27. Suatu Alasan

174 21 0
                                    

Retha menekan bekas luka pada pelipis Darel. Dan dapat dipastikan Darel berteriak kesakitan.

"Obati luka lo sampai nggak keliatan. Atau bokap lo bakal ngomel-ngomel karna tau lo abis berantem." Ucap Retha.

"Udah? Gitu doang?" Tanya Darel.

"Iya." Jawab Retha disertai anggukan.

"Jadi lo nahan gue cuma mau ngomong itu doang? Ck.. nggak penting banget sih." Desah Darel kesal.

"Iyalah? Lo pikir gue mau ngapain hah? Nggak usah mikir yang aneh-aneh." Ucap Retha.

Darel memutar bola matanya malas. Ia memakai kembali helmnya dan segera melajukan motornya.

<==>

"Yah, apa bener ayah itu pendiri SMA yang Darel tempatin?" Tanya Darel di sela-sela aktivitas makannya.

Seketika Hanan tersedak saat mendengar pertanyaan anaknya. Kenapa anaknya tiba-tiba bertanya seperti itu. Dan dari mana anaknya itu tau?

"Kalau ayah tersedak, berarti itu bener." Ucap Darel lalu kembali memasukkan makanan kedalam mulutnya.

"Ee... iya." Jawab Hanan.

"Heee? Kok ayah nggak bilang sih? Ck.. ayah tau? Darel itu sering banget dihukum. Huh, menyebalkan. Mereka harus dipecat, karna berani menghukum anak pendiri sekolah." Eluh Darel.

Hanan menggelengkan kepalanya. Sudah ia duga anaknya akan seperti itu. Sifat sombong pada diri anaknya memang sedikit sulit untuk dihilangkan.

"Ayah yang meminta mereka menghukummu kalau kamu salah." Ucap Hanan.

"Kok?" Tanya Darel bingung. "Yah, dimana-mana, anak pemilik sekolah itu dihargai. Nggak seharusnya dihukum." Protes Darel.

"Kalau seperti itu, ayah sama saja mendidikmu sebagai orang bodoh." Ucap Hanan yang sangat sampai kehati Darel. "Kalau kamu salah, kamu harus dihukum. Nggak peduli siapapun kamu. Itu baru yang dinamakan adil dan tegas." Ucap Hanan.

Darel terdiam, tak lagi berani menyangkal perkataan sang ayah. Tatapan mata ayahnya yang seperti itu sangatlah mengerikan. Lebih baik dia diam, atau ayahnya akan mendiamkannya selama beberapa minggu dan itu akan membuatnya kelabakan.

<==>

Hari pertama berada dibangku perkuliahan, para mahasiswa/i baru terlihat bersemangat. Beberapa diantaranya ada yang mencoba mendekati para senior.

Darel mendongakkan kepalanya saat ada seseorang yang duduk dimejanya. Bukan hanya itu, orang itu juga menutup buku yang tengah ia baca dengan seenaknya. Huh, cewek itu selalu mengganggunya. Pagi-pagi sudah membuat moodnya berantakan.

"Ck.. ngap-" ucapan Darel terhenti saat Retha menunjukkan sebuah brosur padanya. Dengan cepat tangannya meraih brosur itu dan membacanya dengan seksama.

"Ajang pencarian jodoh, berlaku untuk segala umur asalkan dia single." Ucap Darel membaca tulisan pada brosur itu.

"Maksud lo?" Tanya Darel beralih menatap Retha.

"Haduh Darel... lo mau nyariin istri buat bokap lo kan? Ya udah suruh bokap lo ikutan itu." Jelas Retha.

"Ah iya. Uh pinter banget sih lo." Ucap Darel mencubit gemas pipi Retha.

Retha langsung terdiam begitu Darel mencubit pipinya. Darel yang baru tersadar akan apa yang ia lakukan juga mendadak jadi diam. Terus seperti itu hingga beberapa detik.

"Ee.. emangnya kaya gini ini beneran ya? Bukannya cuma setingan ya?" Tanya Darel dengan nada bicara yang terdengar gugup. Entahlah, kenapa tiba-tiba seperti ada jarak diantara keduanya.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang