Aku keluar dari kamar mandi dengan kaki yang gemetar. Aku melirik ke sekitar. Kenapa tempat ini tiba tiba jadi sepi? Dimana Matthew dan abangnya itu? Kemana semua orang pergi?
"Lo pasti terkejut kan?" Sahut seseorang dari belakangku yang tak lain adalah William. Aku memberanikan diri untuk membalikkan badanku secara perlahan.
"Mana Matt?" Tanyaku cepat.
"Uda pulang." Jawabnya. Dia berjalan mendekat ke arahku.
Aku mundur beberapa langkah. "Mana semua orang?"
"Gue sewa tempat ini duluan dari awal. Dan mereka cuma boleh disini sampe jam 8 , dan sekarang uda jam 8, mereka uda pulang."
Aku menatapnya terkejut. Nafasku tidak karuan. Aku takut akan terjadi sesuatu. Dengan cepat aku mengambil ponselku dari tasku. Tapi William dengan cepat berjalan ke arahku dan menepis ponselku dari tanganku. Aku terkejut melihat ponselku terbanting ke lantai. Lalu ia menginajak ponselku dengan kaki kirinya. Matanya masih menatap lurus ke mataku. Aku menatapnya dengan ketakutan. Tidak ada orang atau pelayan disini. Benar benar kosong.
"Lo mau ngapain?" Aku mundur beberapa langkah sampai di mentok di tembok restaurant ini. William masih terus berjalan ke arahku. Ia mendekat, sangat dekat.
"Gue mau bawa lo ke tempat lo sama temen lo itu pergi." Ujarnya. Aku bisa merasakan nafasnya di telingaku saat ini. Apa yang akan ia lakukan? Ya tuhan , tolong aku.
Ia menarik tanganku secara kasar dan membawaku masuk ke dalam mobil. Aku ingin berteriak tapi , aku tidak bisa. Ia membungkam mulutku dengan kuat. Aku memberontak tapi tidak ada gunanya. Ia lebih kuat dari yang ku duga. Aku hanya menangis di dalam perjalanan.
"Ga guna lo nangis. Ga bakal ngubah pemikiran gue." Ujarnya sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal. Aku masih tetap menangis tersedu sedu. Aku tidak bisa membayangkannya.
Tiba tiba ada sebuah motor yang menghalangi mobil ini. Motor ninja hitam. Seorang laki laki mengendarainya. Ia memakai jaket hitam dan semua serba hitam. Ia tidak membuka helmnya , jadi aku tidak mengenalinya.
Dia mengetok jendela depan tempat William menyetir. William membukanya.
"Apa?" Tanyanya ketus.
"Keluar." Ujarnya. Sepertinya aku mengenal suara ini dan accent ini. Apa dia? Cameron?
"Cih , jangan banyak main, geserin motor lo atau gue tabrak." Ujar William cepat. William langsung menaikkan jendelanya untuk menutupnya. Orang tersebut dengan cepat memecahkan kaca jendela tersebut dengan sikunya. Aku teriak terkejut.
"Gue bilang keluar." Teriaknya. Dengan amarah , William langsung keluar dan mengaba aba ingin meninju orang tersebut. Tapi orang tersebut menepis tinjuannya dan meninjunya lebih dulu. Dia mengambil kerahnya dengan keras.
"Gue gamau liat muka lo lagi di sekitar cewe itu." Orang tersebut membantingkan tubuh William hingga terjatuh ke lantai. Sebelum itu , ia memberikan tinjuan yang cukup keras. Ia membuka pintu depan lalu menarik tanganku dengan keras. Aku duduk di belakangnya. Yap. Kami menaiki motoe yang tadi pria itu bawa.
"Well , makasih." Ujarku gentar. Pria itu tidak menghiraukannya. Ia masih fokus menyetir.
"How are you Em?" Aku kenal suara ini.
"Ca-cameron?" Tanyaku terkejut.
"Yes." Dia membuka helmnya di saat sedang menyetir.
"Watch out." Ujarku cepat.
"Tenang." Ia tersenyum.
Aku memeluknya dari belakang.
"I already told you , kalo gue bakal terus berada di sekeliling lo. Sorry kalo gue telat." Ujarnya. Aku masih tetap memeluknya. Wanginya masih sama seperti dulu. Ini masih Cameron yang ku kenal.
"Lo kemana aja Cam?" Tanyaku.
"Frat house yang jauh dari sini."
"Hah?" Aku melepaskan pelukan. "Frat house? Kok bisa?"
"Actually , its mine."
"Frat housenya punya lo? Kok lo punya gituan?"
"Ya ga tau sih , dulu gue emang suka kaya gituan , terus gue sewain ke orang kalo mau di pake."
Aku menghela napas. Untung saja dia baik baik saja selama ini.
"Makasih ya Cam." Ujarku sekali lagi.
"Yes , lo pulang sekarang?" Tanyanya.
"Lo? Pulang juga kan?"
"Iya , ke frat."
"Kok ga ke rumah?"
Cameron terdiam. "Em , belom saatnya , kalo uda saatnya , gue bakal balik kok. Waktunya belom tepat." Ia tersenyum. Aku mengangguk.
"Kok lo tau gue disana?"
Dia terdiam. "Olivia yang bilang."
Kembali aku yang terdiam.
"Dia uda putus sama William. William frustasi karena ga ada pegangan lagi." Lanjut Cam.
"Oh." Aku membenamkan kepalaku di punggunya.
"Gue jagain lo kok , tenang aja. Semua uda beres. Gue ga bakal takut lagi kalo William bakal nyakitin Oliv , dia uda pindah ke amrik balik." Ujar Cam.
"Oh ya? Bagus deh." Aku tersenyum.
"Jalan dulu yuk?" Tanyanya.
"Oke." Aku mengangguk lalu menatap jalanan yang sepi ini.
Motor Cam berhenti tepat di depan lautan yang luas. Aku turun dari motornya dan menghela napas pelan. Cam membuka helmnya dan meletakkannya di motor. Aku dan Cam duduk di tapi lautan itu, tepat di batuannya.
"Pelan pelan." Cam mennggengam tanganku pelan. Aku tersenyum.
Lalu kami duduk sambil menatap lurus ke depan.
"Lo tau ga apa yang gue rencanain ke depan?"
"Hm?" Tanyaku penasaran.
"Gue..--" Dia menghela napasnya. "Gue minggu depan balik ke LA."
"Serius?"
"Kalo tugas gue disini uda siap ya gue balik."
"Tugas apa?"
"Jauhin William dari lo. Gue bener bener harus buat dia pergi , kalau perlu gue kotorin tangan gue dengan darah pun bisa."
Aku menatapnya terkejut, bukan karena aku takut kalau dia membunuh William , tapi karena dia akan pergi.
"Kenapa harus balik?"
"Gue..--"
*********
Next chapter itu last yaaaaaa sooooooooooooooo stay tuneeeee 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Nerd [COMPLETED]
Fanfiction"Just pretending that he is your cousin" Cameron Dallas fanfiction. Copyright © 2016 by Cindy Angela. All Right Reserved. P.s : sorry kalo banyak grammar yang buruk. Happy reading ✌