Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Chapter 13. Pretentious Strength

6.1K 702 108
                                    

Selarut apa pun Deehan tidur, dia selalu bangun saat fajar menyingsing. Sepuluh menit sebelum waker-nya menjerit pukul lima pagi. Biasanya, dia tidak akan langsung bangun, melainkan melamun selama beberapa jenak. Dia akan menghabisi waktu dengan menekuri langit-langit kamar seakan di sana tersimpan jutaan misteri menanti dipecahkan.

Ketika pukul lima pagi tiba, sebelum waker pengingat berteriak lantang, Deehan mematikannya duluan. Mendahului bunyi waker seakan sudah menjadi obsesinya setiap pagi. Begitu ritual tersebut selesai, barulah Deehan merasa enteng mengajak tubuhnya bangkit dari tempat tidur. Biasanya, dia salat subuh, kemudian berolahraga kecil di halaman belakang rumah sebelum mandi dan sarapan. Pagi ini pun, dia melakukan hal yang sama.

Bedanya, saat akan keluar kamar seperti ada beban yang memberati kakinya. Bayangan kejadian semalam serta wajah Keanu saat menyadari makna yang tersirat dalam sentuhannya, menciutkan nyali Deehan. Bagaimana sahabatnya itu akan menghadapi dirinya pagi ini? Apakah dia akan bersikap biasa saja atau menghindar? Tangannya yang sudah berniat memutar kenop pintu pun urung. Akibatnya, dia berdiam di dalam kamar sampai saatnya harus berangkat kerja.

"Deehan ...." Panggilan Keanu menghentikan langkah yang sudah dia usahakan seringan mungkin agar tidak menimbulkan suara.

Deehan menoleh, mendapati Keanu dalam piama tidur dan secangkir kopi.

"Nggak sarapan?" tanyanya.

Deehan menggeleng gusar, "Aku kesiangan."

Keanu melirik jam dinding. Baru jam enam lewat lima pagi. Dia tahu benar selama ini Deehan baru berangkat setelah pukul enam lewat tiga puluh. Jika tidak mengajar jam pertama, dia bisa berangkat sedikit lebih siang. Namun, sepertinya Keanu tidak ingin menahannya. Dia hanya mengangguk canggung, sambil mengikuti Deehan berjalan ke arah pintu.

"Kamu belum mulai kerja?" Deehan berganti tanya, sembari duduk di sofa ruang tamu mengenakan sepatu.

"Aku mulai kerja hari Senin," jawab Keanu lirih. "Yakin nggak mau sarapan dulu? Semalam aku bawa kue lapis legit. Dibawain ibu buat oleh-oleh kamu. Aku potongin sebentar kalau kamu mau bawa ke kantor atau makan sekarang sambil ngopi. Masih ada dua puluh menit sebelum kamu biasanya berangkat, kan?"

Deehan memandangi ujung sepatu pantofelnya, dadanya bergejolak karena salah tingkah. Akhirnya, dia melepas kembali sepatu dan berjalan di belakang Keanu dalam kaus kaki dan sleeper. Sementara Keanu memotong kue dan menuang secangkir kopi, dia duduk menunggu.

"Soal semalam," kata Deehan. "Maaf aku bikin kamu kaget."

Keanu tidak menjawab. Masih memunggungi Deehan, dia pura-pura sibuk menyamakan ukuran potongan kue, tapi memasang telinganya baik-baik. Saat mendekati Deehan dengan secangkir kopi dan sepiring kue, wajahnya yang merona malu membuat jantung Deehan berdebar tak karuan. Dia tahu, hubungan mereka tidak akan pernah sama lagi mulai hari ini.

Biarpun hanya tersirat, Keanu tidak bodoh untuk memahami tatapan penuh arti Deehan kepadanya semalam. Pria itu duduk di kursi terdekat dengan sahabatnya, menghirup cangkir kopinya sendiri. Sama tidak tahu harus berkata apanya dengan Deehan.

"Aku sangat menyesal mendengar kabar tentang Adis, aku nggak bermaksud nambahin beban pikiranmu," tutur Deehan lembut. Disentuhnya cangkir yang menghantarkan panas kopi hingga membuat telapak tangannya hangat. "Nu ...."

Keanu terkesiap saat namanya dipanggil. Dengan cepat untuk menyamarkan rasa gugup, dia mendorong piring kue ke arah Deehan. "Ini sebenarnya dibawain budhe dari Surabaya. Kamu mau makan sekarang atau mau kubungkusin buat di sekolah?"

Mata Deehan mengerjap paham bahwa Keanu sedang tidak ingin membicarakannya. Diambilnya sepotong kue dan digigitnya separuh potong. Serta merta, caranya menikmati kue membuat Keanu menatapnya dengan kening mengernyit.

90 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang