Chapter 5 - So, I'm Wrong

142K 6.7K 66
                                    

Chapter Five – So, I’m wrong

 

“Dia bahkan tidak menangis, Ben?” teriakku setelah kami bertiga sampai didalam penthouse-nya. “Apa kau tidak lihat wajahnya yang terus tersenyum? Sama sekali tidak ada bekas tangisan malahan!” teriakku sambil memperlihatkan wajah Savy yang tersenyum lebar digendonganku.

“Mungkin dia sudah selesai menangis ketika aku mengatarkannya dirumah Abbey.” Dia kehabisan kata-kata dan tampak kecapekan. “Bisakah kau mengurangi volume teriakanmu? Kepalaku hampir pecah sekarang.”

Dams you,” gumamku kesal sambil menaruh Savy kedalam tempat tidurnya. “Good night, Savy-Boo.” Aku mencium dahi Savy lembut, lalu mematikan lampu dan meninggalkannya dikamar untuk tidur.

Aku mendengar suara orang memotong dari dapur. Mungkin Ben sedang membuat makan malam untuk dirinya. Aku pergi kedapur dan melihatnya sedang memotong daging sapi, tampak ahli dengan keterampilan tangannya memegang pisau.

Aku duduk dikursi bar, menatap punggung lebar Benjamin dari belakang. “Terima kasih sudah menolongku tadi.” Aku menghela nafas panjang setelah bisa mengeluarkan kata-kata itu dari mulutku. “Tapi kau tidak perlu melakukan itu padaku.”

Tubuhnya menegang dalam sekejap dan dia berhenti memotong. Dia memutar balik wajahnya, menatapku geram. “Kau bilang apa tadi? Aku tidak perlu melakukan itu?” Suaranya terdengar berbahaya, namun juga seksi.

“Bukan begitu. Tapi aku bisa menjaga diriku sendiri.” Aku menunduk ketakutan, tidak berani menatap wajahnya.

“Kau tidak bisa menjaga dirimu sendirian,” desisnya pelan. “Aku tahu kau tidak akan bisa.” Dia menghampiriku dan berdiri tepat didepanku. Dia menunduk agar tatapan mata kita seimbang, dan aku bisa melihat wajahnya tampak kaku.

“Siapa bilang aku tidak bisa? Aku sudah hidup dua tahun tanpa ada orang tua disisiku, menjaga diriku dan adikku sendirian ditengah-tengah kota New York!” Aku mengingatkannya marah. Aku tersinggung ketika dia berpikir aku adalah cewek lemah.

“Aku suka cewek sepertimu.” Dia tersenyum lebar padaku. “Kau beda daripada cewek yang lainnya, yang lemah dan minta dikasihani. Kau berbeda.” Wajahnya makin mendekat denganku.

“Oh yeah.” Aku memundurkan kursiku salah tingkah dengan kata-katanya tadi. “Untung saja kau suka laki-laki.” Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.

What?” teriaknya terdengar marah. “Kau bilang aku suka laki-laki?”

Yeah, why? You’re not?” godaku ketika melihat wajahnya memerah malu. “Aku masih ingat wajahmu ketika di karnivan Halloween waktu itu bersama pacarmu. Kalian tampak… serasi.” Aku mengedipkan salah satu mataku padanya.

Wajahnya makin mendekatiku, lalu tangannya meraih wajahku dan tiba-tiba saja dia mencium dahiku dengan lembut. Seluruh bulu romaku menegang dan jantungku berdebar sangat cepat. Aku yakin wajahku benar-benar memerah sekarang. God, how many times my face changed like a freaking tomato tonight?

“Apakah kau masih berpikir aku tidak suka perempuan?” Dia tersenyum, dan senyumannya itu tampak berbeda daripada biasanya. Seakan-akan aku melihat sisi berbeda dari seorang Benjamin Parker. Senyumannya itu tampak jahil, namun mempesona.

So, I’m wrong?” Aku menelan ludahku ketika berhasil mengatakan itu. Dia tertawa pelan melihat tingkah lakuku. God, apa dia juga melihat wajahku yang benar-benar merah padam sekarang ini? Aku segera berdiri dari tempat dudukku. “Aku mau menemani Savy tidur!” kataku, lalu segera berlari meninggalkan Ben didalam dapur sendirian.[]

BENJAMIN PARKER’s POV

Aku terus tersenyum seperti orang idiot sekarang. God. You just kiss her forehead, Ben. Be cool, keep calm, what the hell? You’re really being a pussy right now. Grr… Shut up! Aku meninju dinding terdekat, berusaha menghentikan semua yang berada didalam pikiranku. Ok, good. Suara air mendidih dibelakangku membuyarkan lamunanku. Suki-ku sudah jadi! Aku tersenyum lebar melihat mahakaryaku. Hidup dua tahun bersama Savy berdua memang membuahkan hasil. Aku hampir bisa memasak semua masakan dari seluruh dunia. Hobby menyenangkan yang kuketahui setelah dua tahun hidup bersama Savy berdua.

Aku memakan suki buatanku sendirian didalam dapur, mendengar suara jarum jam diujung ruangan, dan mendengarkan suara jantungku yang berdetak normal. Malam yang sepi dan menyenangkan. Aku membersihkan piringku dan menaruh sisa suki kedalam kulkas.

I’m wondering where Georgia’s now? Aku pergi kekamarku dan melihat Georgia tertidur dikursi disamping keranjang Savy. Aku tersenyum tipis melihatnya. Aku menatap wajahnya dari dekat, dia tampak polos dan murni. Aku menghela nafas panjang. “What are you doing to me?” bisikku kepadanya, meskipun aku tahu dia tidak bisa mendengarku. Aku mengangkat tubuh Georgia perlahan, berusaha untuk tidak membangunkannya. Aku bisa merasakan hembusan nafas halus Georgia dileherku. It make me feel warm. Aku menaruhnya perlahan keatas tempat tidurku. Dia tersenyum tipis ketika merasakan tempat tidurku yang empuk itu. Dia sedang bermimpi apa sekarang? Aku hanya menggeleng pelan, tidak mungkin dia memimpikan aku. Aku mematikan lampu kamarku, dan pergi dari sana.[] 

Single Daddy's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang