21* PERKUMPULAN

1.6K 112 2
                                    

"Lo seriusan nggak papa, Raf?" Tanya Nasya yang masih fokus menyetir.

"Nggak, gue nggak papa, kok."

"Lo nggak minum obat, ya?"

Rafael hanya diam. Pandangannya lurus ke depan menatap jalanan. Ia tidak ingin mengaku bahwa memang dirinya lupa memasukkan obat ke tasnya. Obat yang selalu ia bawa.

Nasya paham. Jelas saja ia khawatir akan keadaan Rafael. Orang tuanya telah memberi amanah pada Nasya. Apapun yang terjadi dengan Rafael, maka ia yang bertanggung jawab.

"Oh iya, gue baru inget. Bukannya Raissa ikut ke rumah lo?" Tanya Nasya mengalihkan pembicaraan.

"Tadi gue ke kelasnya dia, dan katanya nggak bisa ke rumah gue karena ada tugas kelompok." Jelas Rafael.

Tanpa anggukan, Nasya sudah paham. Pacar sepupunya ini sudah terlalu sering banyak alasan. Entah kenapa Nasya berpikiran seperti itu.

Gue bingung sama lo, Raf! Kenapa lo bisa jatuh cinta sama orang yang kenyataannya sama sekali nggak ada disaat lo butuh? Batin Nasya.

Tidak sampai setengah jam, mobil putih Nasya sudah terparkir di garasi rumah megah Rafael. Di sebelah belakang ada motor Sandi yang mengurangi laju speedometer nya.

"KAKAK!" Suara teriakan itu seketika mengejutkan mereka yang baru saja ingin melangkah ke pintu.

Dari jauh, ada seorang anak kecil berlari ke arah Rafael. Anak kecil itu pun langsung memeluknya.

"Itu adek lo, Raf?" Tanya Sandi.

"Iya." Yang menjawab bukan Rafael, tapi Nasya.

"Kak Rafa beli coklat, nggak?" Seru perempuan kecil itu sekaligus melepaskan pelukannya.

"Waduh! Kakak lupa beli lagi. Maafin kakak, ya?" Pinta Rafael mengangkat jari kelingkingnya.

Anak kecil itu hanya diam, lebih tepatnya merajuk. Bibirnya mengerucut karena ia marah pada kakaknya yang agak pelupa itu.

"Nama kamu siapa?" Tanya Syanin sambil membungkuk ke arahnya.

"Rossy." Tidak seperti anak kecil pada umumnya, Rossy tidak sama sekali cadel akan huruf R.

Syanin mengangguk lalu tersenyum. Dia mengeluarkan sesuatu dari ranselnya. Ketiga temannya menatap Syanin bingung, begitu pun Rossy masih terlihat melongo.

Sebuah kemasan coklat sudah ada di tangan Syanin.

"Ini buat Rossy!" Ucap Syanin sembari menyodorkan sebatang coklat itu.

"Wahh, makasih, kakak! Kakak cantik deh, kakak namanya siapa?" Puji Rossy sehingga pipi Syanin memerah.

"Nama kakak cantik itu, Syanin." Sudah tentu yang menjawab itu bukan Syanin sendiri, tapi Sandi. Semua mata tertuju ke arahnya. Sandi hanya menyunggingkan senyum ke semua mata itu, terutama pada Syanin. Pipi Syanin tambah merah mendengar kalimat pendek Sandi.

"Oh, kak Syanin. Kak Syanin pacarnya kak Rafa atau kakak yang ini?" Tanya Rossy dengan polos sambil menunjuk ke arah Rafael dan Sandi bergantian. Wajah Syanin masih saja memerah, tapi jauh di dalam hatinya, ia ingin berteriak, 'Rossy, kakak pengen banget jadi pacar kakak kamu, tapi sayangnya di hati kak Rafa gak ada nama kakak-Syanin.'

"Kakak bukan pacarnya siapa-siapa, kok. Kita semua ini cuma sahabat." Balas Syanin sembari menampilkan fake smile nya. Hatinya hampir retak mengatakan kata-kata itu.

"Yaudah, mendingan langsung masuk aja, yuk!" Ajak Rafael sehingga mengalihkan suasana.

Ternyata bukan ruang tamu yang Rafael tuju. Justru ia berlari ke kamar tidurnya yang berada tepat di samping ruang tamu. Nampak di wajahnya seperti sedang ketakutan. Sandi memperhatikannya sedari tadi. Ia berjalan mengendap-endap menuju kamar Rafael. Kebetulan saja, pintunya tidak tertutup rapat.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang