23. Merindukan Yang Hilang

23.2K 2.1K 321
                                    

23 Juli

Hari ini adalah hari ke-5 kelas kehilangan Peanuts. Iya, ada Iqbaal. Tapi, suasana di kelas jadi beda. Gak ada yang ngisengin gue, bikin gue kesel, teriak-teriak gak jelas, naik kemeja guru, traktir AlBas macaroni sama aqua gelasan. Intinya, kelas kangen sama lo Peanuts...

***

(Namakamu) meletakkan tasnya di atas meja dan bersandar pada sandaran kursi dengan lemas. Ia masih memikirkan Fakhri yang sampai saat ini belum ada perkembangan. Semalam dia menginap di rumah sakit, menemani lelaki itu dengan harapan bisa melihat Fakhri sadar dari koma.

Ia teringat dengan hari itu, ketika Iqbaal membukakan pintu ICU untuknya. Matanya melihat tubuh yang selalu memeluknya dulu terkulai lemah ditemani suara mesin yang tidak pernah ingin (namakamu) lihat ada di samping Fakhri.

Hari itu, dia merasakan sebuah perasaan bersalah yang luar biasa dan tidak bisa lagi dia ungkapkan melalui kata-kata. (Namakamu) menyesal membiarkan Fakhri menunggunya di depan pagar rumah sampai berakhir seperti ini.

"Mau kue nggak? Nyokap gue bikin tadi pagi." Salsha mencoba menawarkan kue bolu yang sudah dipotong-potong pada (namakamu).

"Gue nggak nafsu, Sha." tolak (namakamu) dengan suara pelan. Pikirannya terus tertuju pada Fakhri.

Salsha mengangguk mengerti. Ia mengerti kenapa (namakamu) berubah murung seperti ini. Yah, bukan hanya dia yang tahu, tapi satu kelas juga tahu penyebab dari perubahan sikap (namakamu).

"AlBas nanti siang mau jengukin Fakhri. Lo mau ikut?"

(Namakamu) menghela napas pelan. Wajahnya semakin murung karena siang ini dia tidak bisa menemui Fakhri di rumah sakit, karena ibunya yang mengajaknya pergi ke suatu acara reuni akbar.

"Ayolah (namakamu), jangan gini dong. Fakhri itu masih hidup, dia belum meninggal. Nggak seharusnya lo sesedih ini," ucap Salsha tiba-tiba.

(Namakamu) tidak merespon perkataan Salsha. Ia masih sibuk menikmati setiap rasa sesak yang memeluk batinnya. Dan membuat Salsha menghela napas.

"Gue takut, Sha," lirih (namakamu). "Gue takut kehilangan Peanuts."

Salsha mengerti dengan apa yang dirasakan (namakamu) saat ini. Salsha meletakkan kue bolu di atas meja dan beralih memeluk (namakamu) yang langsung disambut isak tangis pilu dan sarat akan rasa takut.

"Lo harus tetap support Fakhri, gue yakin dia kuat," ujar Salsha.

"Gue takut, sampai detik ini belum ada donor jantung buat nyelamatin nyawanya, sedangkan waktu terus berjalan dan sekarang tinggal dua hari lagi."

Salsha mengeratkan pelukannya dan berusaha keras meyakinkan (namakamu) kalau Fakhri pasti bisa melewati semuanya dan sembuh.

***

Iqbaal berdiri di depan penjaga kantin dan memesan minuman. Sambil menunggu, Iqbaal mengedarkan pandangannya kesegala arah. Dan pandangannya berhenti pada (namakamu) yang duduk di pojok kantin. Sendirian.

Iqbaal meraih minuman yang ia pesan dan menyerahkan selembar uang pada penjaga kantin. Iqbaal melangkahkan kakinya mendekat pada (namakamu).

"Hai?" Sapa Iqbaal.

(Namakamu) tersenyum tipis melihat Iqbaal duduk di hadapannya. Melihat wajah Iqbaal membuatnya teringat pada Fakhri. Wajah mereka seratus persen mirip. Dan (namakamu) kembali mengalihkan pandangannya dengan tangan terangkat, menepis air matanya.

"Oh, sori..."

Iqbaal meraih sesuatu dari saku celananya. Sebuah topeng spiderman. Iqbaal menarik karet di balik topeng itu dan memakainya dengan sempurna.

I Love You Mr. Dhiafakhri [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang