Darel menahan Retha yang beranjak dari duduknya. "Sorry."Retha membalikkan badannya lalu menunduk hingga wajahnya mendekat ke wajah Darel. "Gue mau ke toilet." Ucap Retha dengan senyuman lebar.
Seketika Darel langsung mati kutu. Ia melepaskan genggaman tangannya dan memalingkan wajahnya. Membiarkan Retha pergi ke toilet.
~
Suara keyboard yang ditekan berulang kali terdengar. Saat ini Retha dan Darel tengah membuat brosur. Brosur audisi pencarian istri untuk ayahnya. Tentu saja itu tanpa sepengetahuan ayahnya. Dirinyalah dan Retha yang akan mengaudisi para wanita yang mendaftar menjadi istri ayahnya.
Retha beralih menatap ponselnya yang bergetar. Dibacanya tulisan yang tertera dilayar ponselnya. Detik berikutnya ia geser tombol hijau yang ada dilayar ponsel lalu mengangkatnya. Ia berdiri dan menjauh dari Darel.
Darel yang tadi tengah fokus pada ponselnya kini beralih menatap Retha. Wajahnya yang datar kini berubah menjadi masam. Ia kembali melanjutkan membuat brosurnya tanpa bantuan Retha. Ia juga bisa kok membuat brosur menarik tanpa bantuan cewek manis itu. Eh apa? Cewek manis? No! Darel meralatnya! Bukan cewek manis, tapi cewek gila. Entah kenapa, lama kelamaan Darel menekan tombol keyboardnya dengan kasar saat mendengar Retha yang sesekali tertawa. Entahlah apa yang Retha bicarakan dengan cowoknya yang egois itu. Arrgghh.. kenapa dirinya jadi tidak fokus membuat brosur.
"Berisik!" Ucap Darel kesal. Rasanya ia emosi. Ya, emosi karna tawa Retha mengganggu konsentrasinya. Cemburu? Ah, tidak tidak. Tidak mungkin ia cemburu. Kalau hanya bermesraan seperti itu, ia juga bisa. Lihat saja nanti!
Darel melirik Retha, cewek itu tetap asik dengan pacarnya. Melupakan tugas untuk membantu dirinya. Huh, Darel menutup laptopnya dengan kasar. Lebih baik ia pulang dan berisitirahat. Itu lebih menyenangkan dibanding harus mendengarkan percakapan Retha dengan Ervan.
Darel berhenti sejenak setelah melangkahkan kakinya beberapa langkah. Apa? Bahkan Retha tak menanyakan dirinya mau kemana? Anak itu benar-benar sudah melupakannya. Baiklah, kalau memang itu yang Retha mau.Darel bergerak menuju kotak sampah. Ia ambil gelas plastik bekas minuman yang masih tertutup. Hanya lubang bekas sedotan diatasnya. Ia letakkan gelas plastik itu diaspal lalu menginjaknya dengan keras hingga menimbulkan bunyi seperti ledakan. Tentu saja itu membuat Retha terkejut. Darel tersenyum miring lalu segera melangkah pergi.
<==>
Gemericik air senantiasa terdengar dihalaman belakang rumah keluarga Adyatama itu. Darel saat ini tengah memberi makan berbagai jenis ikan hias yang ada dikolamnya. Seketika ia menoleh kebelakang dan memandang kedalam saat mendengar ada suara. Benar, ayahnya sudah pulang. Darel meletakkan pakan ikan ditempat biasanya, mencuci tangannya dan segera masuk kedalam rumah.
Hanan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa berwarna putih bersih itu. Ia sedikit mengendurkan dasi yang mengikat lehernya. Rasanya hari ini ia sangat lelah sekali. Mata Hanan yang tadinya terpejam kini terbuka saat sofa yang didudukinya bergetar karna Darel yang mendudukkan dirinya dengan kasar. Hanan hanya mengembangkan senyuman saat melihat wajah masam anaknya.
"Ayah tau, karyawan..."
"Ayah tau. Karyawan, OB dan juga Satpam udah cerita sama ayah." Ucap Hanan memotong perkataan Darel.
"Baguslah. Darel mau ayah hukum mereka." Ucap Darel.
"Kamu yang salah nak." ucap Hanan.
"Kok jadi Darel sih yah? Darel ini anak presdir loh, harusnya mereka menghargai Darel, ayah." Ucap Darel.
"Ini yang ayah nggak suka. Jangan kamu jadikan itu sebagai kesombonganmu. Memang benar kamu anak ayah, tapi kamu nggak ada jabatan apapun disana. Jadi kamu nggak berhak menyuruh-nyuruh mereka sesukamu." Ucap Hanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semut & Bintang
Teen FictionSeorang anak laki-laki yang terlahir 17 tahun lalu dari keluarga orang kaya. Sang ayah, Hanan memiliki sebuah perusahaan properti yang cukup besar dan dikenal masyarakat. Bukan hanya itu, Hanan juga mendanai beberapa perusahaan lain yang membuatnya...