Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Chapter 7. Gap

8K 706 131
                                    

 "Kamu yakin kita nggak mending ke hotel aja?" Deehan memastikan sekali lagi.

Luthfi memutar bola mata, mendengus keras. "Ya ampun, kamu udah nanya begitu tiga belas setengah kali lho, Deehan!"

Deehan mengerutkan kening. "Tiga belas setengah?"

"Iya. Yang setengah waktu kita berhenti di tengah lampu merah yang tiba-tiba hijau tadi. Kamu nggak sempat nyelesaiin pertanyaan itu."

"Makanya kamu hitung setengah?"

Luthfi mengangguk dengan keyakinan penuh, membuat kepala Deehan menggeleng tidak percaya.

Usia mereka hanya terpaut tiga tahun, tapi Luthfi bersikap seperti remaja usia belasan yang menggemaskan. Obrolan mereka di coffee shop tadi juga berlangsung lama dan menyenangkan. Hanya mendengar ocehan Luthfi, Deehan berkali-kali kepayahan menahan ledak gelak tawa. Sampai akhirnya ketika club buka, mereka memutuskan untuk tidak masuk sama sekali.

Deehan bisa menangkap gelagat Luthfi yang menginginkannya. Pun tidak menampik bahwa dia tertarik melewatkan satu malam bersama pemuda itu. Tidak banyak gay yang membuatnya terpikat dari dating application. Sebagian besar dari mereka hanya menyenangkan karena bersedia melakukan hubungan semalam tanpa banyak bertukar pikiran.

"Rumahku kosong." Luthfi menerangkan sekali lagi. "Aku mengontrak. Jadi ... masih banyak kardus di mana-mana, tapi tempat tidurnya sudah bersih dan aku sudah memasang seprai."

"Kamu sudah mempersiapkannya, kan? Ngaku aja?" ledek Deehan sambil menahan tawa. Mereka tengah menyusuri sebuah kompleks perumahan sederhana. Luthfi yang menunjukkan jalan.

"Yah siapa tahu aja, kan? Lagi pula, aku sedang berhemat. Pekerjaan baru, tempat tinggal baru, nggak ada uang ekstra buat menyewa tukang pijat plus-plus, atau sekadar sharing bayar kamar hotel," kata Luthfi tanpa sungkan-sungkan.

"Tukang pijat plus-plus? Maksudnya plus seks?" Deehan bertanya takjub tanpa banyak mengalihkan tatapan dari jalanan sempit di depannya. Berkali-kali, dia harus memelankan laju kendaraan karena berpapasan dengan mobil lain.

"Depan belok kanan!" seru Luthfi bersemangat. "Iyalah! Aku mending bayar deh daripada yang having fun doang di Grindr. Kalau sama yang plus-plus biasanya mereka sadar diri sebagai penikmat dan penjaja seks yang bertanggung jawab. Mau pake kondom, mau nanya kita sukanya diapain. Emang kamu enggak pernah?"

Biarpun samar, kepala Deehan menggeleng. Tidak yakin dia seharusnya bangga, atau sebaliknya.

"Geez. Gay-gay having fun di Grindr itu kebanyakan nyebelinnya minta ampun. Banyak maunya pun. Kalau kita yang ngajak duluan, mereka maunya ketemu di tempat mahal. Minta dibayarin makanlah, nginep di hotel mahal, padahal belum tentu profesional. Biaya buat nyenengin mereka jauh lebih mahal dibanding bayar mas-mas yang jago mijat. Some of them benar-benar bisa memijat, lho."

"Lalu gimana dengan aku?" Deehan menguji. "Aku bukan tukang pijat plus-plus. Siapa tahu aku kayak gitu juga. Aku juga ngajak kamu ketemuan di club mahal dan barusan aku ngusulin supaya kita sharing hotel, kan?"

"Pengecualian." Luthfi menyengir. "Anggap aja buat perkenalan sama kota baru. Sekalian mempelajari tipikal gay-nya semacam apa."

"Aku tipikal gay macam apa?"

"Kamu?" Luthfi mengambil jeda beberapa jenak, tapi tidak sampai membuat Deehan lama menunggu. "Belum jelas. Kita belum juga ngapa-ngapain—masukin aja mobilnya—tapi mungkin kamu tipe gay yang masih belum yakin benar dengan orientasimu sendiri. Kamu biseksual, kan? Paling nggak, masih menganggap suatu saat kamu bisa berkeluarga dan punya anak?"

90 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang