Chapter 3 - The First Job

195K 7K 61
                                    

Chapter Three – The First Job

 

I got this feeling on the summer day when wou were gone.

I crashed my car into the brigde, I watched, I let it burn.

I threw your shit into a bag and pushed it down the stairs.

I crashed my car into the bridge.

 

I DON’T CARE, I LOVE IT

Aku menutup telingaku dengan bantal. Damn, cara ini selalu berhasil. Pasang lagu yang bisanya membuatmu menari sekeras mungkin dan taruhlah sejauh mungkin dari tempat tidurmu. Lagu ini benar-benar brutal.

I DON’T CARE, I LOVE IT

Yeah, kau menyukainya dan aku hampir mati sekarang. Aku berdiri dari tempat tidurku dan menggerutu pelan, lalu mematikan alarm ponselku. Jam 6 pagi, masih ada satu jam sebelum aku pergi kerumah Sir Parker untuk memulai pekerjaan baruku. Bayangan wajah Sir Parker menghantui pikiranku lagi, dan kemudian aku tertawa lepas sekali lagi.

Aku menggeleng pelan berusaha menguasai diriku. Ingat Gerogia, dia adalah bos barumu sekarang. Kau tidak boleh menertawai dia. Kau harus bisa mengendalikan dirimu! Aku bertekad didepan cerminku. Setelah itu aku segera masuk kekamar mandi dan mulai mandi.

“Aku sudah membuatkan makan pagi untuk kita berdua, Georgia!” teriak Lily setelah aku selesai mandi.

Keuntungan punya adik yang memiliki pemikiran dewasa adalah seperti ini. Walaupun Lily masih tujuh belas tahun, namun dia sudah berpikiran seperti ibu-ibu berumur 28 tahun. Dia membersihkan apartment kita, masak untuk kita berdua setiap pagi,  dan belajar hampir setiap hari. Hal itu membuatku khawatir kalau dia tidak punya teman. Well, walaupun secara harafiah hidupku hanya berputar diantara Austin, Lily, dan Sierra, teman baikku. Itu semua juga terjadi karena kita berdua pindah ke New York dari Nashville dan sekarang aku sudah kuliah.

Aku keluar dari kamarku dan menangkap aroma crepes dari dapur. Aku segera duduk di bar stool menunggu Lily menghidangkan masakannya. Aku melihatnya dari belakang. Kulitnya pucat dan dia memiliki rambut berwarna pirang indah. Tubuhnya mungil sama sepertiku, tetapi dia jauh lebih tinggi daripadaku. Tingginya 5’7” dan aku hanya 5’55”. Such a shame.

“Crepes maple untukmu,” katanya sambil menyerahkan crepes dengan wangi maple, benar-benar menggugah seleraku. “Kenapa kau pergi sepagi ini?” tanyanya kemudian ketika melihatku mulai menggigit crepes buatanya. Delicious.

“Aku belum memberitahumu. Aku sudah keluar dari café Mr. Huber dan bekerja menjadi babysitter di rumah dosenku, Sir Parker.” Aku mengunyah crepes itu dengan susah payah. “Mungkin aku akan pulang malam pada hari ini,” kataku.

“Tidak apa-apa,” jawabnya pelan. “Hari ini aku juga akan menginap dirumah temanku untuk belajar bersama.”

Halleluyah!” kataku bersyukur mendengar kata-kata itu keluar dari muridnya. “Setidaknya kau punya teman.”

“Hei!” Dia selalu marah padaku karena aku bilang dia tidak punya teman. “Aku juga memiliki gen populer sepertimu, G.” Dia menatapku sinis.

“Yeah, yeah. Tapi kau tidak pernah membuktikannya padaku.”

“Setidaknya aku sudah membuktikannya sekarang, dan jangan pernah bilang aku tidak punya teman. Aku sudah bosan diceramahi oleh Sierra dan dia memberiku banyak sekali tips agar menjadi murid populer. God, aku tidak separah itu.”

Single Daddy's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang