11. Dilemma (1/2)

1.8K 172 71
                                    

Gracia POV

Samapi tadi malam aku masih mempercayai aku hanyalah seorang mahasiswi biasa bernama Shania Gracia yang memiliki kehidupan yang patut disyukuri. Aku memang tidak memiliki keluarga kandung, namun aku memiliki orang-orang yang menyayangiku seperti keluarga sendiri. Aku kuliah, mengerjakan tugas, ujian, main sama teman-teman, ikut klub fotografi, dan mungkin....berpacaran.

Namun siapa sangka? Kehidupan yang aku jalani selama ini ternyata kebohongan. Aku bukanlah aku yang selama ini aku kira. Berita tv mengatakan kalau aku adalah adik kandung dari Kak Ve. Tidak sampai di sana, Kak Ve dikatakan menderita gangguan jiwa. Dia memperkosaku, membunuh papa kandungku, lalu membakar rumahku. Ada kecurigaan juga kalau aku menderita gangguan jiwa dan terlibat dalam pembunuhan itu.

Sungguh...banyak sekali pertanyaan di kepalaku, seperti mau pecah rasanya.

Siapa yang menyebarkan berita ini dan dari mana dia mendapatkannya?

Bagaimana dengan ibu kandungku? Berita bilang kasus itu didapat dari laporan ibu kandungku 5 tahun yang lalu. Di mana beliau sekarang?

Awalnya aku tidak ingin mempercayai hal itu, tapi daritadi kutanya dia hanya bungkam.

Pip!

"Gre...sudah kubilang jangan lihat berita bohong itu...!" Kak Frieska menghampiri tv dan langsung menekan tombol power-nya.

"Kalua begitu beritahu aku yang sebenarnya, Kak..!!" kataku dengan nada naik. Ini pertama kalinya aku bicara dengan nada tinggi pada Kak Fries. Selama ini, sebenci-bencinya aku dengan Kak Fries, aku tidak pernah tidak sopan padanya. Namun kali ini emosiku sudah tidak tertahan.

"Sudah kubilang, Gre...aku juga gaktau...!"

"Bohong...! Kak Fries bohong!!"

"Gracia....aku mohon...duduklah dulu. Tenangkan dirimu." Suara Kak Fries agak memelas. "Barusan Kak Melody telpon, dia batalin penerbangannya hari ini dan lagi pulang...."

Aku agak mengalah saat mendengar kabar tersebut. Kembali kududukan diriku di sofa lalu kurebahkan kepalaku di sandarannya. Hari masih menjelang siang tapi badanku rasanya sudah capek sekali. Bahkan aku terlalu lelah untuk mengecek hapeku yang aku yakin tadi sempat bergetar. Entah lelah, entah takut, aku tidak mau membaca sms-sms dari teman-temanku yang menanyakan keadaanku.


***


Ting-tong!

Aku langsung bangkit dari tempat dudukku. Itu sudah pasti Kak Mel, kataku dalam hati. Baru aku mau berjalan ke pintu depan, Kak Fries mengisyaratkan aku untuk tetap menunggu di tempatku sementara dia pergi ke depan.

Aku mendengar pintu terbuka disusul percakapan singkat yang tidak jelas antara Kak Mel dan Kak Fries, lalu disusul lagi langkah kaki yang tergopoh-gopoh ke arah ruang tengah di mana aku berada.

"Gracia...." Sapa Kak Melody begitu kulihat dia muncul di hadapanku. Rambutnya agak berantakan, sepertinya benar Kak Mel buru-buru kemari setelah mendengar berita tersebut. Namun...tatapannya tetap setenang dan selembut biasanya, sampai niatku untuk melemparkan bertubi-tubi pertanyaan pun terurung.

"Kak Mel...." Sapaku balik.

Kak Melody berjalan ke sebelahku. Mulutku masih dibungkamkan oleh rasa...entahlah...bisa dibilang rasa marah karena Kak Mel ternyata selama ini berbohong padaku, namun tetap di satu sisi aku ingin menangis dalam pelukan Kak Mel. Difitnah seperti itu...walau tidak benar....tetap saja sakit.

The Tale Of Two AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang