BAB 8 Kesalahan Yang Transparan

110 29 8
                                    

Kini pagi kembali menyambut rombongan SMA Pusaka. Setelah sebelumnya mereka bersenang ria dengan kunjungan wisata yang mereka lakukan, kini saatnya mereka untuk kembali pulang. Menyudahi semua kebahagiaan sebelum akhirnya mereka berkecimpung dengan kegiatan masing-masing.

"Perasaan cepet amat liburannya." Tobi memulai. Terlihat semburat goresan sedih di wajahnya. Wajah cerianya yang biasa ia tunjukkan berubah menjadi lesu seketika.

Tito mengangguk, "Harusnya liburannya enggak cuma sehari. Tapi satu minggu gitu. Kan enak kalau gitu." Lalu meringis sendiri dengan lesung pipi di wajah berkulit hitam manis itu.

Twintan yang sedari tadi mendengar pembicaraan dua temannya lebih memilih diam. Mengamati jalanan ramai dari dalam bus. Sesekali tangannya menggerak-gerakkan topinya dan membetulkan kaca mata cool-nya yang sedang terpasang di atas hidung mancungnya.

Style keren dengan wajah cool membuat banyak cewek terpikat dengannya. Tak heran jika Twintan menjadi salah satu pentolan di SMA Pusaka.

Sedangkan Ubaid yang duduk bersebelahan dengan Twintan lebih memilih untuk mengotak-atik androidnya. Mungkin ia sedang ber-chating ria dengan gebetannya atau mungkin mantan gebetannya. Uh, belum sempat jadi pacar kok udah jadi mantan. Tapi itu fakta yang sering ia lakukan.

Tiba-tiba Tobi gedebugan tidak jelas. Mengubah posisi duduknya menjadi berdiri di atas jog sambil memajukan tubuhnya ke arah Ubaid dan Twintan yang berada di seberang kanan tanpa mempedulikan Tito yang mukanya hampir menyentuh perut buncit Tobi.

Tito sontak memelototkan kedua matanya. Seolah sedang melihat sekumpulan lemak yang terbungkus kulit tipis. menjijikan. Tito yang kesal dengan polah Tobi segera memukul perut itu dengan kepalan tangan kanannya. Tobi memandang ling-lung ke sekeliling.

"Perut gue kok kayak ada yang nyentil sih."

Tito semakin kesal dengan Tobi yang tak kunjung sadar dengan perutnya yang kini menutupi wajah Tito. Kini Tito melakukan tindakan lain. Mencubit.

Tak tanggung-tanggung, Tito mencubit perut buncit itu dengan kedua tangannya. Bukan segumpal daging yang ia cubit. Tapi hanya secuil kulit Tobi. Ditariknya kulit itu kuat-kuat dan memelintirnya.

"Woyyyy!!" Tobi langsung menurunkan pandangannya ke arah Tito. "Sakit tau. Lo apaan sih main cubit-cubit perut bohay gue." Tobi memarahi Tito yang berada sejajar dengan perutnya.

"Bohay pantat lo gede. Perut lo turun ke muka gue. Ngehalang-halangi pemandangan. Bagus kalo perut lo sixpack, perut kayak tahu bulat gitu. Jijik gue." Tito merengut kesal. Lalu memutar bola matanya kesal ke arah lain.

"Yaelah, iya-iya gue minggir." Tobi akhirnya sadar. Lalu menarik perutnya ke arah lain. Tak tanggung-tanggung, ia menarik perutnya dengan kedua tangannya. Seolah tangan itu sedang membawa beban barang bawaan yang tidak bisa tubuh Tobi tanggung.

Ubaid yang semula sibuk memainkan androidnya kini mengalihkan pandangan ke arah dua sahabatnya sambil terkekeh. Perdebatan singkat itu membuat Ubaid tak kuasa menahan tawanya.

"Lemak itu dimana-mana dibuang, bukan disimpen. Nyimpennya di perut lagi, kasian otot perut lo tiap hari angkat beban." Ubaid tertawa lepas diikuti murid lain yang ada di bus tersebut.

Rona muka Tobi berubah cemberut. Merasa kesal dirinya menjadi bahan tertawaan para murid sekelas. Tak terkecuali Febby yang duduk depan.

"Dari pada gue nyimpennya di pantat. Kan enggak lucu." Ucap Tobi sambil menepuk pantatnya dengan telapak tangannya. Membuat seisi bus semakin terpingkal-pingkal. Bahkan Bu Heru pun ikut tertawa melihat polah anak didiknya tersebut.

F & GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang