13. JANGAN BERAK, JANGAN BEOL

597 4 0
                                    

DI PAGI buta itu, Pos Polisi yang terletak di sebelah utara Malioboro hanya ditunggui dua orang anggota Polisi. Yang satu mendengkur di kursi ruang depan, temannya duduk dekat pintu masuk sambil merokok.

Seharusnya Sumi Primbon dan empat orang polisi itu akan lebih dulu sampai di Pos Polisi dari pada Boma. Tapi karena untuk satu keperluan Sumi minta diantar dulu ke tempat dagangannya di Malioboro, maka Boma yang Iebih dulu sampai di situ.

Boma menyeberangi jalan, melangkah menuju Pos Polisi. Mula-mula agak ragu. Tapi sampai dia berdiri sejarak satu meter dari hadapan polisi yang merokok, polisi ini tenang saja, terus menikmati rokoknya seolah tidak melihat kehadiran anak lelaki itu di depannya.

Boma mendekat. Dia lambai-lambaikan tangan kirinya di depan muka polisi yang merokok. Tetap saja polisi ini duduk tenang-tenang, menyedot dan menghembuskan asap rokok.

Boma tersenyum.

"Berkat Batu Penyusup Batin." katanya dalam hati.

Dia tinggalkan polisi yang merokok, masuk ke dalam Pos Polisi. Di ruang depan sejenak anak itu perhatikan polisi bertubuh gemuk yang duduk tidur mengeluarkan suara mendengkur.

Bangunan Pos Polisi itu hanya terdiri dari ruangan depan dan sebuah Kamar. Di ruang depan ada sebuah meja dan kursi butut.

Boma melangkah ke arah pintu kamar yang tertutup. Handel pintu ditekan ke bawah lalu pintu didorong. Tapi daun pintu tidak bergerak.

"Brengsek, dikunci!"

Boma memandang berkeliling, mencari-cari. Di atas meja butut tidak ada apa-apa selain satu botol plastik berisi air putih yang tinggal setengah.

Di dinding ada beberapa paku. Salah satu paku dicanteli topi pet polisi.

"Kalau kunci sampai nggak ketemu, gagal semua urusan!" kata Boma cemas.

Apa boleh buat. Boma harus memeriksa saku pakaian polisi yang tidur. Mungkin kunci kamar ada dalam salah satu kantongnya. Tapi kalau tidak ketemu berarti polisi yang diluar itu yang memegang.

Boma mendekati polisi yang tidur. Dia meraba saku kemeja kiri kanan. Kosong, tidak ada apa-apa. Pindah ke kantong celana. Di salah satu kantong dia hanya menemukan sebuah bolpen.

"Jangan-jangan di kantong celana belakang. Wah susah, gimana ngerogonya?"

Hati-hati Boma putar ke kanan tubuh gemuk yang tidur dalam keadaan duduk itu. Dengkuran sang polisi mendadak berhenti.

Boma yang siap memasukkan tangannya ke kantong celana untuk menarik dompet cepat-cepat membatalkan niat. Polisi itu menggeliat lalu tidur lagi.

Boma tukar siasat. Badan si polisi tidak diputar, tapi kini kursi yang diduduki polisi itu yang didorong. Tidak gampang mendorong kursi yang dibebani tubuh gemuk berbobot sekitar 90 Kg itu.

Celakanya ketika berhasil digeser empat kaki kursi keluarkan suara cukup keras. Polisi yang di luar berdiri, masuk ke dalam.

Diperhatikannya temannya yang tidur di kursi yang saat itu kembali mulai mendengkur.

"Heran, suara apa tadi?"

Polisi ini berucap sendiri lalu ambil botol plastik di atas meja dan meneguk air di dalamnya. Setelah itu dia kembali duduk di dekat pintu Pos.

Walau kursi hanya bergeser sedikit, tapi Boma kini bisa menyusup di belakang kursi. Hati-hati, perlahan-lahan dia tarik dompet yang ada di dalam kantong kiri belakang.

Berhasil. Dompet diperiksa. Kunci yang dicarinya tidak ada. Dompet itu hanya berisi beberapa kartu nama dan kertas yang dilipat-lipat.

"Nggak ada duitnya, Miskin amat. Sama dengan ogut."

BARA DENDAM CANDI KALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang