BAB 18 Bukan untuk Dilupakan

74 6 6
                                    

Suasana kelas XI Mia 6 terlihat kondusif. Tidak seperti hari-hari biasanya. Topik pembicaraan mengenai ayah Febby tak lagi santer terdengar di kelas tersebut. Namun, entah untuk kelas lain. Bisa saja mereka sedang merumpi cantik dengan sebungkus cemilan sebagai pelengkap.

Ubaid memasuki kelasnya terburu-buru lalu mengambil tempat paling pojok belakang. Ia juga terlihat kesana kemari mencari pinjaman gunting dan selotip.

Twintan yang melihatnya pun penasaran. Apa yang sedang temannya itu lakukan.

"Ngapain lo." Cecar Twintan mengawali.

Bukannya membalas ucapan Twintan, ia lebih memilih fokus kepada selembar kertas gambar bersama kepingan-kepingannya disebelahnya.

Twintan melengos, lalu mengamati aktivitas Ubaid yang sepertinya sangat penting hingga pertanyaannya tak digubris sama sekali.

Twintan terkejut melihat apa yang sedang temannya itu kerjakan. Sebuah foto yang sempat menjadi tranding topic satu sekolahan. Twintan mengambil duduk didekat Ubaid.

"Itu foto bokapnya Febby, kok bisa ditangan lo?" Twintan, turut mengambil kepingan-kepingannya dan menyatukan tiap bagian.

Ubaid, masih tengah sibuk dengan kegiatan sakralnya. Kesempatan untuk membantu perempuan yang selama ini ia sayangi. Bukan maksud apa-apa, ini murni karena perhatiannya. Bukan untuk mencari muka di depan Febby atau lainnya.

"Iya, gue mau bantuin dia." Balasnya, membuat teman disampingnya curiga.

"Tidak biasanya lo bantuin Febby," Twintan menaruh penasaran. Ia tampak berfikir. "Apalagi tentang kehidupan pribadi Febby."

"Gue cuma kasihan." Sahut Ubaid.

Alis Twintan hampir menyatu, "Gue gak yakin."

Ubaid menghentikan aktivitasnya. Melengos ke arah teman seperjuangannya. "Apa yang bikin lo gak percaya?" Ubaid, bertanya datar.

Twintan terkekeh kecil. Mengamati setiap jemari Ubaid yang dengan lihai memperbaiki benda itu.

"Gue lihat lo pas di UKS, sekaligus bawa tasnya Febby." Twintan menyenderkan tubuhnya di punggung kursi, "Yah, awalnya gue kira sih biasa aja. Wajar aja gitu. Tapi pas gue pikir, gak mungkin aja kalau seorang Ubaid membantu seorang cewek seperti Febby berlandaskan rasa kasihan."

Ubaid terdiam.

Twintan terdiam.

Sekejap hening.

Twintan memegang pundak Ubaid.
"Rasa kasihan dan suka itu beda tipis." Dilanjutkan menepuk pundak Ubaid, dan meninggalkannya.

Ubaid menatap kosong didepannya. Karena sesungguhnya rasa kasihannya berlandaskan kesukaannya pada gadis itu. Gadis yang secara tidak langsung mengisi tiap inchi hatinya.

Dimatanya, Febby itu berbeda. Dia yang terlihat ceria namun sesungguhnya memendam rasa sakit yang mendalam. Siapa yang menyangka, tingkahnya yang dinilai galak ternyata memiliki sejarah hidup yang kelam.

Keluarga Febby yang tak kembali utuh karena kasus yang menyeret nama ayahnya. Rasa sayang yang ia terima dari ibunya tak bisa melengkapi rasa sayangnya sebelumnya.

Ayahnya berperan penting dalam hidupnya. Meski terkadang rasa sakit yang justru Febby terima ketika harus berhadapan dengan ayahnya.

Ubaid tahu segala seluk-beluk keluarga gadis itu. Bukan tak apa, ketika semua temannya mengatai dia sebagai cowok yang suka chating-an dengan cewek, disitulah kesalahpahaman dimulai. Ia justru mencari informasi mengenai gadis itu. Bukan melakukan rutinitas tak bermanfaat seperti itu.

F & GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang