BAB 13 Rasa yang membelenggu

83 25 4
                                    

Bel berbunyi, pertanda jam sekolah telah selesai. Semua siswa berhamburan menuju parkiran sepeda dan beranjak meninggalkan sekolah. Beberapa geng cewek bergosip ria seraya tertawa terbahak. Entah apa yang dibicarakan, mata mereka terbelalak setelah mengamati android dari salah satu anggota geng. Mungkin mereka sedang mengamati cowok ganteng yang tengah berpose cool di jendela sosial media atau sekedar meneriaki tas branded yang limited edition. Itulah kebiasaan cewek rempong SMA Pusaka.

Disisi lain, dibawah pohon rindang sisi lapangan. Febby duduk termenung dengan ditemani sosok guru yang tak lain tak bukan adalah Gio. Raut mukanya menggambarkan bahwa ia sedang memikirkan sesuatu. Dinda, ya. Cewek ini berhasil menyita hampir seluruh bagian dari otaknya.

Buku yang berserakan untuk perlombaannya pun terasa tersiakan. Hari ini mereka memulai bimbingan di hari pertama. Tapi semua berjalan tak sesuai harapan. Febby tampak murung dengan semburat goresan 'rasa bingung' yang menyelimuti wajahnya. Pikirannya berlayar entah dimana.

Febby mengibaskan kepalanya. Sesekali memukuli jidatnya supaya pikirannya jernih. Seolah segala pikiran bernaung dalam otaknya. Febby menyerjapkan matanya berulang kali. Supaya konsentrasinya tetap di buku matematika yang kini tengah di bukanya.

Gio yang merasa terabaikan bersedih kesal. Bahkan kehadirannya seolah tak diharapkan oleh Febby. Ia memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. Tangannya tergerak untuk mengusap lengan Febby, menenangkan Febby yang tampak penuh kebingungan, kekesalan dan kesedihan.

"Udah, sekarang lo tau kan kenapa Dinda enggak masuk sekolah. Itu karena dia punya masalah keluarga, bukan karena lo. Lo enggak perlu mikirin Dinda lagi untuk sekarang. Rasa bersalah lo kepada Dinda juga enggak perlu lagi. Dinda ngejauhin lo bukan karena lo." Gio memberikan senyum di ujung kalimatnya. Senyum yang menghangatkan. Membuat Febby ingin berlama-lama di sisinya.

"Makasih pak. Udah nenangin saya." Febby membalas senyum milik Gio. Tapi, senyum itu kembali membeku ketika keganjalan terlintas di pikirannya.

"Dinda selalu curhat ke saya kalau ada masalah. Tapi kenapa kali ini tidak?" Febby menatap sepasang mata yang turut menatapnya.

Gio mencari-cari alasan untuk itu, entah mengapa ia merasa sulit untuk menjawabnya. Diedarkannya pandangannya hingga menemukan sepasang ulat di dedaunan pinggir lapangan. Sebesat pikiran cemerlang melintas begitu saja.

"Kamu lihat dua ulat itu." Gio menunjuk sebuah rumput liar yang daunnya terkikis karena dimakan ulat tersebut. Satu daun berdua, hingga tak heran daun disekitarnya habis tak tersisa.

Febby mengangguk perlahan dan turut memandang sepasang ulat tersebut. Ulat dengan bulu samar-samar di tubuhnya. Salah satu dari mereka bertubuh sangat gemuk. Lalu Febby menatap Gio bertanya-tanya dengan apa yang dimaksudnya.

"Mereka sekarang berdua, makan rumput pun berdua. Kamu tahu? Jika mereka menjalani kehidupan mereka juga bersama. Bahkan ketika badai angin menerpa rumput itu, mereka akan selalu bersama." Gio menjeda ucapannya, "seiring berjalannya waktu mereka akan berpisah. Karena mereka harus hidup di alam selanjutnya. Meninggalkan ulat lain untuk menjadi kepompong dan membentuk diri seindah mungkin. Salah satu dari ulat tersebut pasti sedih. Tapi mau bagaimana lagi. Memang Tuhan telah mentakdirkan seperti itu. Siapa yang bisa menolak?"
Gio menatap Febby lekat dan dalam. Mencoba meyakinkan gadis didepannya untuk tetap tegar dan tak bergelut dalam kesedihan.

"Jadi, maksud bapak. Saat ini Dinda lagi ngejauh..." Tutur Febby terpotong.

"Dinda ngejauhin kamu cuma sementara. Dinda mengalami berbagai masalah supaya ia mampu menjalani hidupnya kedepannya. Orang yang sering menerima masalah, ia akan jadi sosok yang kuat. Tidak semua masalah harus dibagi kepada teman, mungkin harus diselesaikan secara pribadi karena privasi. Dinda pun demikian. Tuhan tidak asal-asalan ngasih cobaan hidup untuk seseorang. Tapi Tuhan mencari yang kuat dan pastinya mampu untuk menyelesaikan masalah itu." Gio mengalihkan pandangannya ke sekitar. Menatap seluruh hamparan lapangan yang mulai sepi.

F & GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang