01. Putra Semata Wayang

722 43 0
                                    


Seorang pria tengah berdoa dengan khusyu' didepan sebuah makam. Setelahnya, ia menangkupkan kedua tangannya diwajahnya. Sembari menghapus setitik air matanya yang menetes. Matanya kini memandang ke batu nisan yang bertuliskan nama istrinya. Istrinya yang sudah lebih dulu pergi meninggalkannya sejak 6 tahun yang lalu. Sejak kelahiran putra pertama mereka. Pria berkulit putih, bermata sipit yang diketahui bernama Hanan Adyatama itu mengembangkan senyumnya lalu bangkit.
Ia mengarahkan pandangannya ke anaknya yang sedari tadi berlarian dipemakaman. Bukannya berdoa untuk ibunya, anak semata wayangnya itu malah asik sendiri.

"Darel!" Panggil Hanan.

Darel yang tadi tengah berlarian langsung berhenti dan mengarahkan pandangannya ke ayahnya. Detik berikutnya ia berbalik dan berlari menghampiri ayahnya. Belum sampai dihadapan ayahnya, ia terlebih dulu jatuh karna tersandung dan seketika langsung menangis.

Hanan menghela nafasnya. Ia menghampiri anaknya dan membantu anaknya itu berdiri. "Ayah udah bilang kan, jangan lari-larian. Sekarang kamu jatuh, kan?" Ucap Hanan dengan lembut sembari membersihkan lutut dan juga siku anaknya.

"Sudah, hapus air matamu. Jagoan ayah nggak boleh nangis." Ucap Hanan lagi menatap anaknya dengan senyuman hangat.

Darel berhenti menangis dan menghapus air matanya lalu memeluk ayahnya yang berjongkok dihadapannya dengan erat.

"Ayo, ucapkan selamat tinggal sama ibu. Baru kita pulang." Perintah Hanan pada anaknya itu.

Darel melepaskan pelukannya dan berjalan menghampiri makam ibunya. "Ibu, Darel pulang!" Ucapnya lalu kembali kepada ayahnya.

Hanan tersenyum bahagia. Ia senang melihatnya. Ia tau, istrinya pasti bisa mendengarnya. Istrinya juga pasti akan merasa sangat bahagia. Meski Darel tak pernah melihat ibunya secara langsung. Tak pernah merasakan pelukan dan kasih sayang dari ibunya. Tapi Hanan mau Darel selalu dan selalu mengingat dan menyayangi ibunya.

"Ayo pulang!" Ucap Darel berjalan lebih dulu.

Hanan berjalan dibelakang anaknya. Melihat anaknya yang tanpa terasa sudah berusia 6 tahun. Tak terasa selama itu ia membesarkan Darel seorang diri. Selama itu ia berperan sebagai ayah dan juga ibu dalam waktu yang bersamaan.

<==>

Hanan berhenti ditaman bermain. Ia membiarkan anaknya bermain sesukanya. Ia tak mau terlalu membatasi gerak anaknya. Tanpa sengaja, ditempat itu juga Hanan bertemu dengan taman lamanya, Agam. Ia memang sudah lama tak pernah bertemu dengan Agam. Dan juga tak pernah berkomunikasi.

Baru saja keduanya mau mengobrol, tapi sebuah keributan membuat keduanya harus menunda sejenak niatnya itu. Hanan bergegas menuju sumber keributan. Sudah ia duga, keributan itu berhubungan dengan anaknya juga. Tanpa pikir panjang Hanan langsung meraih anaknya dan menjauhkannya dari anak laki-laki seumuran anaknya yang berkelahi dengan anaknya itu.

"Darel, kenapa kamu ini?" Tanya Hanan dengan pelan. Ia tak biasa membentak anaknya.

"Dia mendorongku sampai aku jatuh yah." Adu Darel sembari menunjuk anak yang ia maksud.

"Agra, apa benar yang dikatakan itu?" Tanya Agam pada anaknya.

"Aku nggak sengaja melakukannya pa." Aku Agra.

"Kalau gitu, minta maaf." Perintah Agam.

"Tapi aku nggak sengaja pa." protes Agra.

"Agra," tegur Agam.

"Kamu juga harus minta maaf." Perintah Hanan pada anaknya.

"Nggak mau! Dia yang salah." Tolak Darel dengan kedua tangan ia lipat didepan dada.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang