Teil 14 (Hühnchen Nudeln - Mie Ayam )

3K 178 13
                                    

Ke esokan harinya di parkiran kampus secara bersamaan Arga dan Bili memarkirkan kendaraannya masing-masing. Mereka tiba di cuaca yang masih pagi ini bebarengan. Sebelum Arga selesai melepas pelindung kepalanya, Bili berlari kecil menghampirinya.

"Jadi sekarang status jomblo lo udah berubah?" Bili menyandarkan pinggulnya di motor bebek sebelah Arga. Setelah menyangkutkan helm di spion motor, Arga melihat wajahnya di kaca spion satunya. Merapikan sedikit bagian depan rambutnya.

"Emang itu kan yang lo mau?" Arga melipat tangannya di depan dada. Sekarang ia mengikuti gaya Bili. Berhadapan dengan Bili.

"Tapi lo serius kan sama Laura? Lo nggak jadiin dia sebagai pelarian lo doang kan?" Bili mengangkat kedua alisnya.

Arga tidak menjawab. Ia menurunkan lipatan tangannya dan melenggang pergi dari hadapan cowok berkemeja kotak-kotak berwarna hijau tosca itu.

Bili mendengus sebal. Karena masih banyak pertanyaan yang belum ia keluarkan, mau tidak mau ia harus mengejar Arga dan menyejajarkan posisinya berjalan di samping Arga.

"Ga? Gue serius ini. Jangan sampe lo cuma main-main sama Laura," cecer Bili. Ia harus berjalan sambil sesekali menghadap wajah Arga. Ia ingin memastikan apa pembelaan Arga tentang pertanyaannya ini.

"Gue nggak tau."

"Ga, jangan gitu dong. Lo kan tau gue masih sepupuan sama Laura. Kalo lo nyakitin dia, terus dia ngambek, yang ada gue juga yang kena," rengek Bili bena-benar mengintimidasi cowok di sampingnya.

"Gue nggak nyakitin Laura." Arga masih terus berjalan sampai kakinya menaiki beberapa tangga untuk mencapai gedung kampus.

"Sekarang enggak. Tapi siapa tahu nanti lo bakal nyakitin Laura. Kecuali lo emang beneran mau move on dari Manda," cerocos Bili tak henti-henti.

Saat ini Arga masih belum bisa jujur sepenuhnya ke Bili. Tidak mungkin ia menceritakan tentang keterpaksaannya menjalin hubungan dengan Laura. Bisa-bisa Bili akan marah besar padanya. Selama Arga mampu, Arga akan terus bertahan dengan Laura. Siapa tahu juga Laura bisa menghilangkan pikirannya tentang Amanda.

Arga berhenti di kakinya. Tepat di depan salah satu pilar yang ada di koridor gedung. "Lo tenang aja. Sebisa mungkin gue nggak akan bikin Laura kenapa-napa," ucap cowok berkaos kerah warna abu-abu gelap itu.

Bili bernapas lega mendapatkan jawaban yang meyakinkan dari mimik wajah Arga.

Ponselnya bergetar. Arga merogoh benda itu dari saku celana jeansnya. Kakinya bergeser ke belakang untuk memberikan jalan bagi orang-orang yang berlalu di sana.

Haka Faisal Ahmad : lo udah sampe kampus belum? Tolongin gue dong.

Arga Dwi Putra : udah. Apaan?

Haka Faisal Ahmad : jemput Manda di kosannya. Gue belum sampe kampus. Agak telat mungkin. Bakalan manyun si Manda kalo gue telat jemput.

Arga Dwi Putra : oke. Gue jemput Manda sekarang.

Setelah mengembalikan ponsel ke dalam sakunya. Arga bergegas. Berlari kembali menuju parkiran. Ia tidak menoleh sama sekali saat Bili berteriak memanggil-manggil nya.

Hampir sepuluh menit Amanda berdiri di pinggir jalan depan kosannya. Sesekali gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Amanda sudah mulai sedikit tidak nyaman di posisinya. Sebentar lagi ia akan menghajar Haka dengan ocehannya karena membuatnya menunggu seperti ini. Janjinya sudah lewat dari sepuluh menit.

Amanda  terbelalak ketika ninja  putih  berhenti  tepat di depannya.

"Gue  disuruh  jemput  lo  sama  Haka. Dia  agak  telat  sampe  kampus," ucap  Arga  yang  terdengar  samar  karena  helmnya  masih  menempel  di kepalanya.

Ich Liebe Dich [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang