Ik ben bereid om je liefde vandaag, morgen en voor altijd in mijn leven:')
•••
Gerimis, tangis, sakit, dan air mata mengiringi pemakaman siang ini. Payung-payung hitam tampak memenuhi area pemakaman untuk mengantar teman, sahabat, serta saudara pulang ke rumah abadinya. Tidak ada air mata yang terlihat mengalir dari wajah para pelayat, hanya saja wajah murung mereka seolah memberitahu semua, kalau mereka sangat kehilangan.
Aku melihat wajahnya ketika kain kafan itu dibuka sebelum ditutup dengan papan. Wajah tenang dan damai dari kekasihku yang kini sudah bebas dari rasa sakitnya. Dan ini adalah detik terakhir aku melihatnya, benar-benar terakhir.
Salsha dan Steffi memelukku secara bersamaan, menguatkan aku yang saat ini merasa begitu hancur melihatnya pergi setelah sebelumnya memberikan harapan manis dan menjanjikan masa depan bersama. Aku melirik ke arah Bunda yang kini terisak di pelukan Ayah dan Teh Ody yang juga bersandar pada Ayah.
Aku bisa melihat, kalau Ayah adalah orang paling terluka dengan kepergian Fakhri yang tiba-tiba. Tapi, sebagai suami dan Ayah, dia berusaha menyembunyikan lukanya di balik wajah tegar demi Bunda dan Teh Ody.
Gerimis semakin deras dan langit semakin gelap, seolah ikut bersedih dengan kepergian 'lelakiku' pulang ke rumah yang sebenarnya. Aku melihat Aldi, Bastian, dan Rizky naik dari liang dan mulai menurunkan tanah bersama beberapa penggali lainnya.
Aku melemparkan bunga setiap kali tanah itu turun mengubur kekasihku untuk selamanya. Aku ingin menangis, menangis sampai meraung-raung dan mengeluarkan semua rasa sakit di dalam hatiku... Tapi aku tidak bisa. Fakhri tidak mau melihatku menangis karena dia pulang lebih cepat dariku. Dia selalu ingin melihat aku tersenyum dengan apapun yang terjadi padanya.
Nama itu kini berdampingan. Saudara kembar yang sempat terpisah untuk beberapa saat. Aku harap mereka tidak bertengkar ketika bertemu karena Fakhri bukannya bertahan, malah ikut pulang menyusul Iqbaal.
"Lo ikhlas, kan? Dia udah bahagia," bisik Steffi. Aku menahan napas untuk sesaat karena rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadaku.
"Fakhri nggak sendirian, ada Iqbaal yang bisa jagain dia." Air mataku luruh ketika Salsha berucap seperti itu. Aku melihat kedua nama itu, makam Iqbaal sudah hijau dengan rumput yang dipotong rapi, sedangkan Fakhri dengan tanah merahnya yang masih basah kini mulai dipenuhi bunga-bunga dari para pelayat yang ikut menaburkan bunga mereka di atas tanah itu.
Satu per satu para pelayat pergi meninggalkan pemakaman. Ayah sempat menatapku dan meminta ijin untuk pulang duluan karena harus menenangkan Bunda dan Teh Ody yang masih syok dengan kejadian kemarin yang terjadi secara tiba-tiba.
Jantung baru dari Iqbaal mengalami gagal fungsi yang sebenarnya sudah Fakhri ketahui sejak dia terbangun pertama kali pasca operasi. Bagusnya lelaki itu berakting sejauh ini kalau dia benar-benar sudah pulih.
"(Namakamu), pulang, yuk...."
"Kalian duluan aja," balasku. Suaraku serak karena sejak kemarin aku tidak berhenti menangis.
"Lebih baik lo ikut pulang dan istirahat di rumah. Ini juga udah mau hujan." kali ini Aldi yang membujukku untuk pulang.
"Ya udah, kalian tunggu aja di mobil, nanti gue nyusul."
"Oke, kita tunggu di mobil." Rizky langsung mengerti dan memberikan tatapan pada teman-temannya untuk menunggu di mobil dan membiarkanku sendiri dulu di sini.
Aku menekuk kedua lutut dengan senyum tipis. Kerongkonganku tercekat ketika aku menyentuh nisan itu. Rasanya, baru kemarin aku dipeluk Peanuts, baru kemarin Peanuts berjanji akan menemuiku 6 tahun lagi dan mengajakku menikah. Namun, dalam sekejap saja semua itu hilang dan berganti dengan hari kelabu penuh duka.
"Ik hou van je, Peanuts." Aku berucap lirih. "Gue seneng lo bisa di sini sekarang, karena lo akhirnya nggak ngerasain sakit kayak kemarin lagi. Gue seneng lo akhirnya udah bahagia bareng sama Iqbaal."
Aku menatap langit, gerimis itu kini mulai berubah menjadi hujan, memaksaku untuk segera kembali ke teman-temanku yang sudah menunggu.
Kutatap lagi nama yang terukir itu. Dhiafakhri Hernawan. Air mataku luruh untuk keseribu kalinya, hatiku berteriak sakit, Fakhri pergi selamanya, Fakhri tidak lagi berada di sampingku untuk membuatku kesal dan tertawa.
Fakhri... Tidak lagi merangkul bahuku dan membisikkan kalimat cinta yang selalu membuatku tersenyum. Dia pergi. Pergi ke tempat di mana dia bisa bahagia secara abadi dan 'sedikit' meninggalkan luka bagiku.
"Pumpkin sayang Peanuts...." Kali ini aku terisak hebat, kerongkonganku tercekat sampai suaraku tidak lagi terdengar. Kalau kamu mau tahu rasanya, seperti jantungmu dirampas secara paksa dari tubuhmu dengan keadaan kamu sadar seratus persen. Bahkan, bisa jadi lebih dari itu.
Mungkin dia pergi hari ini, tapi kenangannya tidak akan pernah pergi. Semua itu akan selalu tersimpan rapi di dalam memori khusus dan akan aku jadikan cerita dongeng untuk anak-anakku kelak.
Fakhri, terima kasih. Pumpkin sayang Peanuts:')
***
Puter yang mulmed yak, aku dengerin itu pas ngetik😂✌
Bubi & Pluto itu anggap aja mimpinya (namakamu). Mimpi yang puanjaanggg😂 see you di cerita lain😊
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Mr. Dhiafakhri [Completed]
FanficJail dan nyebelin adalah sifat Iqbaal yang muncul tiba-tiba sejak setahun yang lalu setelah Iqbaal kecelakaan. (Namakamu) Clarissa menjadi satu-satunya korban favorite Iqbaal setiap harinya. Tiada hari tanpa kejahilan Iqbaal. Dan ia muak dengan itu...