Teil 40 ( Ist wieder passiert - Terjadi Lagi )

2.7K 171 14
                                    

Kalau saja sebongkah hati itu dapat terlihat, pasti hati ini sudah tidak berbentuk karena pernah hancur berkali-kali. Kehilangan, perpisahan, dan kerinduan mendalam. Itulah penyebabnya.

•••••

Terdengar lantunan lagu westlife berjudul one last cry yang menemani Amanda malam ini. Ia tengah duduk di lantai sambil menuliskan sesuatu di meja ruang tamu kamar hotelnya. Setiap llirik yang Amanda dengar sekarang, nyaris serupa dengan apa yang ia rasakan saat ini. Matanya mulai berkaca-kaca kala ia menulis sesuatu yang kelak akan disampaikan oleh Arga.

Amanda terlalu kelu untuk mengucapkan kalimat-kalimat itu secara langsung. Ia lebih memilih sepucuk surat yang menjadi perwakilan kata hatinya.

Sampai di paragraf terakhir, airmatanya berderai hingga membasahi pipi dan lehernya. Sesak. Untung saja Putra sudah terlelap bersama Bik Minah sejak dua jam lalu. Membuat Amanda leluasa menumpahkan emosinya malam ini.

Semakin terisak, Amanda menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangannya di atas meja. Kenapa takdirnya harus serumit ini? Apakah ini sebuah hukuman atau memang ada rencana di balik semua ini? Amanda terus bergulat dengan pikirannya. Menghabiskan beberapa malam terakhirnya di Jerman dengan meratapi kesedihannya akan seseorang yang segera bersanding bersama kekasihnya.

•••••

"Ga, gimana? Bagus nggak?" tanya Sania yang sedang menggunakan gaun panjang berwarna merah muda. Pakaian yang akan ia kenakan di hari pertunangannya bersama pria itu.

Tidak ada tanggapan dari Arga. Pria itu tampak melihat ke arah lain. Tatapannya kosong. Seperti jiwanya sedang tidak lagi menyatu dengan jasadnya.

"Ga?" panggil Sania lagi sedikit kesal karena Arga belum juga menoleh ke arahnya.

Masih. Arga belum menyahuti. Entah itu sengaja atau memang Arga tidak mendengar panggilan itu.

Akhirnya Sania dengan langkah sebal, menghampiri Arga yang tidak jauh dari posisinya tadi di depan ruang ganti butik ini.

"Ga? Kamu denger aku nggak sih?" Sania berdecak sebal.

Arga menyentak pandangannya ke Sania. Dia baru sadar kalau wanita itu sudah ada di depannya.

"Iya, kenapa?"

Sania mengembuskan napas kasar. Lalu Sania menjumput bagian bawah gaunnya guna memperlihatkan lagi ke Arga. "Gaunnya bagus nggak?"

Arga menelisik sebentar gaun itu. "Bagus. Tapi ...," ucapnya tapi terhenti.

"Tapi kenapa?"

"Aku lebih suka warna ungu," kata Arga.

"Ungu?" Sania mengernyit. Ia tahu siapa yang menyukai warna ungu. Saat-saat dimana Arga baru tiba di Jerman, saat itu Arga sering menceritakan segala hal tentang Amanda. Termasuk warna kesukaannya wanita itu.

"Iya, ungu," ulang Arga sambil mengangguk.

"Aku nggak suka warna ungu, Ga. Aku suka warna pink. Bukan aku yang suka warna ungu," kata Sania dengan kesal.

Arga menghela napas perlahan. "Yaudah gimana kamu aja," ucapnya.

Sania mengerucutkan bibirnya ke samping. Sesekali menggigit bibir bawahnya sambil memperhatikan Arga yang melamun lagi seperti tadi. Pria itu menjadi aneh sejak semalam. Lebih tepatnya sejak pertemuannya dengan Amanda di taman. Arga menjadi lebih diam, datar, dan seperti orang yang kehilangan arah.

Ich Liebe Dich [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang