Sebelas

2K 89 4
                                    

"Kok lama angkatnya?" tanya Roy dengan nada tinggi, sedikit mengejutkan Tara yang saat itu hanya menikmati suara serak khas Roy.

"Woii jawablaa. Khawatir ya sama aku?" tanya dia lagi dengan sangat percaya diri. Tara sampai heran, ngidam apa dulu ibunya sampai bisa melahirkan anak seperti Roy?

"I..ya. Udala chat aja," jawabnya singkat. Sungguh ia malas meladeni ocehan ocehan pemuda itu.
"Enggak. Roy mau denger suara Taraa," pintanya seperti bocah yang meminta es krim kepada orang tuanya. Manja sekali.

Sepuluh menit berlalu. Roy yang mendominasi pembicaraan. Tara hanya menjawab iya, tidak, atau perkataan lain yang tidak lebih dari tiga kata.

"Apa? Aduh gaada sinyal disini." walaupun sebenarnya Tara masih bisa mendengar perkataan Roy. Tapi dia tak suka berlama - lama.
"Haha iya. Rumah Tara di pelosok kan?" diikuti gelak setelahnya hingga panggilan diakhiri sepihak oleh Tara.

Call ended


Roy Syahreza : kok dimatiin?
Fittara : gaada sinyal.
Roy Syahreza : Iya rumahnya di pelosok kann?

Lagi lagi Roy membuatnya tertawa.

Fittara : wkwk. Ntar ya ada pr fisika.
Roy Syahreza : yah lebih milih pr daripada aku? Hmm *ngambek*
Fittara : A L A Y
Roy Syahreza : Jadi aku ditinggalin nih?
Fittara : au ah gelap.

Tara pun mengambil buku tulis dan buku cetak fisikanya dan mulai bergelut dengan rumus rumus yang sesekali membuatnya jengah.

-------

Tara's POV

Kemarin Ririn bilang ke aku kalo Roy udah punya pacar. What the hell? Bukan sakit hati, bahkan aku gak punya hak untuk itu. Tapi gimana reaksi lo disaat ada orang yang udah deketin lo bahkan rela jadi tukang ojek langganan lo udah punya pacar? Apa aku yang terlalu lebay menanggapinya? Oh mungkin aku memang terlalu polos untuk mengenal cinta.

Kekecewaan tak sampai disitu. Tadi aku berpapasan dengan Kevin, pacar sekaligus cinta pertamaku. Sedikit heran dengan perubahannya yang sangat drastis, disenyumin dibalas sinis, eh ditegur malah buang muka. Aku sadar, hubungan itu sudah berakhir. Tapi bukan berarti harus musuhan kan? Tipikal ABG labil banget emang.

Tapi ternyata aku salah paham. Roy dan Sisi udah putus. And it means masih ada harapan untuk mengejarnya, iya kan?

"Khawatir sama Roy?" dug. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat saat pertanyaan itu ia lontarkan. Bingung harus menjawab apa. Aku memang sudah terlampau khawatir padanya. Tapi apa kabar dengan perasaanku pada Kevin? Apakah posisi itu telah tergantikan begitu saja? Aku... Sudah jatuh cinta kembali?

"I..ya. Udala chat aja," jawabku gemetaran.

Kami freecall lewat aplikasi line. Roy berhasil memecahkan suasana. Walau aku hanya membalas satu atau dua kata, dia tetap tak kehabisan kata untuk menghiburku.

Tapi inilah aku, tak bisa berlama - lama dengan orang baru. Aku memutuskan untuk mengakhiri panggilan.

Call ended

Kemarin sore setelah mengantarku pulang, dia dikeroyok oleh geng danger dari sekolah tetangga. Dan bodohnya dia, masih saja bersantai tanpa memedulikan lebam di pipinya.

Aku baru ingat besok acara 17an akan diselenggarakan. Aku harus menyiapkan barang - barang yang diperlukan. Aku bertugas membuat rundown kegiatan dan mencatat notulen rapat. Kumasukkan data - data tersebut ke dalam tas supaya tak ada yang ketinggalan. Maklum, aku pelupa! (Peaceee)

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang