Teil 5 (Kranke und regen - Sakit dan Hujan)

4.6K 255 25
                                    

( Edited )

Sebuah kalimat yang tidak asing untuk setiap telinga di muka bumi. Beberapa suku kata yang singkat dan mudah dimengerti. Tapi selalu saja terulang tentang keterlambatan untuk mengartikan kalimat itu. Hampir setiap orang mendapati bagiannya untuk ini. Kalimat itu adalah : penyesalan selalu datang belakangan. Mustahil jika penyesalan terjadi di awal. Ketidakmungkinan itu seperti halnya manusia yang mati hidup kembali.

Sekarang giliran Arga yang terbuai bersama tiga suku kata itu. Berada dalam sebuah penyesalan yang mungkin tidak bisa ia sembuhkan. Kalau saja dari awal dia memberanikan diri untuk menyatakan cintanya. Mungkin saat ini dirinya tidak akan terperosot bersama rasa sesalnya itu.

Sejak kepulangannya dari Taman bermain dua hari yang lalu, Arga menjadi lebih pendiam dari biasanya. Dia selalu menarik dirinya kala keempat temannya berkumpul seperti biasa. Cowok dengan mata yang tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil ini belum mampu menatap Amanda lagi. Hatinya masih belum pulih menyaksikan senyum cantik di wajah gadis yang telah mengobrak-abrikan mentalnya.

Arga tidak tahu harus marah dengan dirinya sendiri atau ke gadis itu. Tapi pastinya ia akan menjadi egois jika menaruh rasa kecewa ke Amanda yang nyatanya gadis itu sama sekali tidak mengetahui perasaannya.

Dua hari berturut-turut Arga melakukan hal yang sama di dalam kamarnya. Duduk di lantai samping tempat tidurnya. Lututnya tertekuk mendekati dagunya. Kepalanya menduduk dan berubah mengadah ke langit-langit kamarnya. Beberapa menit pemandangan itu berlangsung.

Anisa selaku Mamanya merasa iba dengan putra kesayangannya. Ia tengah memperhatikan tingkah Arga beberapa menit yang lalu melalui celah pintu yang sebelumnya ia buka perlahan. Wanita berkuncir satu rapi itu memasuki kamar putra satu-satunya lebih dalam. Sebenarnya sejak kemarin Anisa ingin memberanikan diri bertanya kepada Arga. Tapi ia lebih memilih membiarkan sesaat anaknya seperti itu.

"Sayang," panggil Anisa mengelus lembut rambut Arga.

Sang pemilik kamar menoleh lalu berakhir menatap lemari pakaian di depannya.

"Mau cerita?"

Arga menghela napasnya. Sudah pasti ia akan menceritakan segala masalahnya ke wanita berjasa di sampingnya.

"Arga telat, Mah."

Seperti halnya seorang anak indigo yang mengetahui kejadian masa depan. Anisa juga mempunyai naluri keibuan yang kuat. Ia sudah bisa menebak tentang apa yang tengah terjadi kepada anaknya itu. Anisa mengira Arga bermasalah dengan makhluk yang namanya perempuan.

Anisa menggeser bokongnya lebih dekat dengan kepala Arga.

"Mama tau perasaan kamu, Sayang." Masih membelai lembut rambut putranya.

Arga tersentak pelan. Menarik tubuhnya ke atas duduk di samping Anisa.

"Mama tau masalah Arga?" Alisnya bertautan.

"Mama cuma nebak. Kalo kamu sedang bermasalah dengan gadis yang pernah kamu pikirin waktu itu." Tangan yang tidak muda lagi itu menggenggam lima jari milik Arga.

"Mama tau darimana?" tanya Arga datar.

Anisa tersenyum. Membuat seisi ruangan berasa hangat. Meneduhkan hati gundah yang sedang Arga rasakan.

Ich Liebe Dich [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang