Wattpad Original
Ada 10 bab gratis lagi

Chapter 4. Keanu Agam Pranaja

10K 805 165
                                    

"Brooo! Kamu di dalam?"

Deehan terhenyak dari lamunan. Buru-buru dia menyahut panggilan yang tidak asing lagi di telinganya. Dalam hati dia mengutuk diri, bagaimana bisa dia bahkan tidak mendengar decit pagar yang bahkan sanggup membangunkan gajah tidur.

"Hei!" sambut Deehan, menghambur ke arah kawan sepermainannya sejak kecil. "Astaga! Kamu tambah gemuk aja! Gimana kabarnya?"

Keanu meletakkan tas sembarangan demi membalas pelukan sang sahabat. Pelukan hangat dan akrab yang tidak pernah dia anggap lebih dari sekadar peluk persaudaraan. Seperti layaknya dua orang pria yang lama tak bersua, dekapan mereka hanya terjadi sepintas, didahului jabat maskulin, kemudian saling tepuk pundak.

Siapa yang menyangka, Deehan menginginkan lebih dari itu?

"Aku nggak gemukan!" Keanu menyangkal. "Bobotku masih sama dengan setahun lalu aku ninggalin Jawa. Cuma memang sejak delapan bulan lalu—terakhir kita ketemu—aku tambah berat badan. Waktu itu aku kurusan."

Deehan tidak memperdebatkan topik tersebut. Sejatinya, dia pun hanya berbasa-basi. Sambil memaksa membawakan barang bawaan Keanu, mereka berjalan langsung ke dapur. Satu-satunya tempat yang memiliki meja dan kursi memadai dan biasa mereka gunakan untuk duduk-duduk sore dulu. Dengan pintu belakang yang langsung mempertontonkan satu anak sungai kecil, beberapa meter dari sisa tanah rumah itu.

"Perasaanku aja, atau memang halaman belakangnya menyempit?" Keanu mengernyit, berdiri di ambang pintu belakang.

"Perasaanmu aja," jawab Deehan cepat.

"Yakin ini? Kayaknya dulu lebih luas. Pasti udah kena erosi, tapi kamu nggak nyadar. Udah pernah kamu itung panjangnya dari sejak beli sampai sekarang?"

Deehan menggeleng kecil, merasa geli dengan komentar sahabatnya. Dibiarkannya Keanu berjalan-jalan keluar, sementara dia menyiapkan dua gelas air sirop dan es batu.

Bagian belakang rumahnya memang lahan kosong. Belum tersentuh. Semacam kebun buah milik pribadi yang tidak terawat. Rumahnya dengan lahan tersebut terpisahkan oleh sebuah sungai kecil yang mengalir jernih. Kadang, jika penat melanda, Deehan akan duduk-duduk di atas bebatuan kali sambil merenung. Sesekali ada anak-anak yang bermain air, atau menyusuri kali untuk mencari ikan-ikan kecil.

Buat Deehan, sungai ini seperti bonus pembelian rumah. Dengan adanya sungai ini, dia mendapatkan nuansa pedesaan yang tenang dan sejuk secara cuma-cuma. Apalagi, tetangga sekitarnya sudah mulai membangun pagar beton yang kokoh untuk menghindari bahaya anak-anak mereka tercebur ke sungai saat bermain. Itu membuat Deehan merasa jauh lebih nyaman karena tidak akan ada yang mengganggu jika dia ingin duduk berdiam diri.

"Aku yakin, nilai jual rumahmu ini nggak bisa tinggi,"ucap Keanu saat kembali ke dapur. "Sungai itu lama-lama akan memakan lahan belakang rumahmu. Taruhlah sepuluh tahun lagi, mungkin keluar pintu, udah langsung sungai."

"Udahlah nggak usah bahas begituan." Deehan menyodorkan segelas es sirop. "Lagian kalau aku keluar kerja, mungkin rumah ini bakal kujual buat hidup."

"Oh iya. Kalau pengajuanmu disetujui, kamu mau kerja di mana? Balik ke Jepara? Aku sih setuju kamu balik Jepara aja," cerocos Keanu. Kemudian jeda sebentar sementara dia menyeruput es sirop. "Masa depan kamu bakal jauh lebih bagus kalau kamu mau ngelola usaha Om Addar. Tapi yah ... gimana yaaa?"

"Pengajuannya udah disetujui, kok. Tadi waktu sebelum pulang, aku dipanggil kepala sekolah dan ketua yayasan." Deehan menjelaskan. "Tapi berhubung guru Bahasa Indonesia nggak bisa tiba-tiba kosong, aku diminta sabar selama tiga bulan. Yayasan sudah punya pengganti, tapi kalau aku nggak buru-buru mau pergi, dia minta bantuan supaya aku mau tinggal sampai tahun ajaran baru. Tiga bulan."

90 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang