"Mama Carmel..."
Carmel menoleh kearah keponakannya, Lizzy. "Kenapa, Lizzy?"
"Kenapa Mama milih Rara jadi istri Gio?"
Carmel tersenyum. "Rara gadis yang sangat menyayangi keluarganya. Dia juga sopan, dan Mama sudah menyukai Rara saat pertama kali bertemu.
Entah kenapa, firasat Mama sebagai seorang ibu mengatakan bahwa Rara lah yang terbaik buat Gio. Mungkin karena Mama ingin Gio menjadi lebih dewasa. Walaupun harus menikah dengan gadis yang jauh lebih muda darinya."
Lizzy tertawa ringan. "Mama Carmel memang yang terbaik," sahutnya senang.
Carmel mengedipkan matanya. "Iya dong."
-------------
"Lizzy..."
"Hmm..."
"Gio tuh suka bersikap manis sama cewek, ya?" tanya Rara tiba-tiba.
Lizzy yang sedang makan langsung mendongak dan menghentikan kegiatan makannya. Lizzy sebenarnya terkejut dengan pertanyaan Rara, namun berusaha mengontrol ekspresi.
"Em..gimana ya? Bisa dibilang gitu," sahut Lizzy ragu.
Lizzy dapat melihat ekspresi Rara yang tampak tak bersemangat. Tiba-tiba ia menyesal karena berkata jujur.
"Kenapa aku baru sadar setelah lebih dari sebulan nikah sama dia," sahut Rara lesu.
"Hei, kamu cinta sama Gio, ya?" tanya Lizzy kaget.
Rara mengangkat bahunya. "Mungkin."
Lizzy tersenyum lembut. "Seiring waktu, nanti kamu pasti bakal jadi yang paling istimewa bagi Gio. Percaya sama aku," katanya, dan melanjutkan kegiatan makannya.
Rara teringat sesuatu. "Kamu kenal sama Mira, nggak?" tanya Rara kepada Lizzy.
Lizzy langsung tersedak. Rara buru-buru memberinya air mineral. Lizzy langsung meminum air mineral tersebut.
"Kamu gak papa?" tanya Rara khawatir.
"Nggak papa kok," sahut Lizzy sambil mengelus-elus tenggorokannya.
"Oh iya, kamu belum jawab pertanyaan aku." Rara kembali mengingatkan Lizzy.
Lizzy berlagak bodoh. "Pertanyaan yang mana?"
"Kamu kenal sama Mira?" tanya Rara serius.
Akhirnya, dengan berat hati Lizzy mengangguk seraya berkata, "Aku kenal Mira."
Mata Rara berbinar. "Ceritain aku tentang Mira," katanya bersemangat.
Lizzy tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Aku bukan orang yang tepat untuk menceritakan tentang Mira.
Kamu bisa tanya sama yang lain bila kamu pengen tau, Rara. Maaf kalo jawaban aku udah ngecewain kamu."
-----------
Rara mondar-mandir di dalam perpustakaan yang ada dirumah Gio. Dia sedang memikirkan siapa yang bisa dia tanyai tentang Mira.
Sudah 2 minggu ia memikirkan cara agar mendapatkan informasi tentang Mira.
Gio? Sama saja dengan bunuh diri.
Aldin? Bisa saja dia bertanya padanya, tapi Aldin sedang di Adelaide dan belum tau kapan kembali.
Rani? Dia bahkan tak akrab dengan Rani.
Ryan? Ryan tipe pria yang misterius.
Tiba-tiba sebuah nama terlintas di pikiran Rara. Sebuah nama baru saja terlintas di pikirannya. Kebetulan orang ini baru saja kembali dari Palembang. "Ana..." katanya lirih.
Tiba-tiba ada seseorang menepuk pundaknya. "Woy! Ngelamun aja." Suara perempuan mendominasi pendengaran Rara.
Rara berbalik dan tersenyum lebar. "Ana, boleh tanya sesuatu?" tanyanya bersemangat.
Ana mengernyitkan dahinya. "Nanya apaan?"
Senyum Rara semakin lebar. "Kamu kenal Mira?"
Ana terlihat sangat kaget, dan Rara menebak bahwa Ana mengenalinya.
Ana akhirnya mengangguk enggan. "Kenal kok," sahutnya malas.
"Ceritain aku tentang Mira dong," pinta Rara dengan wajah memelas.
Ana langsung tergagap. "Eh...a-anu..."
"Please...."
Ana menghela napas, lalu akhirnya bercerita. "Mira. Nama dia Namira Kayla Athania. Dia cantik, baik, tapi dia kadang egois dan keras kepala.
Dia temen Aldin semasa kuliah. Lalu Aldin mengenalkan Mira sama Kak Gio. Dan mereka mulai akrab saat itu. Itu aja yang gue tau."
Dalam hati, Ana memohon ampun kepada Tuhan yang sebesar-besarnya karena telah berbohong sedikit pada gadis polos macam Rara.
Rara tidak puas, namun tak bertanya lagi. "Ok. Makasih, Na."
Ana mengangguk, namun hatinya merasa bersalah. Seharusnya Rara berhak tau tentang Mira.
Seharusnya.
------------
"Ra..."
"Hmm..."
"Lo tau Mira darimana?"
Rara mendongak, melepaskan tatapannya dari handphone dan mengalihkannya ke Ana.
"Pas resepsi, Mira datang dan menyalami aku dan Mas Gio. Terus menurut aku, interaksi dia dan Mas Gio itu kayak ada yang beda aja," jawab Rara sambil mengedikkan bahunya.
Ana mengangguk-angguk. Ia tak terkejut dengan jawaban Rara. "Oh gitu..."
"Kenapa emangnya, Na?" tanya Rara.
Ana mengangkat bahunya. "Cuma nanya."
"Aku ngerasa kalo Mas Gio cinta sama Mira," kata Rara tiba-tiba.
Majalah yang dipegang Ana terjatuh karena terlepas dari tangan Ana. "Kenapa lo jadi mikir kayak gitu?" tanyanya kaget.
Rara mengerutkan dahinya. "Aku liat cara Mas Gio natap Mira. Kok kamu jadi kaget?"
Ana tergagap. Mengobrol dengan Rara sering membuatnya tergagap dan kehilangan suara karena pertanyaan polos gadis tersebut.
"Eh...a-anu...g-gue cuma..."
Ryan yang tadinya melihat mereka secara diam-diam, akhirnya mendatangi mereka agar Ana terselamatkan dari pertanyaan Rara.
"Hei, girls. Asik banget ngobrolnya," sapa Ryan dengan santainya.
"Oh iya, jadi kan nemenin gue ke rumah Mama Pamela?" tanya Ana sambil memberi kode kepada Ryan lewat tatapan.
Ryan paham, dan langsung mengangguk. "Ayo cepetan, Na. Mama Mela udah nunggu."
Ana menatap Rara. "Gue jalan dulu, ya. Gue ada janji sama Mama Mela, takutnya udah ditungguin," pamitnya.
Rara menghela napas dan mengangguk. Dan Ana segera mengambil dan mengenakan cardigan nya dan keluar rumah bersama Ryan.
Satu pertanyaan lagi menggantung di benak Rara.
Mengapa Ana selalu terlihat gugup bila ditanya tentang Mira?
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [1]
RomanceRara, gadis yang baru lulus SMA. Menyetujui untuk menikah dengan Gio untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya yang terancam bangkrut. Meskipun Rara tidak begitu mengenal Gio, namun mencintai Gio yang sering bersikap manis kepadanya adalah sesuatu yang...