29. Ancaman

171 22 0
                                    

"Ayah," ucap Darel menatap sang ayah yang terlihat marah padanya.

"Sudah berapa kali ayah bilang? Ayah nggak akan nikah lagi. Sekalipun ada orang yang lebih baik dari ibumu." Marah Hanan.

"Yah, Darel cuma mau ayah bahagia. Darel mau, ada yang jaga ayah setelah Darel menikah nanti." Ucap Darel.

"Ayah bahagia dengan keadaan ayah sekarang. Tanpa harus menikah lagi. Dan ayah bisa jaga diri." Tegas Hanan.

"Tapi..."

"Kalau kamu tetap memaksa ayah menikah lagi. Ayah nggak mau bertemu kamu lagi." Ucap Hanan dengan tegas.

Tangan Hanan meraih tuas pintu mobil dan menekannya hingga pintu mobil terbuka. Hanan segera turun dari mobil dan menutup pintunya dengan kasar. Supaya anaknya itu tau bahwa dirinya benar-benar marah. Ia tak mau menikah lagi, sampai kapanpun itu. Cintanya hanya untuk istrinya. Ya, hanya istrinya yang selalu ada didalam hatinya. Takkan pernah ada yang bisa menggantikan posisi istrinya didalam hatinya. Dan juga, sudah tak ada ruang lagi dihatinya untuk orang lain.

"Ayah!" Darel hendak turun,namun Retha dengan cepat menahannya.

"Biarin ayah sendirian." Ucap Retha.

"Tapi..."

"Kita cukup ikuti dia, untuk memastikan dia baik-baik aja." Ucap Retha lalu berpindah ke kursi depan.

Darel memandang ayahnya yang kini masuk kedalam taksi. Darel mulai mengikuti taksi yang ditumpangi ayahnya itu.

"Kita udah salah Rel. Dari awal aku udah bilang kalau ini bukan ide yang bagus." Ucap Retha.

"Aku nggak tau kalau ayah bakal sampai semarah ini." Sahut Darel. Matanya tetap fokus memandang taksi yang ada didepannya. Supaya ia tak kehilangan jejak.

Darel memukul kesal stir mobilnya. Kenapa disaat seperti ini harus macet. Ck.. yah, walau itu memanglah hal biasa di kota padat penduduk ini. Hampir setiap hari jalanan di ibukota ini selalu dipenuhi antrian kendaraan yang hendak menuju tempat tujuan masing-masing. Mata Darel terus memandang ke taksi yang ada beberapa meter didepannya. Ada dua mobil didepannya yang menghalangi pandangannya. Tak lama setelah itu taksi yang ditumpangi ayahnya mulai bergerak. Tapi mobil didepannya tak kunjung bergerak.

"Kamu naik ojek aja deh buat ngikutin ayah. Biar aku yang bawa mobilnya." Ucap Retha.

"Kamu bisa bawa mobilnya? Nggak papa aku tinggal?" Tanya Darek menatap lurus Retha.

Retha menganggukkan kepalanya. "Iya. Aku bisa kok."

Darel mengeluarkan ponselnya dan segera memesan ojek untuk membawanya mengikuti ayahnya.

"Nanti aku kabarin dimana lokasinya. Kamu hati-hati ya." Ucap Darel lalu mengecup kening Retha. "I love you!" Ucapnya sembari melepas sabuk pengaman yang mengikat tubuhnya dan keluar dari mobil.

Retha berpindah tempat ke kursi kemudi. Melihat Darel yang berjalan di tepi jalan. Menunggu ojek yang dipesannya datang.

~~~

Ervan mengambil tissue yang tersedia di dashboard mobil. Ia juga sedikit membuka kaca mobil. Membiarkan angin masuk dan membuat keringatnya hilang tertiup angin. Ia paling benci jika jalanan macet seperti ini. Tanpa disengaja, Ervan melihat Darel naik ojek dan tak lama setelah itu ojeknya mulai berjalan. Ervan mengedarkan pandangannya ke sisi lain jalan. Hingga matanya tertuju ke salah satu mobil yang juga tengah mengantri.

"Pa, papa duluan aja ya. Aku sama temenku." Ucap Ervan yang buru-buru melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil.

"Eh?" Agam hanya bisa menatap Ervan bingung.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang