Bab 10. Thin Shadow

24.4K 2.1K 64
                                    

Hari kesekian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari kesekian

Aluna menghela napas pelan dan berbalik cepat. Dia berjalan dengan kecepatan penuh. Tatapannya mengintimidasi membuat pria yang terlihat terlatih sebagai mata-mata di depannya, menghentikan langkah tiba-tiba. Mungkin dia tidak berpikir bahwa Aluna akan menghampirinya.

"Bisa kita bicara baik-baik? Silahkan."

Aluna memberi kode dengan tangannya kepada pria di depannya untuk masuk ke sebuah kafe. Pria itu mengangguk pasrah dan mereka berjalan masuk dengan Aluna berjalan di depan setelah pria itu dengan sopan mempersilahkan untuk dia berjalan terlebih dahulu.

Aluna memilih tempat duduk di dekat jendela. Pria tadi mengikutinya duduk dan menunduk hormat. Mereka masih berdiam diri dengan Aluna yang mengamati pria itu. Pria itu mungkin berumur lebih dari 50 tahun. Berpakaian rapi dan dilihat dari gerak-gerik dan aura wajahnya, pria itu jelas memiliki jiwa yang muda.

"Hmm. Saya memiliki keyakinan anda mengawasi saya lebih dari seminggu terakhir. Benar?"

"Benar Nona."

"Baik. Tentu ada sebuah alasan anda melakukan itu bukan?"

"Benar Nona."

"Boleh saya tahu? Terus terang saya merasa tidak nyaman dengan tindakan Bapak."

"Maafkan saya Nona. Ijinkan saya memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya Harmoko. Dan saya dibawah perintah Ibu Rosita Sandjaya."

"Apa saya mengenal beliau? Yang memberi anda perintah?"

"Saya tidak berhak memberikan penjelasan untuk bagian itu Nona. Tapi Ibu berpesan agar saya menyerahkan..."

Pria itu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin hati yang terbelah. Dia meneruskan kata-katanya. "...ini Nona. Dan sebuah alamat." Pria itu mengeluarkan sebuah kartu nama dan mendorongnya ke arah Aluna.

Aluna mengamati dua benda di depannya dan mengangguk. Dia berusaha bersikap tenang namun tak urung dahinya mengernyit dalam ketika dia memperhatikan sekali lagi kalung dengan liontin hati yang terbelah itu. Aluna meraba dadanya. Perlahan mengikuti nalurinya, dia melepaskan kalung miliknya dan setelah menatap pria di depannya yang mengangguk seakan menyetujui apapun yang dia lakukan, Aluna menyatukan kedua liontin itu. Aluna terhenyak ketika liontin itu menyatu dengan sendirinya ketika berdekatan seakan mereka memiliki magnet yang saling tarik menarik.

"Ibu Rosita menunggu anda kapan pun anda mau menerima sebuah penjelasan untuk semua ini, Nona. Maafkan tindakan saya selama seminggu ini."

Pria itu, selayaknya seorang mata-mata profesional dan setia pada majikannya, beranjak dan berjalan keluar dari kafe. Aluna menatap pria itu hingga menghilang dari pandangan matanya dan menyadari bahwa pria itu tidak akan menceritakan lebih dari batasan yang telah ditentukan oleh majikannya.

"Rosita Sandjaya? Bukankah dia wanita istri pemilik hotel Pearl tempat Firli bekerja?"

Aluna meraih liontin dan kartu nama di depannya dan memasukkannya ke dalam tas. Dia segera beranjak dan memesan satu cup kopi dingin dan membawanya keluar. Dia kembali berjalan menyusuri trotoar dan berjalan ke arah shelter busway.

ALUNA UNTUK BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang