Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

Chapter 11. Soul Meets Body

6.7K 651 77
                                    

Sejak mengenal cinta, Deehan sudah jatuh hati pada senyum Keanu Agam Pranaja. Wajahnya yang tampan tanpa cela, tatapan matanya yang teduh menyejukkan, pengertiannya atas kekeraskepalaan Deehan saat mereka sama-sama remaja, bahkan terhadap tulus persahabatan yang membuatnya merasa bersalah karena telah menodainya dengan hasrat yang membara. Semua dari diri Keanu memikat hatinya, membuatnya sulit berpaling ke lain hati.

"Yakin nggak mau mampir?" Luthfi mengedipkan sebelah mata saat mobil Deehan berhenti di depan rumahnya.

Jika Deehan Keanu tidak sedang menanti di kediamannya, kemungkinan besar dia lebih ingin melewatkan waktu bersama seseorang. Sudah lama dia tidak berteman selain dengan pekerjaan, dan Luthfi tidak bisa dikatakan sebagai kawan yang buruk. Dia senang bicara, mereka tidak akan kehabisan bahan untuk didiskusikan, atau sesuatu untuk dikerjakan. Dari mulut Luthfi sendiri, Deehan tahu kawan barunya itu punya banyak sekali hobi. Dia senang membaca—meski hanya terbatas pada buku bacaan fiksi populer—menonton film, mendengarkan musik, juga mengaku sangat berbakat menyanyi karaoke. Untuk yang satu itu, Deehan sempat mengatakan bahwa dia harus melihat bukti. Kalau hanya gemar menyanyi, gay mana yang tidak senang menyanyi dan menari?

"Lain kali, yah?" tawar pria berjambang lebat itu dengan suara ramah, seakan sedang bernegosiasi dengan anak kecil.

"Ke rumah kamu, yaaa?"—karena Deehan tidak menjawab, Luthfi melanjutkan—"Emang dia tinggal di rumah kamu? Kan nggak tiap hari juga dia ke rumah, kan?"

"Emang dia tinggal di rumahku, tapi aku nggak masalah sih kalau ngenalin kalian asal kamu nggak ngomong yang aneh-aneh aja. Kita bisa jalan bareng ke mana gitu."

"Dia tinggal sama kamu?" Luthfi tidak memercayai apa yang didengarnya. "Yakin kamu nggak akan khilaf? Astaga ... kalau aku sih nggak akan sanggup serumah sama orang yang aku sayang kalau harus menahan diri setiap hari. Memangnya hatimu itu terbuat dari apa? Batu?"

"Aku sudah temenan sama dia sejak masih kecil. Tahun lalu sebelum dia pindah ke luar Jawa, kami tinggal bersama sampai hampir dua tahun," papar Deehan, seraya membuka kunci sentral mobilnya.

"Nggak terjadi apa-apa?"

"Ke dia sih enggak, ke aku jelas sering terjadi apa-apa, tapi ya nggak ngelibatin dia," canda Deehan.

Luthfi memukul pelan bahu Deehan setelah membebaskan diri dari sabuk pengaman. "Ya udah, good luck aja deh. Kalau udah nggak kuat, kamu tahu siapa yang harus dihubungin, kan?"

Sementara Luthfi terkekeh, Deehan menanggapi pernyataan tersebut dengan raut muka serius, "Kamu sungguh-sungguh?"

Membuat Luthfi menghentikan tawa. "Aku nggak keberatan. Daripada aku gonta-ganti pasangan. Aku bisa kok monogami, meski dalam hubungan tanpa status. Asal kita sama-sama bertanggung jawab aja. Kamu rutin VCT, kan?"

Kepala Deehan mengangguk, "Tiga bulan lalu aku habis tes. "

"Yah ... aku juga lumayan rutin tes."

"Oke," angguk Deehan canggung. Setelah saling melempar tatapan rikuh, mereka berdua sama-sama tersenyum kikuk. Deehan menarik kesimpulan, "Kalau begitu aku juga nggak keberatan. Sebenarnya aku nggak biasa ngelakuin ini, tapi menurutku ini ide yang bagus. Kita sama-sama sadar akan consensual sex yang bertanggung jawab, tidak terikat, dan saling menguntungkan. Jangan khawatir. Aku nggak akan melarangmu kalau kamu berniat berkencan dengan pria lain selama kita ... kamu tahu—"

"Yaaa ...." Luthfi memperlebar rentangan bibirnya. "Well. Have fun sama perasaanmu yang akan jungkir balik sebentar lagi kalau begitu," tambahnya, agak sinis.

Deehan meringis. "Mungkin perasaanku udah jungkir balik sejak aku sadar nggak bisa menghentikan rasa cinta buat dia."

"Nanti kalau dia kawin kayak pacarku yang biseksual itu"—Luthfi memutar bola mata—"baru kamu tahu benar apa artinya jungkir balik yang kumaksud."

Senyum Deehan terkulum mengiringi keluarnya Luthfi dari mobil.

Pemuda itu menyempatkan diri melambaikan tangan ke jendela mobil yang sengaja dibuka oleh Deehan sebelum mobil melaju meninggalkan pekarangan. Dengan desah panjang, dia melangkah masuk rumah dan langsung menghempaskan diri ke sofa ruang tengah. Selain lelah, kini dia merasakan desakan yang amat sesak di dalam dadanya, memenatkan perasaan lebih dari fisiknya.

Sejak dia melihat Deehan Ishmael pertama kali, dia tahu pria itu akan membuatnya jatuh hati dengan teramat mudah. Kisah cintanya sudah cukup lama kandas, siksaan batin yang dia derita akibat putus hubungan sudah mengubah rasa cinta pada mantan kekasihnya menjadi benci. Dia sudah siap jatuh cinta lagi. Sayangnya, saat hatinya lancang memilih kemauannya sendiri, dia harus berhadapan dengan pria yang sudah punya cinta lain.

Deehan menata hatinya. Begitu meninggalkan Luthfi, debar jantungnya berdetak tak beraturan. Berulang kali dia harus menarik-embuskan napas agar tetap dapat menguasai diri. Keputusan yang baru saja dia buat sesungguhnya tidak seenteng ucapan. Meski yang mereka sepakati hanya sebatas hubungan fisik, tapi tetap merupakan sebuah komitmen. Di balik sebuah komitmen, pasti akan terdapat berderet kerumitan. Bukan mustahil salah satunya adalah perasaan cemburu. Jika Luthfi mampu bersikap biasa saja karena pembawaannya yang santai, Deehan merasa tidak percaya diri apakah dia mampu.

Apakah dia mampu menjadikan hubungan fisiknya dengan Luthfi hanya sebatas komitmen belaka, jika cintanya kepada Keanu tidak mungkin berbalas? Berhubungan seksual dengan orang yang sama berkali-kali bukan tidak mungkin menimbulkan perasaan memiliki dan Deehan tidak kuasa membayangkan betapa rumit simpul pertalian itu nanti.

Namun, seiring dengan menenangnya gejolak perasaan Deehan, akal sehatnya perlahan kembali bekerja. Sambil terus konsentrasi pada kemudi, dia mengingat-ingat ucapan Ersanggono. Hanya tiga bulan sampai dengan pergantian tahun ajaran baru. Hanya sembilan puluh hari dia menemani Luthfi. Setelah itu, mereka akan berpisah.

Jika dalam tiga bulan yang sama Keanu benar-benar bersiap melangsungkan pernikahan, Deehan merasa lebih baik pergi. Ke Jepara melanjutkan bisnis keluarga, atau mengajar di kota lain. Tidak akan terjadi apa-apa dalam sembilan puluh hari, tekad Deehan. Dia mencoba mengambil sisi positifnya, apabila sedang ingin melepaskan birahi, dia memiliki tujuan.

Masalahnya, Luthfi adalah teman bicara yang sangat menyenangkan.

Di atas tempat tidur, dia partner yang memuaskan, sehingga Deehan dengan mudah melanggar kebiasaannya menyimpan rapat rahasia mengenai identitas.

Luthfi seakan memiliki kekuatan memengaruhi orang lain. Deehan sendiri tidak mengerti mengapa dia begitu mengkhawatirkan dirinya dipengaruhi Luthfi, seharusnya dia merasa lebih baik jika bisa lepas dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Sudah lama dia ingin mengakhiri segalanya, berapa kali pun dia coba dengan pria lain, tidak pernah berhasil. Perasaan itu seakan membentenginya—mencegahnya—dari berpaling. Semua pria seolah tidak pernah tepat.

Pagar itu seperti biasa berdecit nyaring. Saat menutupnya kembali, terdengar suara memaki dari kejauhan. Deehan mengabaikannya.

Motor Keanu yang terparkir di pekarangan sontak menyemburatkan warna merah di bagian wajah Deehan yang tidak ditumbuhi rambut. Berpadu dengan matahari sore, wajahnya berseri serupa bunga Kanigara. Bayangan paras Keanu—yang sedap dipandang—menyambut dengan senyum hangat begitu dia masuk, memenuhi harapannya. Saat pintu yang tidak terkunci diayun terbuka, suara merdu Keanu menyahut dari bagian dalam rumah. Dada Deehan menghangat.

90 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang