Deehan tidak pernah menayangkan penampakan wajahnya di aplikasi dating online apa pun. Wajahnya hanya bisa ditemukan di akun Facebook dan Path dengan nama lengkap sesuai Kartu Identitas Penduduk. Di akun sosial media yang menghubungkannya dengan orang-orang dalam kehidupan nyata, identitas rahasia Deehan mengenai orientasi seksualnya tidak akan terendus. Tidak seorang pun menyadari bahwa di balik senyum lebar pria bertubuh jangkung yang senang mengenakan vest rajut di atas kemeja itu terdapat rahasia besar. Rahasia yang seiring berjalannya waktu menggulirkan beban semakin berat, membesar seperti bola salju. Semakin dia menyembunyikannya, semakin sulit bersikap normal.
Terutama di depan Keanu Agam Pranaja.
"Habis ini kamu mau kemana?" Keanu bertanya tanpa memelankan laju mobil.
Pertanyaan itu membuat Deehan merenung sejenak, terbayang sebuah tawaran yang mampir di akun aplikasi kencan online-nya barusan. Ponselnya masih dia timang, tawaran itu belum lagi dia balas. Karena Keanu sengaja berdeham untuk mengembalikan angan Deehan ke permukaan, pria itu buru-buru mengangguk.
"Ada janji dengan teman, tapi belum tahu di mana."
"Nggak bisa kutahan sebentar buat minum teh? Masih sore lho ini," ujar Keanu.
Bukannya Deehan tidak bisa, melainkan tidak mau. Deehan tahu, jika dia tinggal, mereka pasti akan membicarakan mengenai rencana pernikahan Keanu. Daripada mengorbankan perasaan untuk disakiti, lebih baik dia tidak mendengarnya sama sekali. Walaupun Deehan tahu hal itu tidak terhindarkan, tapi sebisa mungkin, dia ingin mengulur waktu.
"Sorry, aku barusan ngeiain ajakan teman waktu kamu bilang nggak nginap malam ini," ujarnya, tidak lupa menambah hiasan senyum di wajahnya.
Keanu menggerakkan bahu dan mendengus kecewa, tetapi tidak berusaha membujuk. "Besok kamu pulang kerja jam berapa?"
"Kamu langsung masuk aja," kata Deehan, alih-alih menjawab. Di rumah tadi, dia sempat menyerahkan kunci duplikat kepada Keanu.
"Nggak apa-apa?"
"Mau nanya berapa kali, sih? Nggak pa-pa, nggak pa-pa!" canda Deehan, pura-pura bosan. "Nggak apa-apa! Besok mungkin aku bakal telat karena harus ketemu dewan sekolah dan orang yayasan, jadi mending nggak usah ditungguin."
"Baiklah ...." Keanu mendesah. "Jika kau memaksaaa!"
Mereka berdua menggelak bersamaan, mengingat lelucon lama yang biasa mereka lontarkan bertahun-tahun lalu. Selanjutnya, hanya alunan musik dari radio yang mengisi kesunyian antara mereka berdua. Keanu tampak memberi kesempatan kepada sahabatnya untuk meneliti ponsel dan mengetik. Dia tidak ingin lancang bertanya, dan akhirnya mengambil kesimpulan sendiri bahwa mungkin Deehan sedang ada janji bertemu dengan seorang gadis.
"Cewek, kan?" Keanu menebak, ketika Deehan akhirnya menyimpan ponsel di saku.
Entah harga dirinya, entah hanya tidak ingin pembahasan diperpanjang, Deehan membusungkan dada sebelum tertawa kecil.
Meskipun gay, tidak harus menjadi jenius untuk menerka di mana letak kebanggaan pria straight. Dan untuk memalsukannya, itu perkara mudah. Benar saja, sang sahabat tersenyum bangga, seakan itu sebuah prestasi yang memukau.
"Siapa?" Keanu memperlihatkan senyum menggoda, yang tidak pernah disangkanya, merupakan satu-satunya hal yang membangkitkan perasaan bahagia di hati Deehan.
Deehan mengelak. "Belum saatnya diceritakan. Ini baru kencan pertama."
"Awas kalau kalian putus duluan sebelum dikenalin ke aku!" Ancaman Keanu terdengar serius, tapi Deehan tahu itu hanya salah satu candaannya. "Kalau dipikir-pikir, nggak satu cewek pun pernah kamu tunjukin ke aku. Semua cuma cerita! Kalau aku mau bilang kamu membual juga kayaknya nggak mungkiiin ...!"
Jantung Deehan hampir copot mendengarnya. Jadi Keanu memang menyadari satu fakta itu.
Cepat-cepat dia menetralkan ekspresi wajah, dan justru bertanya. "Kenapa nggak mungkin?"
"Yah nggak ada alasan juga kamu membual soal perempuan, kan? Pasti memang saking banyaknya yang mau, sampai nggak ada yang bisa tahan sama kamu." Keanu memaparkan analisisnya sambil membelokkan mobil ke sebuah kompleks perumahan. "Tapi ingat, Bro, suatu hari kamu tetap harus serius menghadapi hal seperti ini. Memangnya kamu nggak ingin mulai berkeluarga?"
Bibir Deehan hanya mampu tersenyum kecut, wajahnya terlipat masam. Beruntung rumah Keanu sudah keburu kelihatan sehingga si pengemudi mengalihkan perhatian sepenuhnya ke gang yang menyempit. Ketika mobil berhenti di depan rumah berpagar cukup tinggi, Keanu sudah sepenuhnya lupa apa yang baru saja dipaparkannya panjang lebar.
"Makasih buat tumpangannya, ya, Han!" ucap Keanu sambil melongok ke jendela setelah mereka berdua tukar posisi.
"Anytime," jawab Deehan lugas.
Mereka berpisah setelah Deehan menyampaikan salam untuk keluarga Keanu. Dengan berat hati Deehan meninggalkan kompleks perumahan yang dulu sempat sering dia kunjungi. Dia masih ingin bersama Keanu lebih lama, tapi sepertinya hal itu semakin mustahil. Jika sahabatnya menikah, jurang pemisah di antara mereka pasti akan terbentang semakin lebar. Mungkin Keanu tidak mengkhawatirkannya, mereka masih bisa bersahabat meski bukan lagi sesama bujang, tapi tidak akan semudah itu bagi Deehan.
Terlintas di benaknya untuk mengasingkan diri dari Keanu, pergi sejauh mungkin, agar tidak perlu menjadi saksi kebahagiaan yang menyiksa batinnya. Yang lebih ditakutkannya, bukan mustahil Keanu akan memilihnya penjadi pendamping mempelai, mengingat kedekatan mereka berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days
General FictionDeehan Ishamel, guru sekolah khusus pria yang mengundurkan diri dari pekerjaannya karena merasa tidak bisa melindungi seorang siswa harus menghabiskan 90 hari terakhirnya mendampingi Luthfi Mahendra Boaz, guru pengganti yang sangat kritis, berambisi...
Wattpad Original
Ada 9 bab gratis lagi