Teil 32 (Verschwinden - Akan Hilang)

2.6K 145 3
                                    

Pada akhirnya, hal ini akan menjadi kenyataan. Perlahan tapi pasti, yaitu perpisahan.

•••••

Sudah beberapa belas menit lalu, Haka dan Oni tidak ada matinya dalam hal saling melempar ejekan satu sama lain. Selalu seperti itu. Keduanya heboh dalam ledekan masing-masing. Kadang Oni menjitak kepala Haka, atau sebaliknya, Haka menyentil telinga Oni yang membuat Oni kembali membalas keisengan itu.

Mereka sama sekali tidak mempedulikan Amanda yang tengah sibuk berkutat pada buku catatannya sejak tadi. Amanda begitu serius. Padahal Haka dan Oni berada persis di depan gadis itu.

Namun, pada akhirnya Amanda yang rupanya mulai terganggu, tidak bisa menahan kerisihannya atas kegaduhan yang dibuat dua temannya itu.

Amanda mendesis, lalu menggebrak meja tempatnya mengerjakan tugas. "Berisik banget sih." Amanda mengerang dengan sebaris kernyitan di dahi. Praktis Haka dan Oni yang sedang terbahak entah karena candaan apa, mengunci bibirnya serapat mungkin.

"Gue lagi sibuk nih. Mending cari tempat lain aja deh, kalo mau bercanda," lanjut Amanda geram.

"Duh, galak banget sih nyonya Permana," ledek Haka seraya mencolek dagu Amanda. Gadis itu melengos dengan kesal. Lalu mengerucutkan bibirnya ke depan.

Haka dan Oni saling membagi tawa ketika melihat wajah ambekan Amanda yang cukup lama tidak mereka lihat.

"Eh, eh, Mand. Malem pertama lo gimana?" Haka memajukan wajahnya ke Amanda, mempertanyakan suatu hal dengan nada jahil yang langsung membuat Amanda memicingkan matanya.

"Iya, Mand. Gimana, gimana? Coba ceritain ke kita," Oni ikut-ikutan. Sekarang mata sipit Amanda menjurus ke cowok betawi itu.

"Kalian ... Ke-po," balas Amanda. Wajahnya langsung melengos ke buku tugas yang sejak tadi menyita perhatian Amanda. "Kalo mau tau, cepetan sana merid," tambahnya sambil menulis sesuatu di buku itu.

Haka tergelak. "Mau dikasih makan apaan anak-bini gue kalo merid sekarang." Dan Oni pun juga tergelak menanggapi ucapan Haka.

Suara dering musik klasik terdengar dari ponsel Amanda yang tergeletak dekat buku. Amanda melirik ke layar ponsel mencari tahu nama yang tertera disana. Itu suaminya. Amanda mengangkat panggilan itu.

"Iya, Bim," sapa Amanda. Sedangkan Haka dan Oni saling membagi pandangan seperti sebuah godaan ke Amanda.

"Aku sudah urus semuanya hari ini. Masalah kampus kamu dan barusan aku juga sudah minta tolong Mba Marni untuk packing barang. Besok pagi kita udah bisa berangkat ke Kalimantan," ucap Bimo panjang lebar dari balik telepon.

"Hah? Besok?!" pekik Amanda di luar kesadarannya. Mulutnya sedikit terbuka karena saking terkejutnya ia bahwa Bimo bisa semudah itu melakukan hal-hal yang menurutnya harus butuh beberapa waktu untuk penyelesaiannya.

"Iya, besok. Bukannya kamu yang minta? Aku fikir dengan gaya bicara kamu semalam, kamu memang ingin cepat-cepat pindah kesana."

"Iya, sih. Tapi nggak secepat besok juga. Masalahnya, besok itu aku ada ujian lisan yang mempengaruhi nilai akhir aku nanti." Bahunya melorot dengan sebaris kernyitan di dahi. Haka dan Oni mulai tidak mengerti kemana arah pembicaraan gadis itu bersama suaminya.

Ich Liebe Dich [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang