20. Teman Masa Kecil

182 22 2
                                    

"Darel!" Panggil Hanan.

Darel yang hendak menaiki tangga mengurungkan niatnya. Ia berbalik dan menghampiri ayahnya yang tengah duduk manis di sofa berwarna putih bersih itu. Darel meneguk teh hangat milik ayahnya terlebih dulu lalu mendudukkan dirinya didekat sang ayah. Sesaat Darel mengarahkan pandangannya ke jam yang ada didinding. Pukul 17.59. Hampir setiap hari ia pulang dijam itu. Yah, pulang sekolah ia memang tak langsung pulang. Menghabiskan waktu diluar rumah tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Meski Hanan sudah berulang kali mengingatkannya, ia tetap tak menggubrisnya. Ia malas jika harus pulang terlebih dahulu.

"Sekali lagi kamu main dengan pakai seragam sekolah, ayah akan beri kamu surat peringatan." Tegas Hanan.

Eh? Darel terkejut mendengarnya. Surat peringatan? Sudah seperti pekerja kantoran saja.

"Kenapa kamu melakukan itu?" Tanya Hanan.

"Melakukan itu? Apa?" Tanya Darel tak mengerti.

"Menghancurkan hubungan Retha dan pacarnya." Ucap Hanan menatap Darel seduktif.

Damn.. sial. Ternyata Retha melaporkan itu kepada ayahnya. Dasar tukang ngadu. Lagipula, kenapa harus mengadu pada ayahnya. Bukan pada orangtuanya sendiri. Ck.. dan lagi, ayahnya selalu membela cewek itu. Huh. Yah, walau memang dirinya yang salah sih.

"Kalau memang kamu menyukainya, atau bahkan menginginkannya, bukan berarti kamu bisa menghancurkan hubungannya begitu saja. Apa ayah pernah mengajarimu seperti itu?" Tanya Hanan.

"Tapi yah, cowoknya tuh nyebelin tau. Dia sering buat Retha sedih, bahkan sampai nangis." Jawab Darel.

"Apapun alasannya. Kamu nggak berhak bersikap seperti itu." Sergah Hanan. "Ayah mau kamu minta maaf sama Retha. Dan juga pacar Retha." Lanjutnya.

"What?" Kaget Darel. "Kalau sama si cewek gila itu sih ok ok aja. Cuma kalau sama cowoknya, ogah!" Ucap Darel penuh dengan  penekanan di kata terakhir.

"Kalau kamu nggak mau minta maaf sama pacar Retha, ya udah, ayah larang kamu buat ketemu sama Retha."

"Heh? Kok gitu?" Tanya Darel panik. "Ok deh. Darel minta maaf sama cowok brengsek itu." Ucap Darel.

"Darel!" Tegur Hanan.

"Iya iya maaf." Ucap Darel dengan wajah kesal.

Rasanya malas sekali meminta maaf pada Ervan. Setiap bertemu orang itu, bawaanya selalu pengen berantem. Tapi jika ia tak minta maaf, ayahnya akan melarang dirinya bertemu Retha. Eh? Bukannya seharusnya ia senang jika tidak bertemu cewek gila itu? Dengan begitu cewek gila itu tidak akan mengganggunya lagi. Tapi, Retha tak mau munafik, ia mulai merasakannya. Rasa yang ada dalam hatinya. Rasa gembiranya setiap ia bertemu dengan Retha.
Tapi, berhadapan dengan Ervan sama saja memancing emosinya. Ah, gampang. Ia hanya tinggal bilang sudah minta maaf pada ayahnya. Toh ayahnya juga tidak tau. Sesekali berbohong tidaklah masalah.

"Malam ini kamu jangan keluar ya. Temen ayah mau dateng." Ucap Hanan lalu membalik halaman koran yang tengah ia baca.

"Tapi, Darel ada janji sama temen pa." Ucap Darel.

"Siapa? Naufal sama Bima? Kalian kan tiap hari ketemu. Luangkan waktumu malam ini aja. Anak temen ayah juga bakalan ikut kesini." Ucap Hanan.

Darel menghela nafas pelan. Baiklah, ia tidak pergi kemana-mana malam ini. Ia harap anak teman ayahnya adalah perempuan yang cantik dan sexy. Siapa tau itu bisa menarik perhatiannya. Darel meletakkan tasnya diatas kursi yang ada didalam ruangan yang tak begitu besar itu. Dilepasnya seragam sekolahnya. Setelahnya ia menjatuhkan tubuhnya kebelakang, di atas kasur yang semalam digunakan Retha untuk tidur. Darel menghela nafasnya. Kenapa ia jadi sangat merindukan Retha. Darel mengusap wajahnya dengan kasar.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang