1* FIRSTLY

11K 407 12
                                    

Ya Tuhan, tolong pendam rasa yang ada dihatiku ini demi perasaan sahabatku sendiri.

*****************

Aku, Avira Syanindha. Menggenggam ribuan ranjau pemberian sahabatku. Memang sakit rasanya. Dia membiarkan aku makan hati. Tapi aku sadar bahwa yang sebenarnya dicintai bukanlah diriku, tetapi sahabatku. Bagai segitiga bermuda yang berputar terus-menerus tak ada habisnya. Aku mencintainya, sahabatku mencintainya, DIA mencintai sahabatku.

Satu kata, SAKIT.

🍁🍁🍁

Pagi yang dingin. Tanah diberi kesempatan untuk membasahi dirinya berkat hujan. Hari ini adalah hari yang tepat untuk berlama-lama di atas ranjang kesayangan. Minggu pagi yang amat damai.

Tok tok tok

Suara pintu itu seperti pengusik mimpi. Selang 10 detik, pintu yang rapat tiba-tiba terbuka lebar.

"Selamat pagi, Syanin! Yahh, ternyata Syanin pemalas juga, ya? Jam segini kok masih nyenyak di kasur." Suara gadis itu benar-benar membuat kamarku riuh seketika. "Ya ampun, Rai. Ngapain sih lo kesini? Ini tuh masih pagi, lagian hari ini juga hujan. Nggak usah gangguin gue deh, please!" Keluhku padanya. Langsung saja kumasukkan kepalaku ke bawah selimut.

"Gue kesini juga buat lo, tau. Nih gue bikinin sarapan. Ini bubur ayam bikinan gue, paling enak seantero galaksi bima sakti. Pokoknya lo harus makan, sekarang!" Timpalnya sambil memberikan nampan berisi semangkuk bubur ayam dan segelas air putih.

"Yaudah deh, tapi makasih loh ya, udah bela-belain kesini cuman buat gue."

Raissa. Dia adalah sahabatku. Sahabat terbaikku. Sampai saat ini tidak pernah ada yang memisahkan kita berdua, apapun alasannya.

Aku dan dia bagai kembar siam yang kemanapun selalu bersama. Juga memiliki cukup banyak kesamaan. Banyak orang mengira bahwa kita adalah kakak beradik yang saling melengkapi. Hm, begitulah awalnya. Tetapi tetap saja, dia termasuk orang yang cukup menjengkelkan. Hampir setiap hari, aku dibuat kesal olehnya. Meskipun begitu, aku tetap menyayanginya karena yang aku tahu, persahabatan itu tidak ada ujungnya.

Senin, juga hari pertama masuk ke kelas XII. Seperti biasa, Aku dan Raissa berangkat ke sekolah bersama. Mencari kelas yang sudah ditempatkan.

"Rai, menurut lo kita sekelas lagi, nggak?"

"Mudah-mudahan, sih" Jawab Raissa.

Lorong demi lorong kami lewati satu persatu. Tak lupa mengecek kelas demi kelas untuk memastikan bahwa nama kami berdua ada di satu ruangan. Saat sedang berjalan menyusuri, tiba-tiba ada seseorang sengaja berlari dari arah yang berlawanan.

BRUUUK

Raissa terjatuh ke lantai dengan isi goodie bag nya yang berhamburan.

"Eh, sorry. Gue tadi lagi buru-buru. Lo nggak papa, kan?" Tanya cowok itu.

Tidak ada jawaban dari kami berdua. Cowok itu langsung tanggap membereskan isi tas Raissa yang berserakan. Dan sekali lagi, dia meminta maaf.

"Ini tas lo! Sekali lagi gue minta maaf. Kalo lo perlu pertanggung jawaban dari gue, lo bisa hubungin di nomor ini." Kata cowok itu sambil memberikan secarik kartu nama. "Tapi, gue harus pergi sekarang. Ada yang harus diselesain."

Sepeninggal cowok itu, hanya menyisakan kami berdua. Siswa lain yang memandang pun, kini sudah sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Lo nggak papa, Rai?" Tanyaku khawatir.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang