02. Anak Orang Kaya Bohongan

283 33 2
                                    


Darel sampai dipemakaman dengan nafas yang terengah-engah. Matanya terarah ke makam ibunya yang sudah terdapat karangan bunga. Ia yakin itu karangan bunga dari ayahnya. Ayahnya sudah sampai terlebih dahulu di pemakaman.
Darel mendekat kemakam ibunya dan berjongkok. Ia meletakkan karangan bunga yang tadi ia beli sebelum ke makam ibunya. Menurut informasi yang ia dapat dari ayahnya, ibunya sangat suka bunga lily putih dan juga baby breath. Darel berdoa dengan khusyu' untuk ibunya.

Cowok cungkring itu memang sering mengunjungi makam ibunya. Ayahnya selalu mengajaknya dan mengingatkannya untuk datang ke makam ibunya dan mendoakan ibunya yang sudah pergi menduhuluinya dan ayahnya. Tidak ada waktu khusus. Tapi bisa dibilang hampir setiap bulan ia datang ke makam ibunya. Sekedar hanya untuk mendoakan dan membersihkan makam ibunya.

"Bu..." Darel berhenti berbicara saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Pandangannya kini terarah ke sisi kiri. Ia cukup terkejut melihat siapa yang datang ke makam ibunya.

Darel bangkit dan menghadap ke orang itu. "Om." Ucapnya melihat pria yang sama seperti yang ia lihat ditaman saat ia masih kecil.

"Kamu, anaknya Hanan?" Tanya Agam.

"Iya om." Jawab Darel dengan senyuman yang terkembang.

"Terakhir kali om lihat kamu ditaman. Dan sekarang udah besar." Ucap Agam memandangi Darel dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Darel hanya bisa tersenyum malu. "Ngomong-ngomong, om mau ke makam siapa?" Tanyanya.

Agam menunjuk makam yang akan ia datangi. Darel cukup terkejut mengetahui makam siapa yang ditunjuk oleh teman ayahnya itu. Bagaimana tidak, itu adalah makam ibunya.

"Entahlah. Tiba-tiba aku teringat ibumu. Dan, akhirnya aku datang." Ucap Agam.

"Om kenal sama ibu?" tanya Darel.

Agam menganggukkan kepalanya. Ia kembali melangkahkan kakinya dan melewati Darel. Ia berdiri didekat makam ibu Darel. Detik berikutnya ia berjongkok, meletakkan karangan bunganya diatas makam dan mulai berdoa.
Sedari tadi Darel hanya bisa memperhatikan apa yang dilakukan pria yang seumuran dengan ayahnya. Masih dengan rasa penasarannya.

<==>

Darel menghela nafasnya begitu sampai dirumah. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya diatas sofa. Rasanya sangat lelah. Meski ia tak melakukan kerja yang berat. Darel sedikit mengendurkan dasi yang mengikat lehernya. Ia juga membuka beberapa kancing baju atasnya. Membiarkan angin agar lebih leluasa menerpa tubuhnya yang sedikit terasa panas.

...

Suara pintu mobil tertutup terdengar cukup keras. Pria yang hampir berkepala 4 itu melangkah memasuki rumahnya yang sepi. Ia menghela nafas pelan saat melihat Darel yang tertidur di sofa. Ia meletakkan tas kerjanya dimeja. Kemudian beralih ke Darel yang masih tertidur. Ia keluarkan sapu tangannya dari dalam saku jasnya. Disekanya keringat yang membasahi wajah dan juga leher anaknya. Setelahnya, ia menghidupkan AC supaya anak semata wayangnya tak lagi kepanasan.

"Kebiasaan!" Gumam Hanan sembari melepas sepatu yang dipakai Darel, berikut kaus kakinya.

~

Darel menguap sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Tidur nyenyaknya sedikit terganggu saat telinganya mendengar suara penggorengan yang beradu dengan spatula. Dan juga suara blender yang sangat mengganggu telinganya. Darel mendudukkan dirinya dengan mata yang masih setengah terpejam. Bau harum dari masakan ayahnya membuat matanya terbuka lebar. Dan sukses membuat perutnya menjadi sangat lapar.

Tanpa pikir panjang, Darel langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menghampirinya yang tengah masak. Masih dengan menggunakan seragam kerjanya. Terkadang, Darel merasa sangat kasihan pada ayahnya. Ayahnya yang lelah pulang kerja masih harus memasak untuknya. Dan juga membersihkan rumah yang selalu ia buat berantakan. Darel ingin merubah sikapnya, tapi sungguh, rasanya itu sulit sekali.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang