Empat

3.1K 139 1
                                    

Author's POV

"Hmm. Tar pulang yuk, hampir maghrib. Tau sendiri kan emak emak kita mulutnya gimana?"

Namun Tara masih larut dalam pikirannya, masih memikirkan sosok yang harus ia pertanggung jawabi mulai hari ini. Entah sampai kapan.

"Tar!"
"Taraaaa!"
"Fittara Melody!"
Ya ampun, aku kok jadi mikirin Roy?

"Iyaaa. Apa?" Dia tak mendengar Ririn yang sedari tadi sudah mengajaknya berbicara. "Ayo pulang!"

Mereka segera beranjak dari kursi, memasukkan kertas - kertas ke dalam laci, mematikan lampu dan mengunci ruangan.

-------

Bosen parah, batinnya. Anak remaja jaman sekarang, gampang banget ngerasa bosen. Ternyata memang begitu, secanggih apapun teknologi, sejauh apapun kita dapat berkomunikasi tetap saja berinteraksi secara langsung membuat kita merasa jauh lebih nyaman.

Tara melepas gadgetnya. "Aku mau ngapain ya." Lalu mengambil gadget kembali, memasang headset ke sepasang telinganya.

Jatuhnya ke hp juga kan.

Dimainkannya lagu berjudul Dia dari Anji.

Oh tuhan.. Ku cinta dia
Ku sayang dia
Rindu dia
Inginkan dia...

Alunan lagu itu seperti hidupnya, dan lirik - lirik merupakan isi kehidupannya. Dan lagu itu juga yang membawanya terlarut ke masa lalunya. Masa dimana hidupnya lebih tenang, lebih indah dan selalu bersinar.

"Kangen banget."
"Kamu berubah, vin," katanya sambil memandangi foto - foto kenangannya dengan Kevin.

Di sana terpajang foto ketika Tara sedang melakukan kegiatan MOS. Awal harinya mengenakan seragam putih abu - abu. Di sampingnya ada seorang pria bertubuh jangkung sedang merangkulnya sambil berpose candid dengan melirik Tara yang terlihat salah tingkah karenanya. Ia juga salah seorang panitia MOS yang disebut-sebut sebagai most wanted boy oleh junior junior yang kala itu berpakaian bak orang gila.

--------

Mentari terbit menandakan bulan telah usai melakukan tugasnya. Tara bangun dari tempat tidurnya, mandi, berpakaian dan menuju meja makan untuk menyantap sarapan buatan mama. Kegiatan yang selalu rutin dilakukannya selama ini.

"Yaudah yok Pa, Dek. Nanti kakak telat."

"Tumben Kak. Belum siap pr ya?" bisik Trian ke telinga kakaknya.

"Ssst...," katanya sambil mendekatkan jari telunjuk ke mulutnya. Lalu mereka tertawa. Mama dan Papa yang tak tahu apa - apa hanya menatap kedua anaknya heran.

Sepuluh menit kemudian dia sudah duduk di samping kursi supir. Tara diantar sekolah oleh papa bersama seorang adik laki - laki yang hanya berbeda setahun dengannya.

Ini hari Sabtu, sepulang sekolah para pengurus OSIS akan menghadiri pertemuan untuk membahas kegiatan mereka kedepannya. Tetapi sepertinya hari ini Tara sedang tidak enak badan, kepalanya berkunang kunang dan terpaksa ia harus meninggalkan rapat OSIS.

"Pa, nanti Tara gak rapat OSIS. Jemput ya Pa."

"Papa kerja kali Kak. Udah aku aja yang jemput. Jam berapa?" tanya Trian, adiknya. Mereka sangat dekat, Trian sangat menyayangi kakaknya dan begitu pula sebaliknya.

"Jam 11. Awas kalo ngaret. Eh kamu kan ikut diantar papa?"

"Kan aku bisa pinjem punya si Bobby, Kak. Kayak gak tau aja." Trian menyengir lebar dan tidak ditanggapi apa-apa oleh Tara.

Mereka sampai di sekolah tepat lima menit sebelum bel masuk berbunyi. Tara memasuki ruang kelasnya dengan terburu-buru, khawatir guru jam pertamanya masuk lebih awal dari yang seharusnya.

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang