Tiga puluh dua

1.4K 72 0
                                    

Tara dan kawan kawan masuk ke rumah, menyalami papa Tara.
"Eh Tara baru pulang. Nih temen kamu dari tadi nyariin." Tara segera berbalik badan, untuk mengetahui siapa teman yang dimaksud papa.

"Roy?!" teriak mereka serentak yang membuat papa dan Roy menutup telinga.
"I-ya. Kalian kok terkejut?" tanpa mereka sadari ternyata mereka sudah memasang ekspresi campur aduk.

"Yaudah om tinggal dulu ya." mereka menundukkan badan, memberi hormat.
"Tar, ada yang harus gue bilang."

Kamu bener bener berubah, Roy. Cara ngomongmu aja udah kayak gitu.

"Apa lagi? Mau nyakitin Tara lagi?!" Ririn mendekati Roy, lelaki itu mundur selangkah. "Udah jangan kuat kuat. Kalo si om denger bahaya" bisik Roy terkekeh menutupi rasa takutnya.

"Lo bisa ngomong gitu bang! I told you don't ever hurt her. But you did! Coward!" sambung Luna yang sudah tidak bisa menahan emosinya.
Tara terjatuh di sofa, kepalanya terhuyung. Dia pingsan lagi gara gara Roy.

"Duh mati gue, gimana ni?" Luna, Ririn dan Roy gelagapan mengurusi gadis itu. Badan Tara diselonjorkan di sofa. Kepalanya dipangku di atas paha Roy. Roy tak henti henti memeluk dan menciumi kening Tara.

Tak lama setelah dihirupkan minyak kayu putih di hidungnya Tara segera siuman. Roy memandanginya penuh arti. Tara segera bangkit dari tidurnya dan menjauh dua jengkal dari Roy.

"Ra, lets talk" ucap Roy. Dia gak mau buang buang waktu.
"Kalo mau ngobrol mending kalian keluar aja deh. Nanti kita yang bilangin ke papanya Tara."

Tara dan Roy berjalan mengelilingi komplek perumahan Tara.

"Apa? Puas kamu permainin aku? Puas udah nyakitin aku? Puas permaluin aku di depan orang orang?" Tara berhenti di dekat pos ronda yang masih kosong penghuni.

"Ra. Maaf Ra. Aku sama sekali gak maksud. Aku salah. Aku jadiin kamu korban dari keplayboy anku."
"Yaudah. Aku yang salah dari awal. Kalo aku baper ya itu urusanku, iya kan? Udah kan? Aku mau balik deh banyak urusan." tanggap Tara sok tidak peduli. Padahal jauh di dalam hatinya dia sangat ingin mendengar penjelasan yang lebih banyak dari mulut Roy.

Roy memeluknya dari belakang.

"Forgive me please. Please. Aku gak bisa pergi kalo urusanku belom siap." katanya. Pergi?
"Aku bakal pindah." haha lucu parah candaannya. Tara mencoba melepaskan pelukan itu tapi tak bisa.
"It's not funny, Roy Syahreza."

Roy memeluknya lebih erat seolah olah itulah pelukan terakhirnya.
"Aku serius, Ra. Aku minta maaf sama kamu dengan sikap aku selama ini. Aku nyesel udah kayak gini sama kamu." Tara melepaskan pelukannya dan kali ini tidak ditahan oleh Roy. Anak itu menyerah.

"Haha minta maaf itu gampang! Tapi ngobatin luka di hati itu gak semudah membalikkan telapak tangan, Roy!"


"Gak ada lagi kan? Mending kamu balik, aku mau pulang. Gak enak sama Luna dan Ririn udah nungguin"

As what i said, ngobatin luka itu gak semudah membalikkan telapak tangan.

**********

Roy apaan sih ya, bercandanya gak lucu! Wdyt about this part? Voment pls:)

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang