Seperti mimpi yang lewat begitu saja. 5 bulan yang singkat itu sekarang hanya tinggal kenangan. Begitu cepatnya berlalu. Kenangan manis di masa lalu bersamanya ku buang jauh-jauh. Janji-janji, ucapan manisnya, semuanya aku tidak mau mengingatnya lagi. Sungguh itu hanya sampah yang tidak berguna yang selalu membuatku pusing bila mengingatnya.Meskipun semuanya belum terlihat jelas kebenarannya, tetapi aku merasa sedih mendapati kesakitan ini. Aku di kecewakan lagi oleh suatu mahluk yang bernama laki-laki.
Apa ini rasanya patah hati?
Seperti inikah rasanya di kecewakan?
Kenapa rasanya sesakit ini?
Apa ada obatnya?***
Ku usap air mataku yang mengalir membasahi pipiku. Aku mengendarai motor dengan pelan, karena aku tidak terlalu fokus mengendarai jalan. Jadi aku berhati-hati supaya tidak terjatuh ataupun kecelakaan. Tempat itu semakin lama tak terlihat lagi.
Aku melihat keadaan belakang dari spion motor, berharap Kelvin mengikutiku dari belakang. Tapi itu ternyata hanya sebuah khayalanku yang terlalu berlebihan. Sampai akhirnya aku sudah benar-benar jauh dari tempat itu dan mulai memasuki kota.
Ku tengok jam kecil yang ku pakai di pergelangan tanganku. Jam sudah menunjukkan pukul 5 alias jam 17 sore.Jalanan mulai ramai di padati oleh orang-orang yang pulang setelah bekerja, membuat keadaan jalan sedikit macet. Aku sempat sebal karena perjalanan ke rumahku masih jauh.
"Kenapa aku tadi bawa motor sendiri? Sial, aku harus cepat-cepat pulang!" Pekikku dalam hati karena tidak sabar menunggu kemacetan.
Aku mencoba menengok ke depan,barangkali ada celah yang pas untuk kulewati. Dan ternyata memang ada. Air mataku tadi yang sempat menetes tak sempat aku menghapusnya karena sekarang yang ada di fikiranku hanya ingin segera cepat pulang.
Aku menyusuri celah sempit itu dengan amat sangat pelan. Dengan hati-hati kulalui semua kendaraan yang berkedumel itu ke jalan yang sedikit sepi. Akhirnya aku terlepas dari kemacetan dan mencari gang kecil yang bisa tembus ke jalan daerah rumahku. Ku lalui jalan itu dengan tatapan yang kosong.
Sempat teringat lagi kejadian yang tadi. Aku benar-benar sebal karena kejadian itu selalu muncul di kepalaku. Ku fokuskan pandangan ke arah jalan. Aku tak mau bila sampai terjadi kecelakaan. Itu akan membuat semakin buruk masalahnya.
Akhirnya aku sampai dirumah dengan selamat. Ku tinggalkan motorku di halaman depan rumah. Aku berjalan memasuki rumah dan langsung menuju ke kamarku, berharap tak ada yang tau dengan keadaanku yang sepat dilihatnya. Ya, tanpa perlu diharap pun pasti di rumah tidak ada orang. Papa dan mama pasti belum pulang. Kakak juga kuliah jauh di luar kota.
Aku mengunci pintu kamarku dan merebahkan tubuhku di atas pulau kapuk kesayanganku. Lagi dan lagi aku menangis karena kejadian itu. Aku bodoh sekali. Bahkan terlalu bodoh untuk menangisi hal yang tak sepantasnya ditangisi.
Ku pejamkan mataku sebentar. Aku kewalahan mengurusi hal bodoh seperti ini. Aku meyakinkan diriku sendiri dan berjanji tidak akan mengingat kejadian tadi dan tidak menangisi hal-hal yang tidak perlu ditangisi.
Karena hari ini aku terlalu membuang banyak tenaga, akhirnya aku yang tadinya hanya ingin memejamkan mata saja, membuatku ingin tidur untuk sebentar. Musik yang sebelumnya sudah aku putar supaya keadaan tidak sepi, membuatku hanyut terbawa oleh mimpi. Tapi itu tak sampai lima menit. Aku tersentak kaget mengingat ada tugas karya seni yang harus aku kerjakan.
Dengan semangat yang rendah, mau tidak mau aku harus mengerjakannya. Ku buat karya seni itu mirip seperti apa yang kurasakan saat ini. Entah apa namanya bunga yang aku buat saat ini, yang terpenting bunga itu melambangkan kesedihanku yang mendalam. Tuh kan aku jadi keingat lagi. Aku berdecak kesal, bicara sendiri seperti orang gila. Sungguh malang nasibku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Way
Teen Fiction"Terkadang ada saatnya dimana seseorang memiliki titik jenuh. Untuk bisa membiasakannya pun butuh hati yang kuat. Dan aku selalu menganggap dia memang terbaik untukku. Untuk saat ini aku yang terlalu berharap atau kamu yang terus memberikan harapan...