BAB 6 Flaming In the heart

119 42 8
                                    

Febby menggeleng. Tidak mau mempermasalahkan ucapan itu.

"Trus, ini lo gimana? Gue tinggal ambil balsem enggak mau, mau ngajak balik ke bus kaki lo keseleo, pasti susah jalan." Gio tampak berpikir sejenak.

Febby hanya diam. Tidak peduli dengan cowok itu.

"Gendong." Ucap cowok itu datar. Datar sedatar-datarnya. Membuat cewek di depannya melongo. Sesungguhnya Febby tidak tahu itu pertanyaan, atau pernyataan, atau perintah, atau lainnya. Pikiran Febby tidak jernih.

"Sekarang cuma itu pilihannya, gendong atau lo gue tinggal bentar ambil balsem dan tunggu kaki lo sembuh. Ya, walaupun gue enggak yakin bisa sembuh cepet atau enggak." Cowok itu menaikan kedua alisnya.

"Enggak ada pilihan lain?" Lagi lagi gadis itu terlihat sungguh melas.

Gio menggeleng.

Febby menghela napas. Lalu mengangkat tangannya meminta bantuan Gio untuk berdiri. Gio menurut dan menarik tubuh itu ke atas.

"Pilih gendong?" Wajah ketakjubannya muncul. Mungkin cowok ini tidak percaya dengan pilihan Febby.

"Siapa bilang? Saya mau jalan sendiri. Kayak anak kecil aja digendong-gendong." Febby tampak memandirikan diri dan bersikap dewasa.

Gio menurutinya lagi. Perlahan ia menuntun gadis mungil itu. Dipegangnya kuat bahu kiri Febby dan bahu kanannya. Mengiringnya perlahan menuju bus yang mengantarkan mereka.

Jaraknya cukup jauh, hingga bus itu terlihat sebesar biji kacang. Gadis ini berjalan sedikit pincang. Tertatih-tatih menempuh jarak yang tak dekat itu.

Rasa sakit di kakinya membuat Febby berjalan melambat. Membuat Gio tidak betah. Dia memandang Febby kasihan. Gadis ini lagi-lagi tersakiti olehnya. Jika saja ia tidak membawanya menyusuri pantai, pasti gadis ini tidak akan berakhir seperti sekarang, dan tentu pasti sudah menemukan toilet yang ia idam-idamkan dan ia dambakan sebelum rasa nyeri di perutnya tak lagi terasa.

Gio mendengus.

Ini kapan sampainya.

Membuat Gio greget dan langsung maju ke depan Febby dan menarik tubuh Febby ke punggungnya menggunakan kedua tangannya yang berada di belakang tubuhnya.

Febby tersentak kaget.

"Turunin saya pak!" Pinta Febby yang kini sudah berada di punggung Gio. Tangannya memukul-mukul bahu Gio yang ada di depannya. Memberontak.

"Udah, lo diem aja."

"Tapi pak."

"Ck." Gio berdecak. Tidak mau mendengar alasan lain dari mulut Febby. Akhirnya Febby diam.

Febby tidak tahu apa yang barusan terjadi. Seorang guru menggendong muridnya sendiri. Terkesan biasa dan lumrah. Tapi faktanya Febby merasakan sesuatu yang berbeda. Organ tubuh yang terletak di bagian kiri tubuhnya mulai berdegub perlahan namun semakin kencang. Seolah berontak dengan fakta yang terjadi.

"Pak Gio." Panggil Febby.

"Hm."

"Maaf ngerepotin." Lirihnya dalam gendongan Gio.

Gio terkekeh kecil. Bibirnya menjuntai senyuman manis.

"Lo kenapa jadi kalem gini?"

"Hah?"

"Lo ngomelin gue waktu kecelakaan itu. Lo agresif. Banget malah. Berani ngomel-ngomelin gue yang jelas lebih senior dari lo." Gio tersenyum tipis tidak menyangka.

"Saya enggak bilang cewek yang bapak tabrak itu saya." Febby mengingatkan lagi. Sebenarnya Febby tidak ingin sifat cerewetnya diketahui Gio. Setara ia mengomeli Gio habis-habisan saat itu. Karena itu memalukan.

F & GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang