25 | Acknowledge and Honesty

197 38 24
                                    

Tidak.

Aku mungkin berhalusinasi akan suara barusan.

Apa mungkin wanita tadi berbicara lagi?

Kugapai gagang pintu tua itu sekali lagi. Tidak bisa dibuka. Melirik ke arah pintu kamar Kurosaki yang dibiarkan terbuka sampai setengah, Hijirikawa dan Ichinose masih berada di sana. Mereka menungguku. Jadi, aku tidak ingin membiarkan mereka khawatir lagi.

"Ada yang terjadi?"

Inspektur Mikaze menghampiri kami. Tepat setelah Ichinose menutup pintu Kurosaki. Aku menunduk. Kalau aku tadi masuk bersamanya, apa pertemuan hantu itu akan sama saja?

Ah, besar kemungkinan tidak. Inspektur Mikaze tidak selemah itu. Bukti singkat: aku berakhir pingsan.

"Ada yang aneh dengan kamar Kurosaki," ujar Hijirikawa menautkan alis.

"[Name], jangan masuk lagi ke sana sendirian," tegur Ichinose memandangku lekat-lekat.

Aku memasang cengiran lebar. "Aku paham, jadi tidak perlu menegurku ulang."

Inspektur Mikaze menyela, "Ichinose tak salah. Berdasarkan survei observasi, 70% kau terlalu sering melakukan penyimpangan yang merugikan diri sendiri kalau sudah berhadapan dengan hantu."

Aw, ucapan yang membuatku sakit tidak berdarah. Ucapan Inspektur Mikaze sudah pasti membuatku tak berkutik. Kalau aku berdebat, maka sama saja aku hanya terlihat membela diri agar terlihat lebih baik. Dan, Ichinose maupun Hijirikawa tak terlihat berpihak kepadaku.

"Iya. Aku takkan masuk sendirian."

Inspektur Mikaze tidak langsung menanggapi. Sebuah panggilan masuk berdering di dalam saku kemejanya. Dia selalu terlihat sibuk dan kaku, tetapi selalu mengerjakan kewajiban dengan sungguh-sungguh.

"Baik. Akan saya sampaikan."

Tidak sampai dua menit, Mikaze mengakhiri panggilan itu lebih dulu. Ia menoleh ke arah kami. Entah kabar baik atau buruk, ekspresinya tak bisa ditebak.

"Kurosaki sudah siuman."

Manikku melebar. "Apa?"

"Dia sudah sadar sejak kemarin subuh."

"Kita benar-benar ketinggalan informasi. Siapa yang memberitahu?" tanya Hijirikawa.

"Resepsionis. Dia masih perlu rawat inap sekitar satu sampai dua hari," jawab Mikaze melirik waktu dari ponselnya, "mau membesuknya? Omong-omong, maksimal dua orang saja."

Hijirikawa menautkan alis. "Aku tidak bisa karena ada urusan. Besok aku akan menjenguknya."

"Mikaze-san, sepertinya Anda keliru," sanggah Ichinose membuatku kembali takjub. Padahal dia teliti menelaah kinerjaku sebagai cenayang. "Hanya bisa satu orang saja. Camus berada di sana."

"Camus?" pekikku tanpa sadar.

Sebelum Kurosaki kecelakaan, Camus bertengkar karena kekurangan asupan gula balok. Kurosaki mengambil tanpa izin untuk memasak. Dan Camus benar-benar murka saat itu. Entahlah mereka sudah berbaikan atau tidak, tetapi aku tidak yakin suasananya tetap nyaman jika aku berada di sana.

"Bagaimana kalau [Name]-san saja yang membesuk?" saran Hijirikawa menunjukku.

Aku melongo lebar. Sebenarnya, aku memang tidak sedang sibuk. Amat senggang malah. Hingga nekat mencari gara-gara dengan ruangan angker itu.

"A-aku ya? Bagaimana, ya ...."

"Aku ingin saja, tapi hari ini aku punya jadwal mengajar les privat," tambah Ichinose yang pada akhirnya membulatkan keputusan ㅡ bahwa aku tidak punya pilihan lain ㅡ dan aku memang harus pergi pada akhirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sʜᴀᴍᴀɴ's ʟɪғᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang