Trini menutup pintu taksi. Sambil menenteng sebuah kantong plastik dia melangkah ke arah tiga anak laki-laki itu. Muka pucat membayangkan keletihan.
"Rin, kok kamu balik? Sendirian?" tanya Firman.
"Jangan tanya dulu. Duit gue kurang. Tolong pinjemin aku seceng."
Rio keluarkan sehelai ribuan lusuh dari saku celana blujinsnya.
"Tolong sekalian kasi-in sama supir taksi," kata Trini
"Brengsek lu. Udah minjem, nyuruh lagi!" Rio mengomel tapi anak ini mau juga menyerahkan uang seribu perak itu pada supir taksi yang menunggu.
Empat pelajar SMU Nusantara III itu kemudian duduk di teras Wisma.
"Aku balik, kalian heran 'kan?" ucap Trini dengan senyum kecil menghias bibirnya yang kelihatan kering.
"Jelas heran dong," jawab Andi.
"Mau tau 'kan?"
"Jelas mau tau. Gimana ceritanya," ucap Firman.
"Tapi ogut lagi capek tau, mau ngelonjor dulu. Meremin mata sebentar. Rasanya gue mau pilek deh. Kalian silakan makan dulu ini. Habisin aja."
Trini melemparkan kantong plastik yang dibawanya. Kantong ditangkap oleh Andi sambil bertanya.
"Apaan, 'nih?"
"Donat, aku beli di airport. Makan aja." Jawab Trini.
"Makan gampang. Yang penting kamu cerita dulu. Kok kamu balik kesini?" Ucap Andi.
"Pesawatnya dikansel ya? Lalu bokap kamu mana? Dwita mana? Juga bokapnya Dwita si diplomat combro itu." Bertanya Rio.
Trini Damayanti tidak menjawab. Seperti dikatakannya tadi, kedua kakinya dilonjorkan di lantai teras. Punggung disandarkan ke kursi dan sepasang mata dipejamkan.
"Aneh, muncul-muncul kok kelakuannya jadi begini?" ucap Andi sambil memandang ke arah Rio dan Firman.
"Jangan-jangan kesambet setan airport," kata Firman.
Andi membuka kantong plastik yang tadi dilemparkan Trini. Begitu melihat isinya langsung mengomel monyong dan membantingkan kantong itu ke ubin.
"Cewek brengsek! Lagian tisu wese! Bilangnya donat! Sialan, ane dibokisin!"
(dibokisin = dibohongi).
Trini cekikikan. Perlahan-lahan anak perempuan ini buka matanya yang dipejamkan. Wajah diusap beberapa kali. Rambut dirapikan dengan Jari-jaritangan. Dua kaki ditarik.
"Sorry teman-teman. Ogut capek. Bener-bener capek," kata Trini pula.
"Rin, kamu belum nerangin. Kok kamu balik sih?" tanya Rio.
"Aku terpaksa membelot tau."
"Keren amat istilah lu," ucap Firman.
"Ceritain Rin, gimana kejadiannya." Rio tidak sabar ingin tahu.
"Aku nggak mungkin pergi begitu aja. Ninggalin kalian semua di sini."
"Tapi waktu bokap lu ngajak berangkat ke airport kok nggak nolak?" tanya Firman.
"Waktu itu gua nggak bisa apa-apa. Ikut aja, Pasrah aja lagi. Tapi otak ogut jalan, tau. Nyari akal, tau." jawab Trini.
"Terus?" tanya Rio.
"Waktu, di airport. Sebelum pesawat berangkat aku bilang sama bokap, mau ke toilet dulu. Tapi aku nggak ke toilet. Aku ngumpet di kios orang jual majalah. Aku liat bokapku mundar-mandir. Dia ke toilet, tanya sama petugas di sana. Tapi aku nggak ada di sana. Bingung dia. Aku liat dia nilpon pakai handphone. Mungkin nilpon ke Wisma sini, mungkin juga ke Kantor Polisi ngubungin temennya. Lalu aku dengar panggilan lewat pengeras suara. Supaya aku segera menemui bokap di pintu check in. Aku kasihan juga sih ngeliat bokap. Waktu ada pengumuman penumpang jurusan Jakarta dipersilahkan naik ke pesawat, aku liat bokap nemuin Satpam airport. Bokapku nulis sesuatu di sepotong kertas. Mungkin nulis namaku, atau nomor tilpon. Lalu dia pergi. Kayaknya dia punya dugaan kira-kira aku kemana, 'gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA DENDAM CANDI KALASAN
ActionBara Dendam Candi Kalasan adalah episode kedelapan serial Boma Gendenk karya Bastian Tito yang mengisahkan tentang upaya Boma untuk menemukan dan menyelamatkan Ibu Renata, guru Bahasa Inggris SMA Nusantara III yang diculik oleh Pangeran Matahari dan...