Tigabelas

477 26 1
                                    

Tiga hari setelah kesediaan Rose menggantikan Silvia. Silvia langsung mengumpulkan seluruh staff dan karyawannya untuk memperkenalkan Rose. Sebenarnya Rose menolak tapi Silvia memaksa dengan alasan bahwa semua orang harus tau siapa penggantinya sekaligus memperkenalkan putri satu satunya yang akan mewarisi seluruh kerajaan bisnisnya.

Rose pun tak bisa berbuat apa apa. Dan disinilah ia sekarang berada diatas podium setelah Silvia memperkenalkanya.

Silvia memberi kode pada Rose agar bicara. Dengan susah payah Rose meneguk salivanya susah payah. Sebanyak inikah seluruh pegawai ibunya? Bisakah ia memimpin perusahaanya? Rose menjadi gugup. Silvia melihat gelagat kegugupan Rose. Dengan anggun dia berjalan mendekati Rose untuk menenangkanya.

"Mereka semua bergantung padamu Rose,percayalah kamu pasti bisa." Silvia memeluk Rose erat. Seakan mendapat kekuatan Rose berusaha meyakinkan diri bahwa dia pasti bisa. Demi kesejahteraan seluruh pegawainya.

"Terimakasih semua atas sambutannya,saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan ini,mohon bimbinganya dan restu dari kalian semua,Terimakasih."

Suara tepuk tangan begitu riuh menyambut pemimpin baru mereka. Rose turun dari podium dan menyalami seluruh staff satu persatu. Setelahnya Silvia mengantarkan Rose ke ruang kerjanya.

Dan lantai seorang CEO berada di paling atas. Rose begitu kagum dengan desain ruang kerjanya. Di lantai ini hanya ada ruang kerjanya. Ruang sekretaris dan beberapa ruang untuk meeting. Untuk naik ke atas pun harus menaiki lift yang memang hanya boleh digunakan oleh dirinya.

Silvia pun langsung menjelaskan beberapa pekerjaan yang harus Rose tangani. Dan menjelaskan beberapa proyek yang sedang berjalan.

Silvia memperkenalkan Laras sebagai sekretaris Rose. Laras yang akan mengatur semua jadwal Rose.

Sepeninggal Silvia, Rose langsung dihadapkan pada tumpukan berkas dan beberapa jadwal meeting. Kata Silvia lebih cepat lebih baik apalagi waktu Silvia sakit banyak pekerjaan yang tertunda. Rose hanya bisa menerima.

Rose duduk di kursi kebesarannya. Dengan telaten Laras menjelaskan beberapa berkas berkas yang harus ditanda tangani dan jadwal meeting yang harus Rose ikuti.

Tak terasa waktu sudah siang. Rose menyandarkan kepalanya pada kursi dan sedikit memijit pelipisnya.

"Waktunya makan siang Rose." Laras memperingati. Rose memperbolehkan Laras memanggil dirinya dengan nama saja saat sedang berdua.

Rose hanya berdehem.

"Mau makan diluar atau makan disini." Tawar Laras.

"Disini saja Laras."

"Baik,istirahatlah Rose kamu nampak lelah sekali."

Rose hanya mengangguk. Setelah Laras keluar Rose menghubungi Sam.

Rose meletakkan hapenya kasar saat tidak ada jawaban dari Sam. Mungkin sedang menangani kasus,pikirnya. Badan Rose terasa pegal semua mungkin dengan mendengar suara Sam semangatnya kembali. Tapi apa yang dia bisa lakukan jika Sam pun sedang sibuk.

Rose melepas blazer hitamnya dan menyisakan kemeja putih di dalamnya. Dilipatnya bagian lengan sampai kesiku. Ia beranjak ke kamar mandi ,mencuci muka agar terlihat lebih segar. Keluar dari kamar mandi Rose langsung merebahkan diri di sofa. Ia perlu tidur sebentar.

"Larass!"

Laras mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Ibu Silvia." Laras membungkuk hormat.

"Dimana putriku?" Tanya Silvia sembari tersenyum.

"Diruanganya bu."

"Dia tidak keluar makan siang."

"Tidak bu,sepertinya Nona Rose kelelahan jadi minta makan siangnya di bawakan ke ruangannya."

Love By Gun (Selesai) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang