Sembilan belas

1.7K 91 1
                                    

Kami sudah berhenti tapi ini bukan lingkungan rumah ku. Kami sampai di depan mesjid kecil yang cukup bersih. Masjid Al - ikhlas.

"Solat dulu yuk," ajaknya. Aku gak percaya, dia mulai berubah. Entah ini di depanku saja atau bagaimana, tapi aku tetap salut. Slow but sure, right?
"Aku jadi imam ya." aku mengangguk. Dalam hati aku terus bersyukur kepada Tuhanku yang perlahan mulai mengetuk pintu hatinya.

Assalamualaikum warahmatullah...

Kami pun memanjatkan doa masing - masing. Setelah itu aku melepas mukenahku.

"Mau kemana lagi?" karena sepertinya sekarang kami tidak menuju ke arah rumahku.
"Kenapa? Udah gak tahan lama lama sama aku? Ini malming keles besok gak akan telat." Aku mencibirnya malas.

"Tapi kan--" dia tak memedulikan perkataanku dan menjalankan motor sekencang kencangnya sampai tubuhku berkali kali jatuh pada punggungnya. Modus kelas kakap ini mah.

"Pegangan nanti jatoh." Aku memegang erat pundaknya dengan sedikit was-was. Tapi tangannya menjalar dan memindahkan tanganku ke pinggangnya. I hug him now.

-------

Author's POV

Mereka tiba di warung pinggir jalan langganan Roy and the gengs.
"Eh mas Roy mau makan apa mas?" tawar pak Maman si penjual makanan membersihkan meja Roy dan Tara.

"Kok tumben bawa cewek mas? Biasanya yang dibawa kesini cowok semua. Ya kalo cewek mentok mentok mbak Citra." Citra lagi citra lagi.

"Banyak tanya deh pak. Nasi uduknya dua pak, sama mandi dua."
"Aku gak laper," bisik Tara.

"Geer banget. Siapa yang nawarin kamu?" Tara mendengus kesal. Sialan ni cowok.

"Gausah ngedumel dalam hati. Ntar dosa loh." Tara menghentak hentakkan kakinya di tanah. Kenapa sih Roy selalu tahu apa yang dia pikirkan? Dia dukun? Atau Romy Rafael?

Makanan sampai. Tara masih cemberut tapi perutnya sudah keroncongan. "Yakin gak laper? Udah cepat makan nanti aku abisin baru rasa." Roy menikmati suapan pertamanya.

Makanan pun ludes tak tersisa. Padahal sebelum maghrib tadi mereka sudah makan. Memang perut orang Indonesia gak pernah bisa bohong. Jatuhnya ke nasi juga.

"Udah jam 8."
"Terus kalo udah jam 8 kenapa?" pura pura gak peka banget ih, batin Tara

"Iih aku ya mau pulanglah!" teriakannya membuat pengunjung lain terkejut. Mereka jadi pusat perhatian sekarang.
"Jangan teriak teriak dong nanti aku dikira apa?" bisiknya
"Makanya anterin aku pulang," pintanya sambil menunjukkan baby face andalannya. Roy mencubit hidung Tara.
"Iyaiya. Ngeselin. Untung sayang," gumam Roy ketika hendak membayar.
"I hear it Roy Syahreza."

Tepat pukul setengah 9 malam mereka baru sampai di rumah Tara.
"Mampir?" dia menggeleng "Besok besok aja deh."
"Yaudah makasih ya. Hati hati. Jangan ngebut ngebut. Rokoknya dikurangin. Satu lagi, jangan pulang larut." Roy memutar bola matanya. Tara seketika berubah menjadi seperti bu Sari.
"Iya buk bos, siap!" memberikan hormat pada Tara.

Satu lagi hari kenangan indah bagi Tara.

From now on, stay with me please. I need you. Don't leave me, Roy.


**********

Yeayy slow but sure Roy udah mulai berubah nih.
So, wdyt about this part guys? Voment pls:)

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang