16* THANKS, SANDI (2)

2K 127 3
                                    

"Kenapa hatimu sakit? Karena kamu pernah berdoa agar mendapatkan yang terbaik. Maka Tuhan mematahkan hatimu. Karena bagi-Nya, dia bukanlah yang terbaik untukmu."

*****************

Aku berlari jauh sehingga Sandi tertinggal di belakang.

Dengan nafas terengah-engah, langsung ku tepuk jidatku sendiri.

Ya ampun, gue lupa motor Sandi ditaro dimana?

Seingatku motornya bukan diparkirkan di tempat aku berdiri. Lalu, sekarang Sandi kemana?

Kulihat sekeliling sambil meratapi setiap sudut pandang. Hasilnya nihil. Tidak ada Sandi di sekitar sini. Aku menutup wajah dengan kedua tanganku sendiri. Rasanya seperti tersesat di sebuah labirin. Bingung.

"Doorrrr!"

Tiba-tiba Sandi mengejutkanku dari belakang.

"Ihhh, gue nggak suka dikagetin!" Kataku kesal plus memasang wajah cemberut.

"Lagian sih, pake lari segala. Udah kayak film India aja." Celetuk Sandi. "Lo ngapain coba kesini-sini? Motor gue tuh ada disana!" Sambungnya sambil menunjuk ke arah utara.

"Iyaiya, gue lupa. Udah yuk, pulang!" Aku merengek.

Tapi dia malah menarik tanganku.

"Eitsss, jangan beranjak dulu."

"Mau ngapain lagi sih, emang?!"

"Gue mau ngajak lo ke suatu tempat."

Alisku terangkat sebelah. Kenapa dia jadi sok dramatis begini?

"Lo pasti mau ngajakin gue ke toko buku, ya kan? Halah, udah deh, gue lagi nggak mood kesan, nih. Lo kan juga udah ngasih gue novel. Ngapain ke toko buku lagi? Hah?" Kataku dengan pedenya.

"Siapa juga yang mau ke toko buku?" Sandi malah balik nanya.

Aku langsung tengsin, dong.

"Ke suatu tempat yang letaknya di bumi. Puas lo?" Jawabnya sembari mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Sekarang terbalik, dia yang beranjak pergi ke motornya. Sedangkan aku ditinggal sendiri di belakangnya. Yang masih aku pertanyakan adalah Sandi ingin mengajakku kemana?

Suara gas motornya cukup membuat orang yang mendengar-akan menutup telinga.

"Ngapain lo berdiri disitu?" Tanya Sandi yang sebenarnya menyuruhku naik.

"Gue masih bingung. Lo mau ngajak gue kemana, sih?"

"Cuman ada dua pilihan. Pertama, kalo lo mau ikut gue, silahkan naik ke motor ini. Kedua, kalo nggak mau ikut, lo cari temen pulang atau lo pulang sendirian. Mau pilih yang mana, cepetan?"

"Gak ada pilihan yang ketiga? Gue mau pulang bareng lo, tapi gue nggak mau ikut lo."

"Pilihan cuman dua. No maruk! Gue itung sampe tiga lagi, kalo lo nggak naik, satu, du-"

"Yaudah deh, gue ikut." Terpaksa aku memilih pilihan pertama. Yang kulihat, ia tersenyum sekilas.

Secepat kilat motornya melesat. Sampai-sampai rambutku yang tadinya terikat rapi, malah jadi berantakan.

Fikiranku masih berputar-putar tentang tujuan Sandi membawaku hari ini. Pasrah saja, asalkan dia tidak mengajakku ke tempat yang aneh.

Setengah jam kemudian...

Motor Sandi berhenti. Mesinnya pun sudah dimatikan. Ia melepas helmnya. Otakku masih bingung. Aku seperti pernah kesini. Daerah ini tidak asing. Pemandangannya pun tidak seperti kota. Yang jelas, pasti Sandi telah membawaku jauh dari rumah.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang