Kurosaki yang melihatku terbelalak pun menoleh, mendapati Hijirikawa yang telah terjaga.
"Hi-Hijirikawa-san!"
Manik biru pemuda itu menatap nanar ke arah selimut yang membalut tubuhnya. Setelah itu, beralih melihat kedua tangan yang terbalut perban. Ia tidak merespons panggilanku, tetapi aku sadar alasannya.
Dia terlalu terkejut dengan insiden sebelumnya.
"Ini ada di rumah sakit, ya?" tanya Hijirikawa memandangi jendela yang merambatkan sinar mentari.
"Kau... dirasuki hantu tiga hari yang lalu. Kalau boleh tahu, apa masalahmu?" sahutku sekaligus ingin tahu jadi bertanya pula kepadanya.
Air muka Hijirikawa berubah drastis--- kini mengeruh dan terlihat tatapan sendu menghiasi wajahnya.
Aku tersenyum lemah.
"Aku tidak akan memaksamu berbicara tentang hal ini sekarang, jadi bagaimana kala---"
"Tidakkah kau kelewat tertutup untuk masalahmu sendiri?" tegur Kurosaki memutar kursi ke arah Hijirikawa.
"Kurosaki-san, dia baru saja terjaga," ucapku merasa tidak enakan.
Kulihat kedua tangan Hijirikawa hendak mengepal, mencengkram selimut erat-erat. Puncak kepala Hijirikawa tertunduk sehingga hanya menampakkan helaian rambut biru lautnya. Kurosaki membuang muka tanpa menyahutku balik.
"Berikan aku waktu. Aku janji akan menceritakan semuanya," kata Hijirikawa terlihat mengusap wajahnya, "dan maaf telah membuatmu sampai dirawat ke rumah sakit, [Name]-san."
Aku mengangguk. "Yang telah terjadi bukan sepenuhnya salahmu. Aku memang kurang pandai menjalankan tugasku sendiri."
Kurosaki menautkan alis. "Tugas?"
Sepertinya hanya pemuda menyebalkan satu ini yang tidak tahu (atau sengaja berpura-pura) mengenai kehadiranku di mansion.
Aku berdeham. "Oke, aku ini cenayang. Dan kejadian di kamar Hijirikawa-san seharusnya sudah sangat JELAS. Aku bisa melihat hantu."
Pemuda berambut jabrik keabu-abuan itu bergeming. Aku bisa menyadari kalau sepasang manik heterokromnya tidak berkedip usai aku berkata demikian. Semoga dia percaya. Karena aku yakin hanya dia yang tidak yakin.
☆ ☆ ☆
Atau mungkin bukan hanya seorang Kurosaki yang tidak percaya.
Camus tidak tahu. Ya, sepertinya hanya dua orang yang tahu. Tidak, yang mengetahui statusku hanya tiga. Terhitung laki-laki yang menyelamatkanku.
Laki-laki misterius berambut gondrong biru pucat itu baru-baru menjadi penghuni kamar nomor enam. Berhubung dikabari oleh Ichinose, aku tidak lagi akan merasa terkejut kalau ternyata kami bersebelahan.
Selama aku merasakan berbagai sakit selama hidupku, ini pertama kalinya aku dirawat di rumah sakit. Biasanya, aku hanya sering melihat adegan seperti ini di drama-drama. Sepertinya menarik juga kalau bisa bersantai-santai, tetapi setelah menyadarinya, aku kelewat berekspektasi.
Banyak orang mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan kembali "sehat" yang diperoleh. Lain kali, aku tidak boleh bertingah gegabah. Tindakan seperti ini akan sangat merepotkan banyak pihak.
"Apa... orangtuaku tahu soal ini, ya?" gumamku merapatkan selimut.
Hijirikawa menolehku. Tempat tidurnya sejajar ada di samping kananku. Kurosaki sedang keluar, entah ke mana. Kamar pasien jadi terasa lebih tenang tanpa pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
sʜᴀᴍᴀɴ's ʟɪғᴇ
FanfictionFiksi Penggemar Uta no Prince-sama Bahasa Indonesia. ------------------------------------------------------------- Hai, namaku [Full Name]. Usiaku 18 tahun. Memutuskan hidup di kota besar seperti Tokyo adalah hal baru bagiku. Atas dasar permintaan...