19. Maafkan Aku.

185 22 2
                                    

Setelah insiden tangan Retha yang tertusuk duri, akhirnya Darel mau pulang. Itu karna Retha mengancam akan melaporkannya ke polisi atas tindakan penganiayaan jika dirinya tak mau pulang. Dengan amat sangat terpaksa ia harus pulang. Yah, sangatlah terpaksa.

Kini Retha tengah berada dirumah, tentu saja Retha ikut bersamanya. Dan parahnya, malam ini Retha akan tidur dirumahnya, lagi. Ayahnya melarang Retha untuk pulang karna sudah larut malam. Ayahnya juga sudah menghubungi kedua orangtua Retha.

Sejujurnya, jauh dalam lubuk hatinya. Ia mulai menyukai Retha. Perasaan yang datang begitu saja. Ia juga senang Retha menginap dirumahnya. Ia bisa lebih menikmati waktu bersama Retha. Tapi, ia menyadari suatu hal. Ia tak mau menjadi orang ketiga yang akan menghancurkan hubungan Retha dengan Ervan. Walau, sisi busuk dirinya sangat ingin hubungan Ervan dan Retha hancur sehancur-hancurnya. Jahat memang, tapi memang itulah yang ia harapkan. Selain karna ia menginginkan Retha. Juga karna ia tak tega melihat Retha yang terus bertengkar dan selalu disalahkan oleh cowok brengsek itu.

Darel mendudukkan dirinya di sofa. Memalingkan wajahnya, tak mau menatap ayahnya. Kedua tangannya bersedekap didepan dada. Retha yang ada didekat Darel, memegang wajah Darel lalu memaksanya untuk  menatap Hanan. Retha terus memegangi wajah Darel. Supaya Darel tak memalingkan wajahnya.

"Biarkan saja, Retha." Ucap Hanan.

"Tapi om, nggak sopan kalau ada orang ngomong tapi buang muka." Ujar Retha.

Hanan mengembangkan senyumnya. "Tapi itu lebih baik dari pada dipaksa." Ucapnya.

"Dengerin tuh!" Ketus Darel lalu menoyor kepala Retha. Membuat tubuh Retha condong kebelakang.

"Biasa aja!" Retha gantian menoyor kepala Darel dari belakang dengan kuat. Membuat dahi Darel membentur pinggiran sofa.

"Aww.." pekik Darel lalu mengelus dahinya perlahan.

"Udah, jangan bertengkar lagi." Ucap Hanan.

Retha menjauhkan dirinya dari Darel. Ia memilih dekat dengan pria tampan yang sudah mapan itu. Bukan, bukan ia menyukainya. Ia hanya merasa kagum pada sosok Hanan. Yah, hanya kagum. Mana mungkin ia menyukai pria yang jauh lebih tua darinya. Itu tidak mungkin.

"Ayah minta maaf." Ucap Hanan.

Tak ada jawaban apapun dari Darel.

"Eh conge, jawab!" Seru Retha.

Tetap tak ada jawaban yang keluar dari mulut Darel. Darel lebih fokus pada ponselnya. Membalas beberapa chat yang masuk.

"Sekarang, kamu maunya seperti apa?" Tanya Hanan.

Darel terdiam sejenak. Detik berikutnya ia mengarahkan pandangannya ke sang ayah. "Darel pengen hidup kaya anak-anak orang kaya pada umumnya." Tegas Darel.

Hanan menganggukkan kepalanya. "Baik! Lakukan sesukamu. Kalau memang itu bisa membuatmu senang." Ucap Hanan.

Senyum cerah Darel langsung terkembang lebar. Akhirnya, ia bisa menikmati hidup sebagai anak orang kaya sungguhan. Ia bisa menunjukkan pada teman-temannya bahwa ia memanglah benar-benar anak orang kaya. Jadi, tidak akan ada yang mengejeknya lagi. Ia juga tak perlu repot-repot memakai sepatu. Ada pembantu yang akan memakaikannya sepatu. Membereskan kamarnya, mencuci baju dan semuanya akan dilakukan oleh pembantu. Ia hanya akan duduk manis.

"Ayah seriuskan?" Tanya Darel.

"Iya." Jawab Hanan dengan senyuman.

Darel benar-benar merasa bahagia. Ah, ayahnya memang tak pernah bisa melihatnya marah. Jadi pasti ayahnya akan menuruti apa kemauannya.

Semut & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang