Kencan?(1)

99 7 1
                                    

Nggak bisa dipercaya!

Sarah, teman masa kecil Harris, yang dulu main petak umpet dan lempar-lemparan tanah dengan Harris... Sekarang memenuhi setiap sudut dalam benak Harris!

Sarahlah yang membuat Harris memakai parfum wangi bunga yang biasanya dibenci oleh Harris.

Sarah jugalah yang membuat Harris hari ini mandi dengan sabun aroma lemon yang biasanya tidak akan disentuhnya.

Memang selera Harris berbeda dari kebanyakan orang-orang disekitarnya. Harris tidak menyukai bau-bau perfum yang bagi orang lain berbau wangi, ia juga tidak senang dengan gambar-gambar atau corak- corak indah yang biasa digemari orang.

Tapi bahkan seseorang seperti Harris bisa merasakan cinta. Eh, apaan! Itu bukan cinta! Harris berpikir, ia begini kerena ia terlalu introvert. Ia tidak biasa berjalan dengan cewek, jadilah ia gugup.

Dengan baju lengan panjang berwarna biru tua dan jeans berwarna gelap, Harris menunggu Sarah di kafe yang kemarin di sepakati. Semakin waktu berjalan, Harris semakin khawatir. Bagaimana jika ia melakukan kesalahan? Bagaimana kalau ada salah paham? Bagaimana kalau nanti canggung? Bagaimana kalau ada vampir muncul lalu mengacaukan segalanya? Vampir kan berwajah tampan? Ah! Bodo amat mau ada vampir berwajah tampan!! Harris kan bukan pacar Sarah! Bagaimana tiba-tiba di kepung zombiezz? Bagaimana, bagaimana, bagaimana...

Aaargh... Sudah, jadi dirimu sendiri saja Harris! Yang mau kamu temui itu Sarah! Hanya seorang anak perempuan! Yang cantik, Top model, yang bisa saja digoda vampir tampan, diperkosa, lalu dimutilasi, dan dihisap darahnya hingga tetes terakhir akhir. (mulai lagi dia 😓)

Sarah berjalan masuk ke kafe. Ia memakai rok berwarna putih susu. Untuk atasan, ia memakai tank Top putih dilengkapi dengan jaket polos yang berwarna hitam. Sarah memakai high heels berwarna belang zebra yang menambah pesona Sarah hari itu.

"Widih, hitam putih semua nih ceritanya?" Sahut Harris dengan percaya diri (dia juga ga tau gimana cara self esteem-nya itu muncul).

"Huhu... Aku memang suka yang beginian" sahut Sarah sambil tersenyum.

Satu senyuman itu membuyarkan aksi cool Harris, "Eh, i..iya,ya cocok."

"Hm? Apa yang cocok?"

"Ah, nggak usah dipedulikan." Harris berusaha menutupi wajahnya yang panas, dan ia yakin sekali memerah.

"Emmh, aku nggak disuruh duduk nih?"

"Duduk aja sendiri."

Uh, mampus, mampus, mampus!! Jadi terkesan dingin kan sekarang!! Rasanya pengen   lompat keluar jendela saja!

"Ah, iya deh pemimpi..." Sarah duduk sementara Harris sudah khawatir yang macam-macam.

"Oiya, ngomong-ngomong tentang itu..." Mimik Sarah berubah serius. "Apa kamu sudah menentukan mau kuliah apa setelah lulus SMA?" Harris menatap Sarah. Heh, itupun kalau ada uang yang untuk kuliah. Sekarang saja SMA Harris termasuk yang nggak berkualitas.

"Kalau ada uang, aku akan kuliah psikologi."

"Hah? Kau ingin menjadi psikolog?"

"Uh, sebenarnya. Kamu tahu kan, dulu waktu SD aku dijuluki pemimpi, aku bahkan dianggap sakit jiwa sama sebagian orang. Yah, karena itu aku jadi tertarik dengan pola dan jalan pikir emosi dan perasaan manusia atas masalah yang dihadapi. Lagian pendapatan psikolog kan lumayan, tapi kayaknya nggak mungkin ya? Hehe..." Harris senang ia bisa membicarakan cita-citanya pada orang lain selain Jayden. Apalagi orang itu adalah Sarah. Mungkin karena ia sudah terbuka dengan Sarah, apa Sarah bisa terbuka dengannya? Atau ia terlalu banyak ngomong jadi Sarah memandangnya buruk? Ah tauk ah!

Pabrik ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang