Dua

4.7K 213 4
                                    

Tara mempercepat langkahnya menuju kantor guru untuk mengambil berkas - berkas OSIS yang tertinggal kemarin sore karena sibuk hunting tempat yang tepat untuk foto buku tahunan siswa - siswi kelas 12.

Berkas - berkas tersebut memang tidak sedang dibutuhkan sekarang kalaupun seandainya hilang, namun kurang kerjaan rasanya mengerjakan sesuatu yang sama secara berulang dan menurutnya itu hanya membuang buang waktu luang yang seharusnya bisa ia nikmati untuk bersantai ria.

Daripada disuruh mengetik ulang file lebih baik rasanya bagi Tara untuk mengetik dan mencetak novel yang masih ditulisnya satu halaman kemarin.

Lalu tak berapa jauh dari dirinya, ada seorang guru yang sedang berteriak kepada salah satu muridnya. Mulutnya mengoceh, seperti sedang berceramah.

'Hmm sepertinya anak itu sedang terkena kasus,' batin Tara.

-----

Hari ini lagi - lagi menjadi hari yang memuakkan bagi guru ekonomi, bu Sari. Beliau terpaksa menyia - nyiakan waktu istirahatnya menghadapi Roy untuk yang kesekian kalinya.

Roy Syahreza. Seorang siswa kelas 12 IPS 3 SMA Pelita yang sangat tenar karena ketengilan dan keberaniannya dalam berbuat berbagai macam onar di sekolah. Dia salah satu siswa yang berhasil menaikkan darah guru gurunya bahkan hingga pingsan. Bu Fifi salah satu korbannya, kala itu ia mengaku belum sarapan pagi dan ulah Roy menyebabkan dirinya langsung terpancing emosi hingga berakhir terkapar di dinding sebelah papan tulis.

Namun kali ini kasusnya masih sangat sederhana; tidak mengerjakan tugas makalah pendekatan pengeluaran yang seharusnya dikumpulkan tepat seminggu yang lalu.

Begitulah Roy, selalu menganggap remeh tugas tugas yang diberikan para guru. Kini ia berlagak seperti tidak ada masalah padahal bu Sari sedang menceramahinya sedari tadi.

Semua guru dan temannya juga tahu, perbuatannya ini tak sebanding dengan yang sebelumnya. Roy pernah nekat membawa CD video porno ke sekolah lalu diedarkan ke teman - temannya secara cuma - cuma.

Apes! Kejadian itu terdengar di telinga Pak Gunawan selaku guru BP di sekolah. Bukannya disuruh membuang kaset kaset tersebut, Roy malah diperintah untuk membuat kerajinan tangan lalu dipajang di ruangan guru. Pak Gunawan memang sangat kreatif dalam memberi hukuman yang membuat muridnya jera. Dan sejak saat itu setiap senin selalu diadakan pemeriksaan tas untuk menghindari hal - hal seperti itu terjadi lagi.

"Hukuman apa lagi yang harus saya berikan ke kamu Roy Syahreza?"

Roy ingin membuka mulut untuk menjawab namun mengatupkannya lagi melihat tangan ibu gurunya itu merambat ke buku hitam milik pak Gunawan. Lasak - lasak begitu, Roy berubah menjadi seperti kucing kehilangan induk jika harus berurusan dengan Pak Gunawan.

Namun tiba tiba saja bu Sari menghentikan gerakannya. Ia menarik napas panjang, lalu melambaikan tangannya ke salah seorang siswi yang berada satu ruangan dengan mereka. 'Saya punya ide,' batinnya.

"Tara!"

-------

"Tara!"

Tara celingak celinguk saat mendengar namanya dipanggil dari sudut ruangan. Dan ternyata gurunya itu melambaikan tangannya ke arah Tara.

Tara pun menghampiri kedua orang tersebut dengan raut muka bertanya - tanya. "Hai Tara, kelas berapa? Baru liat abang," kata Roy memecahkan suasana.

Roy cekikikan, namun tatapan tajam Bu Sari berhasil menghentikannya. Tara hanya memberikan seulas senyum, namun masih dengan wajah penuh tanya.

"Maaf, ada apa ya Bu?" tanya Tara tanpa memedulikan Roy yang tengah mencoel jari telunjuknya ke bahu Tara.

Bu Sari menatap Tara penuh arti. Kemudian ia mulai membicarakan niat baiknya itu.

"Tara, walaupun kamu masih kelas 11 jurusan ipa---" Roy kemudian menyambung tanpa persetujuan. "Oh masih kelas 11. Tapi kok  jarang kelihatan ya?" tawa Roy kembali meledak melihat ekspresi Bu Sari---terlihat masam.

"Roy, saya belum selesai berbicara. Saya tahu kamu anggota OSIS Fittara, siswa teladan dan juara kelas. Jadi saya minta tolong sama kamu, bantulah abangmu ini untuk berubah."

Tara memiringkan kepalanya, pertanda bahwa ia tidak paham dengan perkataan bu Sari. Merubah? Emangnya dia bunglon yang bisa berubah warna?

"Iya, abang kan juga mau pintar kayak Tara. Harus mau ya?" Roy mengedipkan sebelah matanya lalu pergi meninggalkan ruangan.

"Maksud ibu?"

Bu Sari memijit pelipisnya sejenak lalu berkata, "Iya, merubah. Membantu dia untuk jadi anak seperti kamu."

Tara menelan ludahnya, dicondongkan badannya ke depan untuk memastika bahwa  dia memang tidak salah dengar.

"S.. Sa..ya bu? T-tapi kan--"

"Ibu percaya sama kamu nak."
Bu Sari menggenggam kedua tangan Tara.

"Apa yang bisa saya lakukan bu?" tangan bu Sari beralih memegang pundaknya.
"Ingatkanlah dia untuk belajar dan beribadah, semangati dia. Kalau perlu, ajak saja belajar bersama." Tara merasa iba. Ada nada pengharapan dibalik ucapan itu.

Bismillah.

"Baik bu. Insyaa Allah saya menjaga amanah ibu."

"Terima kasih, Nak. Kamu memang anak yang baik."

"Permisi bu."

Beberapa detik berikutnya Tara sudah kembali membersihkan berkas berkasnya untuk dibawa ke ruang OSIS. OSIS di sekolahnya memang memiliki ruang tersendiri. Disanalah mereka melakukan rapat dan tugas tugas yang diminta oleh pembinanya. Disana pula tempat mereka berbagi cerita dan tentu saja, cinta.

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang