SAMBIL terus tertawa, orang tua itu kenakan topi petnya kembali. Lalu dia keluarkan selembar uang kertas. Uang ini dimasukkannya ke dalam kantong kemeja supir angkutan umum.
"Mas supir, sampeyan nggak usah jengkel. Biar aku yang bayar ongkos anak itu. Ini lima ribu perak. Cukup 'kan untuk berdua?"
Supir yang tadi sempat jengkel kini tertawa gembira. Lima ribu rupiah ongkos tumpangan tentu saja sangat besar dan berlebihan.
Orang tua itu membuka pintu mobil lalu turun. Dia melangkah ke samping mobil dan berdiri di hadapan pintu. Memandang menyeringai pada Boma lalu berkata.
"Ayo, turun. Ngapain kamu masih duduk di situ?"
Dalam bingung Boma akhirnya bergerak turun.
"Anak muda, kita bertemu Iagi. Kau punya hutang padaku. Ingat?"
"Nanti saya ganti. Uang saya ketinggalan di Wisma," jawab Boma.
Orang tua di hadapan Boma tertawa mengekeh lalu batuk-batuk. Ada lelehan darah di sudut bibirnya. Dia keluarkan sehelai sapu tangan lembab penuh noda cairan merah. Setelah menyeka lelehan darah di sudut bibir orang tua ini bertanya.
"Namamu Boma, benar?"
Boma mengangguk. Hatinya merasa tidak enak.
Dia harus segera meninggalkan tempat itu walau tidak tahu mau pergi ke arah mana. Tapi seperti tahu gelagat, si orang tua ulurkan tangan kiri, memegang bahunya.
Boma kembali merasa tengkuknya merinding.
Tangan yang memegang bahunya dingin sekali. Pegangan tangan si orang tua di bahunya membuat dia tidak kuasa menggerakkan tubuh ataupun menggeser kaki.
"Dengar, aku tidak minta uang ongkos tadi. Aku minta sesuatu yang lain..."
"Minta apa?" tanya Boma.
Dalam hati anak ini sudah bisa menduga apa yang diingini kakek aneh dan menakutkan di hadapannya.
"Bocah, kau telah berani menipuku. Sekarang ayo ikut aku."
Mula-mula Boma hanya menurut saja ketika tangannya ditarik. Setengah jalan dia bertanya.
"Pak Broto, kita mau kemana?"
Orang tua berbaju lecak yang tubuh serta pakaiannya menebar wangi menusuk itu menyeringai.
"Bagus, kau masih ingat namaku. Pak Broto! Ha... Ha... Ha! Kau tahu, itu cuma nama palsu. Namaku sebenarnya adalah Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat!"
Boma hentikan langkah. Tapi ketika lengannya ditarik, kakinya terseret.
"Aku guru Pangeran Matahari. Aku murid Kunti Api. Tapi hari ini aku bersumpah tidak menyukai bangsat perempuan itu Iagi. Lihat apa yang telah dilakukannya terhadapku"
Si orang tua batuk keras berulang kali. Lalu Dia keluarkan suara seperti muntah. Dari dalam mulutnya menghambur darah segar. Boma jijik dan tambah ngeri.
Tiba-tiba orang tua itu hentikan langkah dan berbalik. Wajahnya yang pucat kelihatan tambah menyeramkan. Dua mata menatap menakutkan pada anak lelaki yang dicekalnya.
"Semua ini gara-gara kamu! Kalau tidak karena kamu aku tidak akan sengsara seperti ini! Aku tidak perlu meninggalkan alamku! Hanya untuk mendapatkan celaka sial dangkalan seperti ini! Kamu! Semua gara-gara kamu!"
"Pak Broto, memangnya saya berbuat apa sama Bapak? Saya salah apa?" tanya Boma.
Dalam hati anak ini berkata.
"Barusan dia bilang kalau dia meninggalkan alamnya. Lalu makhluk apa orang tua ini sebenarnya? Manusia atau hantu?"
"Salahmu? Kau tanya apa salahmu?!" Pak Broto membentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA DENDAM CANDI KALASAN
ActionBara Dendam Candi Kalasan adalah episode kedelapan serial Boma Gendenk karya Bastian Tito yang mengisahkan tentang upaya Boma untuk menemukan dan menyelamatkan Ibu Renata, guru Bahasa Inggris SMA Nusantara III yang diculik oleh Pangeran Matahari dan...