Confessing (Part 20)

15.7K 772 20
                                    

"Ra..." panggil Aldrin pelan.

Rara menoleh kearah Aldrin. "Kenapa?" tanyanya.

Aldrin tampak ragu untuk berbicara, namun akhirnya ia mengatakannya. "Kamu kenal sama Dika? Radika Perdana?"

Mata Rara melebar, lalu mengangguk. "Iya. Dia sepupu jauh aku. Kamu kenal dia?"

Aldrin mengangguk. "Kamu mungkin dulu nggak kenal aku, tapi aku kenal kamu, Ra. Saat aku tau kamu akan menikah dengan Gio, aku terkejut."

Rara terkejut mendengar perkataan Aldrin. "Gimana...gimana bisa?"

"Aku akan menceritakan semuanya, tapi jangan diinterupsi," jawab Aldrin.

Melihat Rara mengangguk, Aldrin pun menghela napas pelan dan bercerita. "Sebenarnya, aku bersahabat dengan Dika sejak kecil. Aku sering kerumahnya dan disana aku bertemu kamu. Saat aku berumur 16 tahun dan kamu berumur 7 tahun, aku nggak sengaja ketemu kamu. Lalu Dika sering bercerita bahwa ia sangat menyayangi kamu dan dia takut kalo ada yang nyakitin kamu. Bahkan jika perlu, dia akan menikahi kamu saat dewasa karena dia yakin hanya dia yang bisa menjaga kamu.

"Kamu mungkin lupa denganku karena dulu aku sangat kurus dan pucat, berbeda dengan aku yang sekarang. Lalu, dia mengalami kecelakaan dan dia sempat sadar. Saat itu dia selalu meminta aku untuk menggantikan sosok dia untuk kamu. Dia sahabat terbaik aku, dan aku berjanji dengannya kalo aku akan menjaga kamu."

Rara sangat terkejut mendengar penuturan Aldrin, dan Aldrin berdiam, membiarkan Rara memproses semuanya. "Lalu, kenapa aku ngerasa kita nggak pernah ketemu sebelum aku kenal Gio?"

Aldrin tersenyum pahit. "Tolong maafin aku untuk hal yang satu ini. Aku hanya sempat bertemu kamu selama 2 tahun, karena ayahku memaksa aku untuk kuliah di Australia, dan aku nggak bisa ketemu kamu lagi. Dan kemudian aku melanjutkan kuliah di Eropa, dan sempat bekerja disana beberapa tahun, sebelum aku kembali ke Indonesia. Saat aku kembali tinggal di Indonesia, mamanya Gio ngasih tau aku tentang calon istri Gio. Dan saat aku tau kalo itu adalah kamu, aku kaget."

Rara mengerutkan keningnya. "Memangnya kamu nggak pernah balik ke Indonesia sebelumnya? Maksudku, saat liburan atau yang lainnya," tanyanya.

Aldrin mengangguk. "Pernah. Tapi, kamu sempat pindah ke kota lain saat itu, benar kan?"

Rara terkekeh. "Hehehe, iya. Semenjak mamaku meninggal, aku dirawat Bunda Sarah. Jadi aku tinggal di Palembang sampai aku lulus SMP."

Aldrin tersenyum. "Aku lega karena sudah menceritakan semuanya. Kalo kamu perlu sesuatu, kamu bilang aja sama aku. Bahkan jika itu menyangkut Gio, aku akan membantu kamu semampuku. Dulu aku memang gagal menjadi pengganti Dika, tapi sekarang aku ingin memperbaiki semuanya."

Rara membalas senyum Aldrin. "Makasih," sahutnya.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang, dan mereka makan dalam keheningan.

---------

Saat Rara dan Aldrin dalam perjalanan pulang ke kantor Gio, Gio menghubungi Rara.

"Halo.."

"Kamu kemana aja? Kok lama banget makan sama Aldrin? Terus kenapa nggak ngajak aku?"

"Astaga, pelan-pelan dong nanyanya. Kayak orang mau ngajak berantem aja."

"Sekarang kamu dimana?"

"Dijalan."

"Mau kemana?"

"Pulang."

"Pulang kemana?"

"Ke kantor kamu. Ya udah, bentar lagi sampai."

"Ok."

Rara memutuskan sambungannya dan Aldrin masih terkikik geli karena mendengar pembicaraan Gio dan Rara.

Rara melotot. "Apaan sih, ketawa terus," tukasnya judes.

"Lucu aja. Gio nanyanya gitu amat. Kalo aku jadi kamu, aku blokir aja tuh nomor Gio sementara. Daripada bikin pusing ngomong sama dia," sahut Aldrin geli.

Rara mencibir. "Iya, terus dia makin heboh ntar. Makasih Kakak Aldrin atas sarannya. Berguna sekali."

Aldrin tertawa. "Aku baru tau kalo Gio juga bisa bikin kehebohan."

"Kamu nggak tau sih," gerutu Rara.

Aldrin mengacak-acak rambut Rara. "Ra, lebih jangan bilang apa-apa ke Gio tentang pembicaraan kita yang tadi."

Rara mengerutkan kening. "Kenapa?"

Aldrin tersenyum. "Jangan sekarang. Setidaknya, kasih tau dia setelah kamu melahirkan. Dia sering cemburu sejak kamu hamil. Gara-gara ngidam kamu itu."

Rara mengangguk. "Iya deh." Aldrin tersenyum tipis mendengar balasan Rara.

'Andai kamu tau kebenarannya, Ra,' batin Aldrin sedih.

---------

Gio menunggu Rara di ruangannya bersama Ryan. Ryan hampir mati kebosanan karena gerutuan Gio yang tidak berhenti sejak tadi.

"Gio, lo bisa nggak diem aja? Dengerin omelan lo bikin kepala gue sakit, tau nggak. Mereka cuma makan siang di restoran, nggak clubbing," tukas Ryan yang sudah tak tahan mendengar Gio menggerutu sedari tadi.

Gio menoleh kearah Ryan. "Dia nggak ngajak gue," balasnya.

"Lo aja sibuk, Cumi. Gaya-gaya minta diajakin," cibir Ryan.

Gio mendengus. "Tau ah. Sana lo keluar," usirnya.

Ryan mencibir lagi. "Dari tadi, kek. Capek gue dengerin lo dari tadi." Ryan berdiri lalu berjalan keluar dari ruang kerja Gio.

Beberapa menit kemudian, Rara datang dan Gio langsung menghampirinya. "Ra, kamu kok nggak ngajak aku?"

Rara mengerutkan kening. "Tadi kamu lagi sibuk, makanya aku nggak ngajak kamu."

"Tapi bilang dulu dong sama aku sebelum pergi," gerutu Gio.

Rara tertawa dan merangkul lengan Gio. "Iya, maaf deh."

Agreement [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang