22. Setangkai Mawar Biru

193 22 0
                                    


"Ella. Kamu masih muda. Kamu belum pernah menikah sebelumnya. Jangan sia-siakan hidupmu. Aku tidak mau kamu menyesal nantinya." Ucap Hanan dengan lembut.

"Tidak presdir. Sungguh, aku tidak akan pernah menyesalinya. Aku sangat mengagumi presdir. Aku ingin selalu berada di sisi presdir. Merawat presdir dengan baik. Menemani presdir saat kesepian." Ucap Ella.

Hanan terharu mendengarnya. "Terimakasih Ella. Tapi, aku tidak bisa mewujudkan keinginanmu. Maaf." Lirihnya.

Ella menghela nafasnya, pandangannya beralih menatap ke arah lain. Bola matanya bergerak tak menentu. Sakit. Itu yang ia rasakan setelah mendengar jawaban Hanan. Ia sangat mencintai Hanan. Tapi Hanan menolaknya. Meski Hanan menolaknya dengan kalimat yang sangat sopan dan halus. Tapi, tetap saja itu menyakitkan.

Hanan menarik sapu tangan yang terlipat rapi di dalam saku jas yang dikenakannya. Lalu diulurkan tangannya ke Ella. Ella kembali mengarahkan pandangan matanya pada Hanan. Setelahnya, sapu tangan di tangan Hanan ia ambil dan ia gunakan untuk menghapus air matanya.

"Maaf. Aku membuatmu menangis. Aku, cuma tidak mau menyakitimu. Karna hingga saat ini, aku masih sangat mencintai istriku." Ucap Hanan. "Dia mencintaiku hingga akhir hidupnya. Jadi, aku juga akan melakukan hal yang sama." Sambungnya.

Ella menganggukkan kepalanya mengerti. Ella merasa istri atasannya itu sangatlah beruntung bisa dicintai oleh atasannya. Ia pikir, itulah yang dinamakan cinta sejati.

<==>

Sepulang sekolah, Ervan mengajak Retha untuk datang kerumahnya. Sudah lama sekali ia tak membawa Retha kerumahnya. Ervan meletakkan tasnya di sembarang tempat lalu bergegas ke dapur untuk mengambil minuman. Sementara Retha menunggu di ruang tamu.

Retha menghela nafas pelan lalu melepas tasnya. Tangannya bergerak mengambil sebuah majalah yang tergeletak di atas meja. Ia membuka-bukanya asal, hanya untuk meluangkan waktunya sembari menunggu Ervan yang tengah membuatkannya minum.

Tak begitu lama Ervan sudah kembali menemuinya dengan membawa dua gelas minuman segar. Ia meletakkan kedua gelas itu di atas meja lalu mendudukkan dirinya tepat disamping Rerha. Ervan memposisikan dirinya menghadap Retha.

"Kamu cantik." Puji Ervan.

"Apa sih Van, jangan gombal deh." Ucap Retha tersenyum malu. Ia menutup kembali majalahnya dan mengembalikannya ke tempatnya. Setelah itu ia juga menghadap Ervan. Jarak antaranya dan juga Ervan sangatlah dekat.

Ervan memejamkan matanya sejenak lalu kembali membukanya. "I love you." Ucap Ervan.

"I love you too." Jawab Retha dengan malu-malu.

Mata Retha terbuka lebar saat Ervan hendak menciumnya. Dengan cepat Retha langsung menghindar. Ia mengangkat tasnya untuk menutupi wajahnya.

"Sayang, kamu kenapa sih?" Tanya Ervan menyingkirkan tas yang menghalangi wajah kekasihnya itu.

Retha menggelengkan kepalanya. "Aku cuma nggak mau kaya gitu. Kalau sebatas peluk, its ok. Tapi, untuk cium...." Retha menggelengkan kepalanya.

Ervan mendesah kesal. "Kenapa sih? Orang kamu juga udah tidur sama Darel kan? Apa masalahnya? Lagian aku juga pacar kamu kan?" Protes Ervan.

"Cukup!" Ucap Retha dengan mata terpejam. "Berapa kali aku harus bilang? Berapa kali aku harus jelasin biar kamu itu ngerti dan percaya?" Tanya Retha.

"Aku sama Darel nggak pernah melakukan apapun. Tolong, rubah pikiranmu tentang Darel. Dia nggak sebejat yang kamu pikirkan." Ucap Retha lagi.

"Ck.. nggak pernah sekalipun kamu itu bela aku ya. Aku pacar kamu. Aku sayang sama kamu. Aku juga mau menikah sama kamu. Just kiss." Ucap Ervan.

"Aku percaya kamu sayang sama aku. Tapi maaf Van." Ucap Retha dengan mata yang berkaca-kaca.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang