umum, aku berharap Mikaze akan menyemprotku. Kalau perlu, ia langsung memaki saja. Aku jamin cibiran pedas darinya akan membuatku segera termotivasi. Namun, dia hanya berdiam diri bagaikan patung yang berkamuflase dalam tubuh manusia.
Aku tidak bisa berhenti menangis sejak kakiku telah memasuki kamar.
Sebenarnya, aku sadar sepenuhnya bahwa tiada pihak yang tertuduh dalam peristiwa itu, terkecuali diriku sendiri.
Aku mengusap pipiku dengan tisu yang sudah kuronyokkan dengan asal. Semuanya berserakan di lantai.
Kudengar suara ketukan pintu dari luar.
"[Name]... apa kau tidak apa-apa?" tanya Hijirikawa.
Sepertinya isakanku tadi terdengar sampai keluar. Memalukan.
Aku pun segera berdeham sebentar. "Tidak apa-apa."
Hijirikawa berkata, "Kalau mau makan, nanti turun ke ruang makan saja, ya. Ichinose-san dan Kurosaki-san membuatkan makan malam hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
sʜᴀᴍᴀɴ's ʟɪғᴇ
FanfictionFiksi Penggemar Uta no Prince-sama Bahasa Indonesia. ------------------------------------------------------------- Hai, namaku [Full Name]. Usiaku 18 tahun. Memutuskan hidup di kota besar seperti Tokyo adalah hal baru bagiku. Atas dasar permintaan...