BAB 4 Gio Bramestyo

113 47 22
                                    

"Oke-oke, gue bakal serius." Sambil menutup rapat mulutnya. Lalu memulai menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Lo ngapain?" Dinda bingung dengan sikap sahabatnya itu.

"Lagi narik napas." Suaranya berubah karena dibarengi dengan menarik napas panjang.

Fyuuhhhhh...

Ia menghembuskan napasnya sekali buang.

"Ih, Febby bau tahu." Tangan Dinda menutup hidungnya sambil terbatuk-batuk yang sengaja dibuat-buat.

"Gue tadi sikat gigi kali, Din. Jahat banget lo." Sambil menimpuk lengan kiri cewek itu. Kedua gadis itu tertawa terbahak.

"Eh, cepetan ngomong. Lo mau gue mati penasaran apa?"

"Oh iya," Febby menjeda ucapannya "Lo inget kan, kemaren lusa gue kecelakaan?" Febby menatap miring cewek itu. Berharap sifat pelupanya tidak kambuh untuk sekarang.

Gadis itu mengangguk.

"Lo inget enggak sama cowok yang nabrak gue?" Cewek itu mengernyitkan dahi, mengingat kejadian dua hari silam. Tapi naas. Sifat pelupanya kambuh dengan tiba-tiba.

Gadis itu menggeleng. Membuat Febby mendengus kesal. Lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Dinda.

Febby berbisik, "Yang nabrak gue itu guru muda yang tadi."

"Apaaa!!"

Segera Febby membungkam mulut Dinda yang terdengar terlalu berlebihan. Memang sifat lebaynya terlanjur mendarah daging di dirinya.

"Dinda, lo nggak usah teriak gitu dong. Lebay deh." Cewek itu menekuk wajahnya.

Dinda malah tidak bereaksi. Dia hanya menyerjapkan matanya berulang-ulang. Sambil memikirkan sesuatu yang ada di otaknya. Dinda tidak percaya. Mereka saling diam untuk waktu yang cukup lama.

"Lo beruntung."

"Hah!?" Febby kebingungan dengan ucapan cewek itu. "Maksud lo apaan?" Sambungnya lagi.

"Iya, lo lucky girl." Pandangan Dinda lurus ke arah plafon langit kelas. Tapi entah apa yang ia lihat. Dia lebih mirip orang melamun sekarang.

Febby menatap tak paham. "Gue bingung deh, gue kan ditabrak, kok gue malah beruntung. Lihat nih." Febby menunjukkan luka di dahinya,
"Ini ulah cowok itu. Yang lo bilang ganteng, tinggi, tapi pembawa sial buat gue."

"Mmmm... Cie..." Goda Dinda. Dengan salah satu tangan menyentuh dagunya.

"Apaan coba." Ia menepis tangan cewek itu.

"Cie...cie..."

"Dinda, please deh."

Ketika sedang asik menggoda Febby, sedetik kemudian seorang guru masuk ke kelas. Seketika membuat suasana heboh karena setiap murid berlarian menuju bangku masing-masing.

Tapi segerombolan murid cowok di belakang kelas, gerombolan Tobi tetap asik bermain ular tangga.

Bu Heru, wali kelas XI Mia 6 berjalan perlahan mendekati gerombolan tukang ribut itu.

"Yes, kalah lo Bot." Sumringah Tito mengetahui kemenangannya.

"Waktunya jitak menjitak." Ubaid mengusap-usap telapak tangannya seolah siap menjitak kepala Tobi.

"Tiap anak sepuluh jitakan. Deal?!" Twintan mengeluarkan tangannya ke arah teman-temannya. Dan langsung dijabat oleh Tito.

"Deal."

"Enggak." Ubaid mengelak.

"Lah?"

"Gue lima puluh jitakan."

F & GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang