chapter 22

3.2K 159 7
                                    

"Lo ga kenapa kenapa kan?" Tanyaku ketika kami berdua berada di sepeda yang ku kendarai tadi untuk sampai kesini.

Dia memegang pingangku. Jujur , ini awkward.

"Ga apa." Katanya getar. "Makasih ya uda selamatin gue tadi." Lanjutnya.

"Hm." Ucapku singkat.

Tak lama kemudian sampailah di rumah Luna. Luna tampak sangat sedih dan juga lega.

"Gue bodoh banget percaya sama Cameron." Ujarnya sambil memukul kepalanya pelan lalu menangis.

Aku memeluknya masuk ke dalam pelukanku. Aku mengelus punggungnya. "Dan itu jadi pelajaran buat lo. Jangan pernah percaya sama orang lain ataupun merusak kepercayaan orang lain." Tanpa aku sadari aku menyindirnya cukup tajam.

"Gu-gue minta maaf karna uda ambil Matthew dari lo Em.." Katanya lagi sambil terisak tapi aku tetap memeluknya erat.

"Iya , gue maafin." Aku tidak yakin sama apa yang aku bilang saat ini. Perbuatannya masih melekat di hatiku. Saat dia menghasut banyak orang untuk memjauhiku. Mengambil sahabatku bahkan pacarku itu.

"Yauda gue pulang dlu ya?" Kataku sambil melepaskan pelukanku dengannya.

Luna mengelap air matanya lalu menatap Emma dengan senyuman yang lemah. "Makasih banyak Emma. Kita temenan balik ya?" Ujarnya sambil tersenyum.

"Iya." Kataku sambil membalas senyumannya.

Aku berbalik arah untuk kembali mengendarai sepedaku.

"Eh bentar. Gue mau kasih pesan." Ujar Luna sambil berjalan ke arahku. "Please , lo jaga diri lo dari Cameron. Gue gamau hal yang sama terjadi sama lo ya Em.." Ujar Sally bersungguh sungguh. Aku menatapnya dengan tatapan terkejut. Mana mungkin Cameron seperti itu? Tapi.. Mungkin saja.

"Oke." Kataku tidak yakin harus memeecayai Cameron atau tidak.

"Jelasin semua." Ujarku masuk ke dalam rumah sambil menatap Cameron yang kusut duduk di sofa sambil mengacak ngacak rambutnya tapi aku langsung memalingkan pandangan dan berjalan ke dapur.

"Lo dari mana?" Tanyanya.

"Ga penting buat lo. Jelasin semua please." Ujarku memohon sambil menatapnya yang masih duduk di sofa dengan posisi yang sama.

"Luna uda pulang?" Tanyanya lemah. "Udah." Jawabku. "Dan lo gabisa ambil dia lagi." Lanjutku sambil mengambil sebuah gelas

"Iya , gue tau gue salah." Ujarnya.

"Yauda jelasin kenapa dulu. Tadi penjelasan lo kurang jelas." Ujarku masih berdiam di dapur tanpa menatapnya. Dan ia juga tidak menatapku.

Cameron menghela napas. "Gue janji , habks gue ceritain semuanya , gue bakal pergi dari kehidupan lo." Ujarnya yang membuat aktifitasku terhenti dan menatap lurus kedepan. Aku tidak menjawabnya dan masih menantikan penjelasan.

"Jadi." Ia memulai menjelaskan. "Olivia sama William uda pacaran dari tahun lalu. Gue kenal William tu karena waktu itu gue ketemu dia di bar." Ujar Cameron sambil memberikan jeda di sela sela penjelasannya. "Lalu , gue liat dia mabuk disana. Gue kasihan. Gue bawa dia ke kamar di bar itu. Dan lo tau kan orang mabuk itu gimana? Mereka gatau apa yang mereka omongin. Dan dari sana gue baru tau kalau William itu pacaran sama adik gue."

"Hah? Kok bisa kebetulan ketemu?"

"Dia ngigau , dia mau jual Olivia." Ujarnya lemah. "Awalnya gue gak gitu peduli karena gue kira itu Olivia yang lain dan bukan adik gue. Tapi ternyata....

"Ternyata apa?" Tanyaku penasaran.

"Ternyata itu benar Olivia. Gue liat di dompetnya dan ada foto Olivia sama dia. Gue gatau dia beneran cinta sama Olivia atau apa. Tapi gue yakin, William itu bukan cowo yang baik baik."

"Terus hubungan mereka gimana sekarang?" Tanyaku.

"Masih berhubungan. Gue uda coba mau ngasih tau orang tua gue masalah ini , tapi William ngancem gue buat jangan ngasih tau , kalo ga adik gue jadi tanggungannya. Dan jangan lo kira gue berhenti karena gitu aja. Gue selalu ngikutin mereka kemana aja mereka pergi walaupun William uda ingetin gue buat jangan campurin urusan mereka." Ujarnya menghela napas. "Gue juga uda ngasih tau ke Olivia kalo William itu cowo ga bener. Tapi dia uda terlalu cinta. Dan dia gabisa liat fisik aslinya William karena ia buta." Ujar Cameron mematung di tempatnya. Aku menyusulnya duduk di sebelahnya sambil menoleh ke arah laki laki yang memasang tampang bersalah ini.

"Terus?" Aku masih penasaran.

"Dia gamau mutusin. Dan suatu saat. William uda bener bener butuh cewe. Dan di malam itu William berniat untuk mencari cewe baru. Ya itu , Olivia malam itu mau di jual."

Aku menutup mulutku.

"Tapi aku menggalkan rencananya. William marah  banget. Sampe sampe waktu itu dia hampir mau bunuh gue tapi gue ga sengaja nodongin pisau itu balik ke William. Dan gue tau cinta Olivia ke William  itu gede banget. Dan bodohnya gue , gue iba sama William. Gue kasihan , gue kira dengan gue selamatin dia , dia ga bakal gitu lagi. Ternyata ia tetap mau Olivia buat di jual." Cameron mengacak ngacak rambutnya.

Aku menatapnya kasihan.

"Lalu keesokan harinya. William bilang , dia ga bakal jual Olivia kalo gue bisa nemuin cewe yang lebih dari pada Olivia." Ujarnya sambil mulai menatap Emma.

"Awalnya , gue ga setuju. Tapi gue di ancam. Ya apa boleh buat. Terus awal gue pindah disini. Gue itu ga suka sama lo." Ujarnya jujur. "Karena lo itu ga suka gue ya gue juga ga suka sama lo. Waktu itu gue sempat ngasih identitas lo ke William. Dan waktu itu keputusan gue uda bulat kalo cewe yang gue cari itu lo." Dia menghela napas. Aku menatapnya terkejut. "Tapi , entah kenala gue kurung niat gue saat itu. Entah kenapa gue berubah pikiran saat itu. Lalu gue bilang ke William jangan saat ini dulu , entah kenapa." Ujarnya

"Lo mau ngejual gue?" Tanyaku sambil menatapnya serius.

"Iya waktu itu."

Aku menutup mulutku dengan tanganku.

"Tapi pas aku ketemu sama Luna. Gue berubah pikiran." Ujarnya.

"Terus terjadi lah kejadian tadi?" Tanyaku dan dia mengangguk. "Terus ada apa lagi yang gue belom tau?" Tanyaku.

"Gu-gue dari dulu itu emang uda bisa bahasa indonesia. Dan ini sebenarnya ga penting sih."

"Terus sekarang adik lo dimana?" Tanyaku , entah kenapa.

"Disini juga. Di Jakarta." Ia menatap lurus ke depan tanpa melihatku.

"Gue mau ketemu dia." Ujarku serius.

"Hah? Jangan , nanti William tau pasti lo yang bakal jadi korban berikutnya." Ujar Cameron menatapku serius.

"Gue emang uda di incar dia kok."

"Hah?" Cameron syok. "Dia mau lo?" Tanhanya dan aku mengagguk santai.

"Shit." Geramanya sambil menutup wajahnya itu 

"Sorry , gara-gara gue.....

Cameron mulai menjatuhkan air mata. "Lo pasti tau rasanya kalau lo ada di posisi gue Emma.. Gue sayang banget sama adik gue." Ujarnya sambil menangis dan merunduk.

Aku memegang bahunya lalu mengangkat dagunya sampai matanya bertemu dengan mataku. "Gue tau kok , dan lo ga sepenuhnya salah.."

*******

My Sexy Nerd [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang